Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Wild Sakura #Part 26: Luka

25 November 2016   15:33 Diperbarui: 25 November 2016   17:10 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 [caption caption="Sakura, shutterstock.com"][/caption]Sebelumnya,Wild Sakura #Part 25-2 ; Benteng

 

Sonia kian melebarkan mata ketika ada sebuah mobil yang ia kenal juga merapat disisi motor itu, dan Edwan kini membalikkan tubuhnya. Menatap dua pemuda yang berjalan ke arah mereka, ia melirik Sonia dan berbisik,

"Dengan yang mana?"

Sonia sedikit tersentak, ia jadi gagap untuk menjawab.

Rocky dan Dimas berjalan seraya saling lirik, seolah sedang berlomba untuk bisa mendahului satu sama lain. Edwan tersenyum nakal melihat ekspresi keduanya lalu ia berjalan mendekat kepada Sonia, ia kembali berbisik, "ini susahnya menjadi gadis cantik!"

Sonia mengerutkan dahi dan menoleh Edwan. Melemparinya sorot protes. Rocky dan Dimas berhenti di depan teras, mereka tak heran dengan keberadaan Edwan karena sebelum kendaraan mereka merapat mereka sudah melihat mobil pria itu bertengger di sana.

Rocky menatap Sonia lebih lekat, beberapa lebam dan baretan menghiasi wqjah gadis itu. Jika Papanya memang tak tahu apa-apa dengan menghilangnya Sonia, pasti itu perbuatan Om Hardi. Karena sebelumnya Om Hardi memang sudah memperingatkannya.

Ia tak memperdulikan dua orang lainnya, segera saja ia merengkuh tubuh Sonia dan memeluknya erat. Sonia hanya melotot dengan sikapnya, "aku sangat takut terjadi hal buruk sama kamu, apa kamu baik-baik saja?" cemasnya.

Baik-baik saja! Aku hampir mati, Rocky.

Sonia mencoba menahan perasaannya, apalagi mengingat kenapa dirinya sampai mengalami hal buruk itu. Dimas yang tidak rela dirinya terdahului segera menarik tubuh Rocky menjauh dari Sonia, memisahkannya.

"Kamu pikir cuma kamu saja yang kuatir!" geramnya, "dan harusnya kamu itu sadar, Rocky. Kamu sudah bertunangan, nggak seharusnya kamu mendekati Sonia!"

"Memangnya kamu siapa, pacarnya?" balas Rocky, "bukan kan, kalian hanya berteman!"

Dimas mengeraskan tulang pipinya, "setidaknya aku nggak menjadikan Sonia sebagai selingkuhanku!" sindirnya. Kini Rocky yang melotot,

"Jaga bicaramu!" seru Rocky meninju wajah Dimas hingga terpental. Sonia dan Edwan terperangah dengan kejadian itu. Dimas memegang pipinya, menoleh Rocky dan langsung membalas. Kedua pemuda itu beradu fisik. Ini kedua kalinya dalam satu hari Dimas berkelahi.

"Cukup!" teriak Sonia. Tapi keduanya tidak peduli, "hentikan!"

Dimas dan Rocky tetap berkelahi, sementara Edwan hanya menonton dengan menggeleng lemah. Karena merasa kesal suaranya tidak digubris maka Soniapun masuk ke dalam kamar dan menutup pintunya rapat. Edwan melirik lalu kembali menatap dua pemuda yang masih berargumen dengan kekuatan fisik itu.

Tak berapa lama Sonia keluar kembali dengan pakaian rapi, ia tak membawa tas karena tasnya sudah raib entah kemana. Edwan menatapnya heran, "kamu mau kemana?"

"Aku kan sudah bilang Om. Aku ada janji dengan seseorang,"

Ekspresi terkejut jelas terlukis di wajah Edwan, "jadi..., bukan dengan salah satu dari mereka?" tanyanya menunjuk Rocky dan Dimas tanpa menoleh ke arah yang ditunjuknya. Sonia melirik keduanya,

"Mereka bahkan nggak menggubris suaraku Om, biarkan saja!" sahutnya kesal.

"Kalau begitu, mau kuantar?"

Sonia menggeleng, "nggak perlu Om, tuh!" tunjuknya dengan dagu ke arah sebuah motor yang datang, "sudah dijemput. Edwan menoleh, suara motor yang datang menghentikan perkelahian Rocky dan Dimas. Keduanya melebarkan mata, posisi mereka saat itu, Dimas berada di atas tubuh Rocky.

"Aku seperti pernah melihatnya!" desis Edwan ketika melihat wajah pemuda itu setelah menanggalkan helmnya. Sonia segera menghampiri tanpa menyahuti ocehan Edwan.

Ryan tampak senang melihat Dimas dan Rocky berselisih sementara dirinya yang menadapatkan kesempatan untuk bersama gadis yang dua orang itu perebutkan.

"Sebaiknya kita pergi sekarang!" pinta Sonia. Ryan memberikan sebuah helm kepadanya yang langsung diterima. Rocky dan Dimas berdiri memisahkan diri, mereka segera menghampiri.

"Sonia, kamu mau kemana?" tanya keduanya bersamaan. Tapi Sonia segera memakai helmnya dan naik ke motor Ryan. Rocky menyentuh lengannya,

"Sonia, kita bahkan belum berbicara!"  

Sonia menoleh, "bicara, apa tadi kamu mendengar suaraku?" gerutunya, "kalian justru asyik mementingkan ego kalian. Maaf Rocky, aku sudah terlambat!" katanya melepaskan dirinya dari tangan Rocky dengan kasar. Ryan segera menjalankan motornya.

"Sonia!" teriaknya. Ia memandang kecewa menatap punggung gadis itu lalu menoleh Dimas, "ini karena kamu!" tuduhnya. Dimas tentu saja tidak terima,

"Aku, kamu yang memulainya lebih dulu!" balasnya.

"Kamu yang menyelaku!"

"Karena apa yang...,"

"Cukup!" lerai Edwan yang sudah berada diantara mereka, "kenapa kalian tidak bisa akur? Orangtua kalian itu adalah teman, apa salahnya kalian juga berteman?"

"Teman," desis Dimas, ia melirik sinis kepada Rocky, "nggak akan!" tegasnya. Rocky tak menyahut, tapi justru membuang muka.

* * *

"Jujur padaku, Har. Kau yang menculik gadis itu kan?" desak Danu. Mereka duduk di sofa di dalam ruangan Hardi. Danu sengaja mendatangi kantornya,

Hardi tak memindahkan matanya dari dokumen yang sedang dicermatinya, "gadis liar itu pantas mendapatkanya, kuharap dia jera!" sahutnya.

"Semoga dia tak kembali," harap Danu.

Hardi menyunggingkan senyum, "kata anak buahku yang mengikuti Rocky, gadis itu sudah kembali!" sahutnya datar. Danu melotot,

"Apa, memangnya anak buahmu membuangnya kemana? Bagaimana gadis itu bisa kembali secepat ini?"

Sekarang Hardi menutup map dan meletakkannya ke meja, menatap temannya, "kenapa cemas, selama aku masih hidup. Aku tidak akan membiarkan seorangpun merebut kebahagiaan putriku!"

"Masalahnya sekarang ada pada putraku, Har. Rocky bersikeras ingin membatalkan pertunangannya dengan Nancy!"

"Lalu apa kamu akan membiarkan Rocky menentangmu? Kau Papanya, Danu. Kau harus bisa bersikap lebih tegas terhadapnya!"

"Kurang tegas seperti apa, Har. Sekarang aku hanya memiliki Rocky, aku hanya tidak ingin pada akhirnya dia juga memilih meninggalkan kami seperti Chocky!" Danu menatap tajam Hardi, "aku kehilangan seorang putra, kamu..., juga pernah kehilangan orang yang kamu cintai Har. Seharusnya kamu juga mengerti itu!"

Hardi melotot. Mengurai kembali kenangan di masalalu. Luka, amarah dan ketidakberdayaan menggores pedih di sudut hatinya, "kasus kita berbeda Danu, berbeda. Kamu tahu itu, dan aku harap..., jika kamu masih menghargai hubungan kita, jangan pernah mempermasalahkan hal itu!" pintanya tegas dengan nada ancaman.

"Maafkan aku, Har. Hanya saja, kita sama-sama pernah kehilangan. Dan kita sama-sama tahu, kita takut hal itu terulang. Dan kamu benar, kasus kita berbeda. Tapi setidaknya Nancy bisa melakukan apapun yang dia inginkan, sementara Rocky hanya bisa melakukan apa yang kita inginkan. Itu bedanya, Har. Itu bedanya!" ia menekankan kalimat akhir itu dengan pedih.

* * *

Sonia menunggu Ryan dengan kesal, pemuda itu membawanya ke rumahnya. Mengenalkannya kepada Mamanya. Wanita 41 tahun itu menatapnya lembut dengan senyum manis. Mereka duduk berhadapan di sofa,

"Ternyata kamu memang seperti yang Ryan ceritakan ya!" katanya lembut. Sonia melotot. Sepertinya yang Ryan ceritakan? Memangnya apa saja yang Ryan ceritakan tentang dirinya kpada Mamanya? Dan kenapa Ryan harus menceritakan tentang dirinya?

Bukankah hubungan mereka hanya sebatas perjanjian? Itupun hanya untuk tiga hari. Setelah itu, semua selesai!

Soniapun mencoba memasang senyum, "Ryan-nya kok lama ya tante?" tanyanya basa-basi.

"Pasti sedang mandi, sebentar lagi pasti juga turun."  

Sonia benar-benar merasa risih, meski ia senang wanita itu bersikap sangat manis terhadap dirinya. Seandainya saja Mamanya Rocky yang semansi itu, pasti akan jauh lebih baik!

Soniapun segera menggeleng. Kenapa ia jadi mengharapkan Mamanya Rocky? Bertemu saja belum pernah. Ini sangat aneh, ia sendiri belum pernah pergi ke rumah Dimas ataupun Rocky. Tapi sekarang ia justru terjebak di rumah Ryan. Tapi ia bingung, Ryan yang di matanya sebagai bad boy memiliki Mama yang baik dan ramah. Ia pikir orangtua Ryan sama menyebalkannya dengan anaknya!

"Di minum dong jusnya, kasihan kalau diacuhkan!" gurau wanita itu membuat lamunan Sonia melarikan diri, "ah..., i-iya tante. Terima kasih!" sahutnya gugup. Iapun memungut gelas itu dan menyesap isinya lama, kebetulan ia memang haus.

Ryan menatap mereka di ujung anak tangga. Ia senang melihat Mamanya menyukai Sonia, selama ini Mamanya selalu protes dengan semua pacarnya yang tak memiliki sopan santun. Semua itu dibocorkan oleh adiknya, meski tanpa dijelek-jelekkanpun semua pacarnya memang memiliki sifat tak baik. Ia melangkah mendekati keduanya.

"Sorry Son, lama ya!" iapun duduk di sisi Sonia. Sonia menatapnya heran karena pemuda itu mengenakan baju santai rumah, Ryan menyadari arti tatapan itu,

"Ada apa?"

"Kok, kamu pake baju santai seperti itu?"

"Oh..., aku memang berencana mau di rumah saja seharian ini!" sahutnya dengan senyum penuh arti. Sonia melebarkan matanya seketika!

* * *

"Itu tidak mungkin Ma, dia tidak seperti itu!"

"Terserah kalau kamu tidak percaya, kamu memang selalu membela wanita itu. Dia itu wanita rendahan, sebaiknya kamu lupakan dia dan segera nikahi Nera!"

"Aku tidak akan menikahi Nera Ma, aku masih suami orang. Kami belum bercerai!"

"Wanita itu pergi dengan meninggalkan surat cerai yang sudah ditandatanganinya, dia pergi bersama pria lain, Har. Untuk apa kamu masih peduli padanya!"

"Dia sedang mengandung anakku, Ma. Dan sampai kapanpun, aku tidak akan menandatangani surat cerai itu." Tegasnya, "aku akan mencarinya, aku akan membawanya pulang ke rumah ini. Karena aku sangat mengenalnya, dia wanita terbaik yang pernah kutemui, dia tidak akan mengkhianatiku!"

"Tapi pernikahanmu dengan Nera sudah kami tentukan, bagaimanapun...kamu tetap harus menikahinya dengan adanya wanita itu ataupun tidak!" tegas Mamanya. Hardi menggerutu menatap sang Mama, lalu beranjak meninggalkan rumah. Ia mulai mencari istrinya yang tengah hamil tua. Yang entah saat ini ada dimana!

Satu yang ia tahu, istrinya tidak akan pernah bisa mencintai pria lain. Ia sangat mengenalnya, mereka bahkan pernah bersumpah di depan gunung Fuji bahwa tidak akan ada yang bisa memisahkan, bahkan maut sekalipun!

Tapi pencariannya tak pernah membuahkan hasil, dalam keadaan itu Papanya jatuh sakit. Dan ia terpaksa harus menikahi wanita pilihan orangtuanya sebagai permintaan terakhir sang Papa. Pencarian terus ia lakukan, bahkan setelah istrinya memberinya seorang putri yang cantik, hingga ia mulai putus asa. Usaha apapun yang ia lakukan tidak pernah bisa menemukan istri pertamanya, dan juga anak yang mungkin sudah bisa memanggilnya Papa. Ia memang tak terlalu memperhatikan Nera dan bayinya, hingga suatu hari bayi mereka sakit dan harus dirawat. Nera menyalahkannya akan hal itu. Ketika ia melihat wajah polos bayi mungil tanpa dosa yang tak pernah ia perhatikan tengah berjuang antara hidup dan mati, ia teringat akan bayi dari istri pertamanya yang bahkan belum pernah ia lihat seperti apa wajahnya. Ia merasa bersalah, hanya karena demi mencari anak pertamanya, ia menyia-nyiakan anak keduanya. Sejak hari itu, ia lebih memperhatikan Nancy. Bahkan menyayanginya melebihi apapun sebagai ganti ia tak bisa menyayangi anak pertamanya. Ia juga mulai bisa memperhatikan Nera yang sabar menunggu cintanya.

Baginya, Nancy menjadi segalanya. Ia akan melakukan apapun asal gadis itu bisa tersenyum bahagia!

Hardi menatap lembaran foto itu lekat. Mengingat bagaimana ia mencari wanita itu dan tak pernah bisa menemukannya menggoreskan luka yang pedih di hatinya. Kekecewaan merubahnya menjadi sosok yang lain. Bahkan ia sudah tak mengenali lagi dirinya yang dulu.

 

__________o0o__________

 

Selanjutnya, __ | Wild Sakura #Prologue

 

©Y_Airy  | Jakarta, November 2016

 

NB : Intip juga kelanjutan Liana Di sini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun