Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Bulan Kemanusiaan RTC] Aku Tak Ingin Menjadi Sampah

27 Juli 2016   16:33 Diperbarui: 27 Juli 2016   16:39 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Om Tirta memijit seluruh tubuhku dengan cukup lembut, aku hampir terlelap ketika sesuatu menyentuh bagian pribadiku. Langsung aku melonjak jauh, berbalik menatapnya.

"Kok sampai kesana om?"

"Biar enak, seluruh bagian tubuhmu harus di pijit. Tidak apa-apa, sini. Tapi nanti gantian ya!"

Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi kuturuti perkataannya. Pijit-memijit itu pun berlanjut hingga aku merasakan sesuatu yang berbeda, yang saat itu tak aku mengerti apa namanya. Tapi entah, aku merasa menyukai sensasinya. Dua hari kemudian, aku dan ibu kembali ke kotaku. Selama perjalanan pulang, aku tak bisa menyingkirkan kejadian malam itu di kamar om Tirta dari benakku. Apalagi om Tirta bilang, kalau dia ada waktu dia akan berkunjung ke rumahku.

Dan itu benar, lima tahun kemudian dia datang ke kotaku dan menginap di rumah kami. Aku sudah mulai lupa padanya karena selama lima tahun tak ada kontak. Meski selama ini ibuku sering berhubungan dengannya lewat telepon tapi ibu tak pernah menyebut namanya atau membicarakannya.

"Hai Dit, lama tidak ketemu. Om kangen deh!" katanya mengelus kepalaku, "kau sudah besar rupanya, tambah cakep!" pujinya.

"Dit, antar om Tirta ke kamar yang tadi kau bereskan. Dia pasti lelah perjalanan jauh!" suruh ibuku.

"Ayo om!" ajakku berjalan dahulu.

Om Tirta datang karena ada urusan dengan bisnis kainnya, kebetulan...ibu adalah satu-satunya saudaranya di kota kami. Ibu juga cukup sibuk dengan bisnis cateringnya. Rumahku memang tak terlalu besar, tapi terdiri dari dua lantai. Lantai bawah ibu jadikan sebagai tempat usaha cateringnya, dan lantai atas adalah rumah kami. Ada tiga kamar tidur yang tak terlalu besar, satu ruang tamu, satu dapur sekaligus ruang makan dan satu kamar mandi. Di bagian atap dibangun satu tempat untuk menjemur pakaian, biasanya aku suka membaca buku disana.

Dua hari sudah om Tirta menginap di rumah kami, dia terlihat sangat sibuk. Pergi pagi pulang malam, yang ku dengar istrinya sudah melahirkan seorang anak perempuan yang sangat cantik.

Tubuhku sedikit melonjak ketika pintu kamarku terbuka tiba-tiba, om Tirta muncul di ambang pintu, "Dit, ibumu kemana? Om bawa martabak tuh!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun