Perlahan kutatap kembali wanita itu, ada pertanyaan yang kulemparkan di sana. Dan sepertinya ia mengerti.
"Begini saja, kutinggal sebentar untuk mengecek keadaan Chiya," seru Reo,
"Lakukan saja operasinya," seruku menghentikan langkah Reo. Ia menatapku,
"Apa?"
"Aku bersedia menjadi pendonornya,"
Reo tersenyum girang, meski ia tahu-aku pasti akan melakukannya demi kemanusiaan. Tapi binar lain muncul di wajah wanita itu. Ada kilat bahagia, haru dan juga kagum tersirat di matanya.Â
* * *
Aku terpaku menatap sosok di depanku, pagi-pagi begini sudah kedatangan tamu. Ia pasti tahu alamat ini dari Reo.Â
"Maaf, aku mengganggumu sepagi ini. Tapi ada sesuatu yang harus kita bicarakan," suaranya lembut.
Mendadak tingkahku jadi kikuk. "Eeh, ya... tidak apa. Silahkan masuk," kataku mempersilakannya.Â
"Kudengar kau tinggal sendiri, jadi lebih baik kita ngobrol di sini saja," jawabnya.