Dua hari dua malam Jaka Someh tak sadarkan diri. Menjelang hari ketiga, kesadarannya berangsur-angsur pulih. Ketika membuka mata, tiba-tiba Jaka Someh kembali merasa pusing, dunia dan isinya seakan berputar-putar. Dia pun kembali memejamkan matanya.
Setelah pusingnya sudah mulai menghilang, Jaka Someh kembali membuka matanya. Dia sadar bahwa sekarang sedang berada di suatu ruangan kecil, di dalam sebuah gubuk yang dindingnya terbuat dari bilik bambu yang sudah usang. Jaka Someh merasa heran bagaimana bisa dirinya berada di tempat itu. Dia berusaha untuk mengingat peristiwa yang baru di alaminya. Setelah beberapa saat, ingatannya pun mulai kembali pulih.
Dia ingat, terakhir kali dia terperosok jatuh di lereng bukit setelah bertarung dengan eyang karuhun. Jaka Someh telah dikalahkan oleh eyang karuhun dan sekarang mengalami luka dalam yang sangat serius. Jaka Someh berkata dalam hati,
"Saya ada dimana ini? Apakah saya sudah mati dan sekarang berada di alam akhirat kah? Tapi...kenapa koq tempat ini seperti ruangan gubuk ya...? ".Â
Tiba-tiba pintu gubuk terbuka, seorang lelaki setengah baya masuk ke dalam ruangan, dia tersenyum kepada Jaka Someh, kemudian berkata
"Sudah sadar...? Alhamdulillah...tiga hari kamu mengalami pingsan...Bapak menemukan kamu tergeletak di dekat sungai di bawah bukit karuhun, kondisi kamu waktu itu parah sekali...makanya badan kamu langsung bapak balur menggunakan ramuan obat yang bapak buat...".Â
Jaka Someh merasa bersyukur telah diselamatkan oleh lelaki itu, dia pun berkata kepada lelaki yang telah menyelamatkan dirinya untuk mengucapkan rasa terima kasih
"Terima kasih bapak...telah menyelamatkan nyawa saya...aduh...bagaimana caranya saya berterima kasih dan membalas kebaikan bapak...mohon maaf bapak ini  siapa...koq bisa tinggal di sini?"Â
Lelaki itu tertawa kecil, sambil berkata
"He...he...kebetulan saja...ya memang sudah kewajiban kita untuk saling menolong terhadap sesama...oh iya, nama saya adalah Ki Thiban, bapak tinggal disini, karena senang mengumpulkan berbagai bahan ramuan obat-obatan. Rumah bapak sendiri sebenarnya berada di kampung yang berada di bawah bukit ini".
 Jaka Someh sekali lagi mengucapkan terima kasih pada Ki Thiban
 "Sekali lagi saya ucapkan terima kasih, bapak...karena telah menolong saya".Â
Ki Thiban membalas ucapan terima kasih jaka someh  dengan tersenyum. Tiba-tiba Jaka Someh teringat dengan cerita Pak Supar yang bercerita tentang seorang tabib hebat yang pernah menolong pendekar karuhun yang terluka, dalam hati, jaka someh berkata
" Untung saya masih selamat dan di tolong oleh ki Thiban, saya yakin beliau adalah cucu ki Sapri yang telah menolong pendekar karuhun dulu...aduh beruntungnya saya bisa bertemu dengan ki Thiban secara langsung..."Â
Jaka Someh kemudian terdiam. Ki Thiban berkata kepada Jaka Someh
"sekarang diminum dulu ya...ramuan obat dari bapak, ini...biar lukamu cepat pulih dan kesehatanmu juga bisa kembali seperti sedia kala..."Â
Jaka Someh menuruti kata-kata Ki Thiban, dia pun meminum ramuan obat yang dibuat oleh ki Thiban. Obat itu terasa pahit namun memberikan rasa hangat ke dalam tubuhnya.
"Terima kasih banyak, bapak telah menolong saya, kalau tidak, mungkin saya sudah meninggal...".Â
Jaka Someh mengucapkan terima kasih kepada KiThiban.
"he...he...sama-sama..tidak boleh berbicara seperti itu, masalah hidup dan mati  sudah ada yang mengatur...yaitu Gusti Allah....saya  cuma melaksanakan kewajiban sebagai sesama manusia untuk saling tolong menolong..."Â
Ki Thiban tersenyum kepada Jaka Someh.
"Oh iya...kamu  sebenarnya kenapa bisa terluka parah...seperti ini?"Â
Ki Thiban bertanya kepada Jaka Someh.
Mendapat pertanyaan ki Thiban, Jaka Someh terdiam sesaat, setelah menghela nafas,dia menceritakan pengalamannya bertemu dengan eyang Karuhun dan berduel dengannya.
Jaka Someh memuji kesaktian Eyang Karuhun yang telah mengalahkannya hingga nyaris tewas. Jaka Someh juga menceritakan perihal dirinya yang sedang berkelana dan telah banyak membasmi dan membunuh para penjahat yang dianggap meresahkan masyarakat. Ki Thiban hanya mengangguk-anggukan kepalanya.
"Saya  juga sebenarnya merasa prihatin dengan kondisi masyarakat kita saat ini...kemiskinan dan kriminalitas merajalela di berbagai pelosok negeri ini...banyak masyarakat yang menderita akibat kemiskinan dan kejahatan, yang kuat menindas yang lemah... seakan-akan yang berlaku adalah hukum rimba tapi jujur saja saya tidak setuju kalau kamu menggampangkan membunuh orang...kasihan ....
meskipun mereka seorang penjahat sekalipun...kalau memang mereka masih bisa di nasehati ya cukup di nasehati...di ajari ilmu yang baik dan bermanfaat...kalau pun terpaksa harus dengan cara kanuragan sebaiknya kamu cukup mengalahkan mereka saja...tanpa harus membunuh...kecuali kalau memang tidak ada jalan lain...".
Ki Thiban meneruskan lagi perkataannya
" Anakku...Nyawa manusia itu bukanlah barang yang remeh...bahkan terhadap binatang saja kita tidak boleh sembarangan membunuh...boleh membunuh kalau memang ada alasannya, seperti untuk kita makan atau karena khawatir terhadap bahayanya.Â
Kita menyembelih ayam, kambing atau kerbau supaya dagingnya bisa kita makan, sehingga kita memiliki tenaga untuk tetap melanjutkan kehidupan kita yang berharga, kita boleh membunuh ular atau binatang berbahaya lainnya, karena khawatir mereka akan mencelakakan atau membunuh kita...tapi untuk nyawa manusia, seyogyanya kita harus berusaha menjaga dan menghargainya...
Hukum Qisos adalah sebagai lambang bahwa kita tidak boleh sembarangan untuk menghilangkan nyawa orang lain...kalau sampai membunuh tanpa haq maka hukuman yang setimpal untuk dosa tersebut adalah dengan hukuman mati...itulah yang paling setimpal dalam menghilangkan nyawa manusia...Hukum qisos itu sebenarnya adalah untuk melindungi nyawa setiap insan kehidupan....
agar kita selalu berhati-hati sehingga tidak berbuat aniaya kepada orang lain, apalagi sampai membunuhnya. Untuk itu, kalau bisa, jadikanlah hidup kita ini agar bermanfaat untuk kehidupan masyarakat pada umumnya...memelihara kehidupan supaya bisa lestari, bukan justru menghilangkan kehidupan orang lain...tegakanlah keadilan...dan sejahterakanlah umat manusia...
agar bisa hidup tentram dalam keridhoan Allah Yang Maha Mulia...Allah menciptakan setiap makhluk nya tersebut bukan untuk di sia-siakan..."
 Jaka someh terkesima mendengar pituah dari Ki Thiban. Dia hanya bisa menganggukan kepala
"Iya , kyai...terima kasih atas pituahnya...Insya Allah mulai sekarang saya akan mencoba untuk menghindari pembunuhan...".Â
Ki thiban tersenyum mendengar ucapan Jaka someh. Ki Thiban melanjutkan lagi ucapannya
"Sebenarnya kalau kita mampu mewujudkan pemerintahan yang berdaulat, yang memiliki hukum yang adil dan tegak, yang di dukung oleh kekuatan yang baik...Insya Allah akan tercipta kehidupan masyarakat yang madani...dimana satu sama lain bisa saling menghormati...rukun dan guyub...saling mengerti hak dan kewajiban... sehingga tingkat kriminalitas juga Insya Allah akan berkurang jauh...rakyat bisa hidup sejahtera dan merasa aman tentram...".Â
Jaka someh terdiam mendengarkan ucapan Ki Thiban. Entah kenapa dia merasa hormat kepada Ki Thiban, apalagi jaka Someh mendengar bahwa Ki Thiban juga seorang kyai yang pernah belajar ilmu agama di mekah madinah. Beliau pernah bermukim selama kurang lebih sepuluh tahun di sana.
Setelah beberapa minggu, Jaka Someh sudah kembali sehat seperti sedia kala. Luka-lukanya sudah seratus persen sembuh. Namun dia tidak berniat untuk pergi meninggalkan tempat itu. Dia meminta ijin kepada Ki Thiban untuk belajar ilmu agama sekaligus ilmu pengobatan. Ki Thiban pun mengijinkan keinginan Jaka Someh tersebut. Sungguh beruntung Jaka someh dapat mendalami ilmu agama dari Ki Thiban. Bahkan dia juga bisa belajar ilmu pengobatan.
Jaka someh banyak di kenalkan dengan berbagai jenis tanaman yang diketahui memiliki khasiat untuk kesehatan dan pengobatan. Hatinya begitu senang, dari semenjak kecil, Jaka Someh sudah menyukai dengan dunia tanam-tanaman dan sekarang dia memiliki kesempatan untuk mempelajari berbagai manfaat  atau khasiat yang terkandung di dalam tanam-tanaman tersebut. Berbeda tanaman maka berbeda pula zat kandungan dan manfaatnya bagi tubuh manusia.
Bersambung ke Bab 22 Kisah Masa lalu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H