Rahang Magnolia terlihat sedikit menggeras, membuatnya kian cantik.
"Apa yang kau inginkan?"
"Bisakah kau tidak banyak bertanya?" balas Nikho,
"Aku perlu tahu ke mana kau akan membawaku pergi," pernyataannya menjelaskan dia bukan wanita caffe pada umumnya. Yang mudah diajak pergi oleh pria-pria berkantong tebal.
"Kau akan tahu nanti."
"Aku tidak akan pergi sebelum tahu tujuanku," keukeuhnya.Â
Bisa kurasakan Nikho sedikit menggeram, sikap wanita itu sepertinya mulai membuatnya hilang kesabaran.Â
"Kau terlalu cerewet dan keras. Apa kau ingin bernegosiasi?" seru Nikho. "Baiklah, berapa yang kau mau? Sebutkan! Akan kusiapkan berapa pun yang kau minta."
Kulebarkan mata mendengar kalimat Nikho, sudah pasti seperti apa reaksi wanita itu. Tanpa menyahut dia melayangkan sebuah tamparan mendarat di pipi kiri Nikho. Seketika wajah Nikho terlempat ke samping kanan. Hal itu juga menyulut amarah Nikho.
"Kau berani menamparku!" geramnya.
"Itu adalah hadiah dari kekurangajaranmu, Tuan. Kau pikir siapa dirimu? Kau pikir aku ini barang yang bisa kau beli? Maaf, ksu salah orang. Permisi!" serunya melewati kami begitu saja untuk menuju pintu samping.Â