[caption caption="sad girl, quotesgram.com"][/caption]
 "Ini mencolok sekali, aku ndak mau mas!" tolakku untuk kesekian kali ketika kami mencari baju acara lamaran, aku mau semuanya yang simple saja. Padahal sebenarnya mas Lukman maunya pesan kusus dari butik seperti pakaian pengantin kami nanti.
Padahal acara lamarannya saja belum terjadi, tapi beberapa hari yang lalu Mas Lukman sudah menghubungi temannya yang memiliki butik kusus pakaian pengantin. Bukankah itu artinya tanggal pernikahan juga belum di tentukan?
Tapi aku senang, karena itu membuktikan bahwa Mas Lukman memang benar-benar mencintaiku. Kami baru 7 bulan menjalin hubungan, bertemu orangtua masing-masing saja masih bisa di hitung dengan jari mengingat kami sama-sama sibuk dalam pekerjaan masing-masing. Aku seorang teller di sebuah bank Swasta di kotaku, sementara Mas Lukman berpangkat Briptu yang aktif di Kesatuan Polantas Polri. Terkadang karena pekerjaannya aku bahkan merasa tersiksa karena kami jadi jarang bertemu, paling kami hanya bisa bertegur sapa selepas subuh selama beberapa menit melalui video call, kalau sempat. Kalau waktunya mepet ya hanya teleponan saja.
"Tapi ini cocok dengan warna kulitmu!"
"Kamu kan tahu seleraku mas,"
"Ok, mas ngikut aja deh!" sahutnya menyerah, "oya dek, kamu sudah melengkapi berkas-berkas data yang aku minta?" tanyanya tiba-tiba. Ya, karena Mas Lukman adalah pengabdi negara maka memerlukan data-data lengkap calon istrinya juga, sampai ke silsilahnya.
"Maaf mas, belum lengkap semua sepertinya!" sahutku sambil menoleh padanya dan berhenti memilih-milih pakaian, "datanya masih di pegang bapak Mas, mungkin masih perlu mendetail lagi!"
"Tapi jangan terlalu lama, agar mas bisa segera mengajukannya!" pintanya dengan mimik yang lucu. Meski gurat-gurat tegas tetap tak bisa hilang dari rautnya. Aku pun tersenyum membesarkan hatinya, "segera ku usahakan!"
Setelah menemukan setelan yang cocok kami mencari makanan lebih dulu, mumpung hari ini ia free lalu jalan-jalan sebentar. Setelah itu kami menuju rumahku yang letak desanya lumayan memakan waktu dari pusat kota, memang dari rumah ke tempat kerjaku saja aku membutuhkan waktu lebih dari satu jam menggunakan motor. Tadinya sempat mau ngekost di dekat kerjaan tapi bapak sama ibu tidak mengijinkan, jadi ya aku harus ekstra bangun pagi tiap hari di jam kerja agar tidak terlambat.
Memasuki desa tiba-tiba jantungku berderap tidak karuan, aku pun tak mengerti kenapa? Mas Lukman mengetahui kegelisahanku.