Pembangunan infrastruktur itu ongkosnya sangat mahal, dan tidak bisa sepenuhnya disokong oleh APBN. Apalagi realisasi penerimaan pajak itu sedikit meleset dari target. Ibarat nembak gebetan, yang kena malah ibunya...(untung ibu tiri yang beti umur dan kecantikannya dengan putri tirinya tadi)
Kalau APBN tidak bisa "diperkosa" untuk Infrastruktur, maka solusinya adalah lewat BUMN dan Investor Asing! Paket Infrastruktur BUMN ini ibarat "Paket Data Internet Provider yang lagi ultah. Kencang, anti lelet dan murah meriah pula..."
Apalagi untuk penggunaan dana APBN ini, harus lewat ketok palu (Senayan) dulu. Tanpa pelicin, palunya dipastikan tidak akan berbunyi...
Modal sendiri dari BUMN tentu saja tidak akan cukup untuk membiayai Infrastruktur. Mereka lalu menerbitkan Obligasi maupun kredit sindikasi. Tentunya semua hal ini butuh penanganan dari Regulator yang professional dan bisa dipercaya agar negara bisa mendapatkan hasil yang maksimal, dan proyek ini tidak akan mangkrak nantinya...
Selama ini SMI menjadi orang kepercayaan Jokowi untuk menangani skema pengadaan dana untuk Infrastruktur ini. Dengan naiknya SMI menjadi Wapres, tentu saja akan meringankan beban Jokowi nantinya. Jokowi-SMI nantinya bisa berbagi tugas (sesuatu yang sulit dilakukan selama ini) SMI nantinya fokus mengurusi ekonomi negara, sisanya dipegang oleh Jokowi. Dengan demikian pembangunan infrastruktur akan semakin kenceng, seperti evolusi paket data yang dari semula 2G kini menuju 5G...
Ketiga, Pertimbangan Psikologis
Melihat kebelakang "perjalanan karir" Jokowi di Istana, sungguh membuat trenyuh. Jokowi ditekan dari luar dan dalam. Para makelar, pemburu rente, calo bahkan germo yang bersembunyi dibalik jubah politik maupun agama berusaha menekannya dengan ganas dan sombongnya...
Namun perlahan tapi pasti, Jokowi bisa lepas dari tekanan KMP (sudah bubar) tekanan Senayan, bahkan tekanan dari PDIP sendiri! Koalisi beberapa partai yang mendukungnya kini pun tidak berani lagi menggertaknya. Memang ada satu dua politisi di dalam koalisi sendiri yang mencoba langgam oportunisnya, namun Jokowi tidak memperdulikannya...
Rasa hormat dan simpati adalah modal utama perjuangan Jokowi. Memang betul Parpol dibutuhkan untuk kenderaan Capres/Cawapres. Namun suara rakyat lah yang menentukan Capres mana yang akan menjadi Presiden kelak! Dan Jokowi memang sangat populer di mata rakyat...
Jujur saja, Jokowi sudah sangat muak dengan tingkah laku para politisi yang selalu membawa ambisi pribadi, tetapi mengatas namakan kepentingan partai dan rakyat ini!
Kini momen yang tepat untuk melakukan perubahan. Cawapres harus orang profesional, bukan orang parpol apalagi kaum agama (terutama orang munafik yang mengajarkan kekerasan...)