"Aku tahu siapa mereka!"
Sonia membuka matanya lebih lebar, "apa?" serunya. Ia seolah tak percaya dengan ucapan Ryan, "kamu tahu?" ragunya. Ryan mengangguk mantap, "aku bisa memberitahumu mereka bekerja untuk siapa, tapi ada syaratnya!"
"Syarat!" sahut Sonia, ia menangkap sesuatu yang harus ia curigai daei sorot mata pemuda di hadapannya, "nggak ada yang gratis di dunia ini, tapi kamu ingin tahu kan...kenapa orang ini mau mencelakaimu?"
"Apa syaratnya?"
Ryan tersenyum simpul, senyum yang menyimpan sesuatu. Ia menggerakan tubuhnya lebih dekat ke arah Sonia, menaruh tangan kirinya melewati tubuh gadis itu dan mendaratkannya di kasur. Membuat posisi Sonia terkurung olehnya, gadis itu sedikit memundurkan kepalanya, "kamu harus nge-date sama aku selama seminggu, dan nggak boleh menolak semua keinginanku!" tawarnya.
Mata Sonia membesar kembali, "apa, kamu gila?" makinya. Tentu saja ia tidak akan menyanggupi syarat itu, "aku lebih baik mencari tahu sendiri, aku nggak butuh bantuan kamu!"
"Kalau tiga hari?" Ryan mencoba memberi keringanan, berharap gadis itu mau mempertimbangkannya. Tapi rupanya itu tetap tak berhasil.
"Terima kasih, tapi aku sungguh nggak butuh bantuan kamu. Lagipula..., aku nggak mau ambil pusing masalah ini!" Sonia tetap menolaknya.
Hal itu membuat Ryan harus berbuat sedikit kenakalan, karena susah sekali mendapatkan perhatian si gadis, "ok..., nggak apa-apa. Aku nggak akan memaksa kamu, aku yakin kamu bisa mengatasi masalah ini sendiri. Tapi..., memangnya kamu punya uang untuk mengganti biaya rumah sakit yang udah aku keluarkan?" pancingnya.
Sonia tertegun.
"Ini rumah sakit elit loh, biayanya nggak murah!" tegas Ryan.