"Apa pun alasanmu, kau tak berhak lakukan itu padaku! Karena seandainya aku tahu kau sudah bersuami, aku-tidak akan membiarkan diriku jatuh hati padamu. Dan meskipun iya, setidaknya aku masih menjadi orang berakhlak yang tidak sembarangan mengencani istri orang,"Â
Ia cukup terperangah dengan amarahku. Airmata kembali menetes ke pipinya yang memerah, jelas ia bisa melihat luka yang ia gores untukku.
"Aku sungguh tak berfikir, itu akan...."
"Melukaiku?" potongku lagi. "Kau tahu, 8 tahun-bukanlah waktu yang singkat untuk bisa menepis semua itu. Untuk menepis sesuatu yang kauciptakan hanya dalam semalam,"
Ia kembali terperangah, mungkin ia tak menyadari sedalam apa luka yang dibuatnya untukku.Â
Kupasang wajah congkak, "Yah, hanya dalam semalam, kau telah merenggut segalanya dariku. Hati, jiwa, aku begitu jatuh cinta padamu hingga aku begitu terluka saat kau menghilang, lalu kutahu ternyata kau...."
"Wil, maafkan aku,"Â
Aku tak tahu lagi bagaimana harus kujelaskan semua ini. Aku mulai terbiasa menjalani tanpa memikirkannya, lalu tiba-tiba saja dia muncul kembali. Bahkan hingga detik ini, ia tidak tahu bahwa aku masih tak bisa menyerahkan hatiku pada wanita lain.Â
"Aku harus pergi bekerja, jadwalku padat hari ini," kataku mengalihkan. Aku tak mau terhanyut lagi.
Ia menyeka wajahnya yang basah. "Maaf, aku telah mengganggumu. Tapi kau tak perlu khawatir, dan kau bisa lega. Karena Tuhan sudah menghukumku, suamiku... sudah menjatuhkan talak tiga."
Kali ini aku yang terperangah.Â