Mohon tunggu...
Aditya Anggara
Aditya Anggara Mohon Tunggu... Akuntan - Belajar lewat menulis...

Bio

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nonton Gratis Cabor Baru Asian Games 2018

29 Agustus 2018   17:09 Diperbarui: 29 Agustus 2018   17:14 487
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lindswell Kwok (sumber : old.solopos.com)

Fajar masih tertidur lelap di ketiak malam ketika aku tiba di tempat penjualan tiket AG (Asian Games) 2018 di GBK Senayan. Aku kemudian melirik arloji "Gucci KW" di tangan kiriku. Jam emprat lewat emprat lima. Lho! Aku kemudian memperbaiki kosakata-ku menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) yang baik dan "betol" Jam empat lewat empat lima. Nah ini baru pas dibaca oleh mata dan cocok didengar oleh telinga...

Aku yakin kalau penjual tiket AG ini pasti masih molor di peraduannya pada jam sebegini. Tapi tak mengapa. Aku memang sengaja datang lebih awal karena takut kehabisan tiket. Soalnya aku mau nonton Wushu. Apalagi ada Lidswell Kwok yang akan bertanding. Menyebut namanya saja sudah membuatku merinding, apalagi kalau bisa menatap wajahnya dari jarak dekat. Duh Gusti....

Sudah menjadi rahasia umum kalau sejak zaman kumpeni dulu berkuasa sampai kini, calo-calo telah menguasai negara ini. Mulai dari calo proyek, calo PNS, calo beras, calo Haji, hingga calo tiket pertandingan olah raga. Nah untuk mengantisipasinya, aku sebaiknya datang pagi-pagi sekali.

Beberapa jam berlalu, sinar matahari yang hangat mulai menerpa kulitku, menimbulkan sensasi kantuk yang luar biasa. Maklumlah, kemarin siang itu aku berangkat dari Yogyakarta dengan menumpang truk tetanggaku, mas Budi yang hendak berangkat ke Lampung.

Perjanjiannya aku boleh menumpang gratis sampai ke Jakarta, tapi aku harus menemani mas Budi ngobrol sepanjang malam agar sang sopir tersebut tidak terserang kantuk. Tetapi aku tiga kali nyaris diturunkan mas Budi pada malam yang pekat itu karena kedapatan tertidur.

Membayangkan sendirian berjalan kaki ke Jakarta di malam pekat membuatku merinding. Kalau tiba-tiba ketemu Kuntilanak, dan kemudian aku diperkosa, bagaimana hayo... Rasa kantukku seketika menguap! Kini aku mulai paham kenapa dulu itu mbah Amien Rais tidak mau melaksanakan nazarnya berjalan kaki sendirian ke Jakarta...

***

Sinar surya yang mulai meninggi kemudian menerikkan mukaku yang memang tidak pernah diolesi tabir surya itu. Aku kemudian menoleh arloji. Idih, masih Jam emprat lewat emprat lima! Dengan perlahan aku kemudian meloloskan "jenazah arloji KW itu" ke dalam saku celana.

"Jam berapa ya mbak" tanyaku ramah kepada seorang gadis yang lagi beres-beres. Sepertinya dia itu penjual tiket.

"Jam 7.15 mas. Mas mau beli tiket ya? ntar counter-nya buka jam 9 ya mas"

"Waduh kalau sekarang aja, bisa nggak ya mbak" kataku penuh harap.

"Yah gak bisa mas, harus jam 9 nanti, sabar aja ya" katanya lembut.

Tiba-tiba mas temanku ngobrol tadi berkata lembut, "Yah sudah mas, mas sarapan dulu, istrahat dulu. Biar saya tungguin disini, ntar tiketnya saya kasih ke mas, oke.."

Aku kemudian memberikan selembar pecahan bergambar Soekarno-Hatta (RP 100 ribu) kepada mas tadi. "Tulung ya mas..." kataku sambil berlalu.

***

"Braakkk!" suara kusi platik yang dibanting segera membangunkan tidurku. Ternyata hari sudah siang. Si-mas penjaga warteg sepertinya kesal karena aku terlalu lama tidur di meja dagangannya. Setelah membayar makanan aku bergegas menuju loket penjualan tiket.

Sial, loket penjualan tiket sudah tutup. Hanya ada tulisan sold out. "Mbak-mbak, mbak masih kenal saya kan?" Tanyaku kepada gadis penjual tiket tadi.

"Kenapa ya mas?" tanyanya dengan rasa heran

"Anu mbak, saya dari jam 4.45 pagi tadi kan sudah ngantri, tadi saya juga sudah nitip beli tiketnya, kan mbak tadi liat saya kasi duitnya sama si-mas-nya. Lha koq tiketnya bisa habis...?

Ternyata tivi yang terletak di booth penjualan tiket itu sedang menyiarkan secara langsung pertandingan Wushu yang hendak kutonton tadi. Terlihat Lidswell Kwok berjumpalitan dengan gerakan anggun yang indah, yang kemudian berbuah medali emas... "Lidswell..." bisikku tanpa bisa kutahan...

Kemudian kamera menyorot kearah penonton yang bersorak untuk mendukung Lidswell. Nyaris separuh kursi penonton kosong bin melompong. Buset, padahal tiket sold out! Terlihat si-mas yang tadi kutitipin uang untuk membeli tiket, berdiri persis disamping Lidswell yang kemudian menyalaminya.

Ketika kamera tivi menyorot wajah sijahanam itu, dia kemudian menyeringai sambil mengedipkan sebelah matanya ke kamera...Duh Gusti, seratus ribuku...

Aku kemudian complain kepada mbak penjual tiket itu. Sepertinya mbak itu kasihan melihatku. Duh, ini orang sepertinya "tunakasih-sayang" deh.." bisiknya dalam hati. Mbak itu kemudian menawarkan sebuah tiket komplimen kepadaku. Ternyata ada sebuah cabor (Cabang Olahraga) baru yang dipertandingkan pada AG ini. Nama cabor itu, Semedi...

***

Aku kemudian masuk ke ruangan pertandingan Semedi tersebut. Sebelum masuk ke ruangan, setiap penonton diberi pengarahan agar tidak berbicara, mengeluarkan suara (atas dan bawah) maupun makan minum selama di dalam ruangan, agar tidak mengganggu konsentrasi para perserta Semedi.

Dua jam berlalu dengan cepat. Aku sejujurnya tidak bisa menikmati cabor ini. Tadinya aku sempat juga tertidur, tapi kemudian dibangunkan dengan perlahan oleh satpam berbadan tegap itu. Sambil menunjukkan tulisan dikertas itu, dia mendelikkan mata besarnya itu kepadaku. Tulisan itu berbunyi, "Dilarang ngorok!" plus gambar sebuah tinju terkepal!

Waduh kini aku bingung. Tadinya aku sudah berada di pintu keluar. Tapi ternyata pintu tersebut dikunci dari luar. Kini aku akan mencobanya lagi. Baru saja aku hendak melangkah, satpam sialan tadi langsung saja mendelikkan mata sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, menyuruhku untuk diam. Duh Gusti, aku merasa tersandera. Kemarin oleh sopir truk, dan kini oleh satpam...

Satu jam berlalu dengan lambat. Aku rasanya sudah setengah waras untuk menahan rasa kantuk dan bosan. Tiba-tiba aku melihat sosok seperti orang Arab, berjubah putih, mengenakan keffiyeh kotak-kotak dengan agal hitam. Sambil tersenyum, lelaki itu kemudian pergi sambil meninggalkan sebuah ransel hitam.

Itu pasti bom bisikku dalam hati. Lalu aku berteriak histeris sambil menunjuk ransel tersebut, "Kerja, kerja kerja... eh Bom, bom booommm..." Lampu segera dinyalakan, dan ruangan menjadi terang benderang. Penonton dan peserta semedi kemudian berbaur menjadi satu dilanda ketakutan.

Satpam kemudian memeriksa tempat yang kutunjuk. Tidak ada apa-apa disana. Ternyata aku berhalusinasi, mungkin karena rasa lelah dan kantuk yang tertahan tadi. Kini semua mata yang berselimut amarah itu menatapku dengan kejam. Aku menyesal. Seharusnya ketika berkata "bom" tadi, aku lari ke pintu, bukannya malah mendekati bayangan ransel itu...

Aku berteriak lagi, "Bom, bom booommm..." Tapi semuanya bergeming. Mereka kini malah semakin marah dan bergerak mendekatiku bak zombie haus darah.

Duh Gusti, "Toloooonnggg.." teriakku ketakutan.

"Bangun dit, bangun.." teriak mas Budi kepadaku. "Dimana kita mas?" tanyaku gelagapan.

"Di Merak" katanya sambil tertawa.

"Hah Merak? Duh mas, aku kan mau ke Jakarta?"

"Yah salah sendiri, sampeyan tidur melulu" kata mas Budi sambil terkekeh.

Sebelum sampai di pelabuhan, aku kemudian turun dari truk mas Budi. Tak lama kemudian aku melihat truk mas Slamet bergerak menuju Jakarta. "Mas, mas Slamet.. tunggu.." teriakku kepadanya. Truk itu kemudian berhenti. Aku memang kenal betul truk ini. Dibelakang truk itu ada tulisan, "Yang, kutunggu jandamu.. plus #2019 GantiMertua"

Sambil berlari menuju truk mas Slamet, aku melihat arloji. Jam emprat lewat emprat lima. Masih semprat... Lindswell tunggu aku ya.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun