Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

The Broken Wings of Angel ~ The Wedding #Part 41

25 Februari 2016   00:37 Diperbarui: 27 Februari 2016   23:38 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Wedding Ring and Flower, Suttherstock"][/caption]

 

Sebelumnya, The Wedding #Part 40

 

Liana masih diam di tempatnya, berlutut di depan Anthony yang menunggunya untuk melakukan perintahnya. Ia menatap wajah Anthony dengan sedikit mendongak, pria itu tersenyum sinis menikmati suasana yang di ciptakannya. Sebesar itukah dendamnya?

"Kau masih hanya akan diam saja seperti itu, kau tidak dengar apa yang ku katakan?" suaranya memecah keheningan yang menggumuli waktu di antara mereka selama beberapa saat lalu.

"Kau tidak akan mendapatkan itu Anthony, Liana tidak akan melakukannya!" seru Rizal yang menatapnya tajam lalu menoleh pada Liana yang tetap bergeming, "kau tak akan lakukan itu kan Liana, kau tidak boleh lakukan itu. Apapun yang terjadi, jangan pernah lakukan itu!"

Anthony menoleh pada Rizal, "kau terlalu banyak bicara," hardiknya lalu menoleh anak buahnya, "potong lidahnya!" perintahnya, salah seorang dari mereka langsung menghampiri Rizal, menangkup wajahnya untuk memaksanya membuka mulutnya. Heru memainkan sebilah pisau runcing nan mengkilat yang sedari tadi ia letakan di leher Rizal, Rizal kian berusaha meronta dari tawanan beberapa orang itu.

Liana mulai panik melihatnya, "hentikan itu!" pintanya, Anthony kembali menatapnya, "dia harus di beri pelajaran agar tidak ikut campur urusan orang!" sahutnya, Liana menggeleng. Rizal masih terus berusaha meronta, tapi posisinya kini tak berkutik, mulutnya sudah terbuka oleh cengkraman tangan orang itu,

"Kau memang bedebah, Anthony!" umpat Nicky. Akhirnya ia kembali membuka suara, membuat orang-orang itu berhenti memaksa Rizal. Anthony juga menatapnya, "aku, benarkah?" sahutnya dengan senyum cibiran, keluar tawa dari mulutnya, dan itu justru membuat Nicky kian muak.

Tawa itu lenyap seketika, wajahnya berubah cukup serius, "setidaknya aku tidak menyia-nyiakan istriku!" katanya membuat Nicky melotot, Anthony menikmati ekspresi Nicky, lalu ia kembali ke wajah Liana, "oya, apakah kau sempat memberitahu Nicky tentang masalalu kita?" tanyanya.

Liana melotot, begitu pun Nicky.

Apa? Masalalu mereka, apa maksudnya itu..., benarkah Liana dan Anthony memiliki masalalu yang tak ku ketahui, bagaimana bisa?

Mata Nicky beralih ke Liana yang matanya tak mengarah kepada siapapun, "tapi tak apa!" lanjut Anthony, "tidak penting suamimu tahu atau tidak, iya kan?" ia mengantongi salah satu tangannya dengan tenang. Tentu ia bersikap tenang, saat ini ia yang menguasai keadaan.

"Tapi Liana, aku sudah terlalu lama menunggu. Dan aku tidak suka menunggu lagi, kau masih akan diam saja, atau...," karena Liana masih tak bereaksi maka Anthony memberi isyarat mata kepada anak buahnya yang langsung di mengerti oleh mereka.

Orang-orang itu langsung menghampiri Nicky dan memukulinya lagi dengan kedua tangan Nicky masih di pegangi dua orang di sisi kanan kirinya, sedikit di belakangnya. Liana sangat terkejut dengan hal itu, ia tak menyangka kalau Anthony akan melakukan itu. Rizal kembali meronta, apalagi orang yang tadi mencengkeram mulutnya ikut memukuli Nicky membuatnya mudah meronta, tapi sayangnya ia di hentikan oleh sesuatu yang dingin menempel lehernya. Membuatnya sedikit mendongak karena pisau itu menempel tepat di bawah dagunya, rasa perih ia rasakan ketika pisau itu di tekan hingga merobek kulitnya. Memang tidak dalam tapi cukup membuat darahnya menetes pelan. Sementara wajah Nicky masih terlempar kesana-kemari oleh hantaman beberapa orang, membuat Liana kian panik. Apalagi saat keluar cipratan darah dari mulut Nicky ketika seseorang menghantam perutnya dengan kencang. Liana bisa melihat wajahnya dari sela-sela tubuh beberapa orang yang mengeroyoknya, wajah Nicky berantakan sekali dengan bilur-bilur lebam dan robekan-robekan kecil yang mengeluarkan cairan merah kental.

Airmata Liana mengalir deras tanpa bisa di bendungnya, keadaan Nicky sudah cukup lemah. Ia tak mungkin membiarkan orang-orang itu memukulinya sampai mati, iapun kembali menatap Anthony.

"Cukup, hentikan mereka aku mohon!" pintanya, "mereka bisa membunuhnya!" serunya, dengan santai Anthony kembali menatap Liana, "mereka sedang bersenang-senang!" sahutnya enteng. Liana menggeleng pelan, sekali lagi ia menatap Nicky untuk sejenak sebelum kembali ke Anthony, "aku akan bersujud padamu, aku akan melakukannya!" katanya menyanggupi dalam tangis.

Anthony terdiam, menatap dalam wajah Liana yang memelas padanya, perlahan ia mengangkat tangannya untuk menghentikan aksi anak buahnya, Heru yang mengerti isyarat itu memanggil salah satu temannya yang sedang menghajar Nicky untuk berhenti. Orang itu mengerti lalu tak melanjutkan aksinya, yang lainpun ikut berhenti dan kembali menepi. Membiarkan ruang agar Liana mampu melihat bagaimana keadaan suaminya, kepala Nicky terkulai, menunduk ke bawah dengan lemah. Terlihat darah menetes ke lantai, sepertinya berasal dari hidungnya. Liana menatapnya dengan linangan airmata, bagaimana pun ia tak bisa melihat Nicky seperti itu.

Nicky mengatur nafasnya setelah beberapa menit tak mampu bernafas oleh serangan orang-orang itu, seluruh tulang belulangnya memang terasa remuk, tapi ia bisa mendengar isak tangis istrinya yang ia rasakan sedang memandanginya. Tapi bukan dalam keadaan seperti itu yang ia inginkan, lemah, tak mampu berbuat apapun. Ia mengangkat kepalanya perlahan, pandangannya terasa sedikit kabur, ia mengerjap dan menggeleng pelan untuk mencerahkannya. Melihat Nicky mengangkat kepalanya Liana segera mengalihkan pandangannya.

"Tunggu apalagi, Liana. Aku tak suka mengulangi kata-kataku!" katanya mengingatkan, "tidak Liana!" seru Rizal yang masih dalam posisinya mendongak dengan pisau di lehernya.

Nicky mulai bisa mengarahkan pandangannya ke wajah Liana yang mulai menundukan kepalanya, ia berharap wanita itu menoleh padanya untuk meminta persetujuannya. Tapi wanita itu memilih untuk mengambil keputusan sendiri, Nicky menggerakan mulutnya untuk berteriak mencegah agar Liana tak lakukan permintaan Anthony, tapi tenggorokannya seperti tercekat, kering, sakit. Sulit untuk mengucap. Ia hanya bisa menggerutu geram menyaksikan apa yang tengah Liana lakukan. Hatinya cukup pedih melihatnya, buliran bening mengalir dari sudut matanya, menyatu dengan bercak-bercak darah di wajahnya hingga menetes merah di lantai. Ia menggeleng pelan, dan airmatanya mengalir lagi ketika Liana menaruh wajahnya di sepatu Anthony. Wanita itu benar-benar bersujud dan mencium kaki Anthony, menciptakan kepedihan di hatinya. Tapi ia tak berusaha menutup matanya, ia tak mungkin menutup matanya dengan apa yang istrinya lakukan untuknya, untuk menyelamatkan nyawanya. Ia mengepalkan tinjunya perlahan, mengumpulkan sisa-sisa tenaganya.

Cukup!

Cukup Liana menjadi bahan mainan pria itu, ia tidak akan membiarkan Anthony memperlakukan istrinya seenaknya. Ia mengambil nafas dalam untuk mendapatkan kembali tenaganya, ia tidak akan membiarkan Liana mengorbankan diri untuk menyelamatkan nyawanya, karena ialah yang harus menyelamatkan wanita itu, bukankah ia adalah suaminya!

Anthony tersenyum puas, "itu manis sekali!" desisnya dalam nada kemenangan, Rizalpun mengepalkan tinjunya dengan keras, tapi ia tetap bertahan untuk sementara waktu agar pisau di lehernya itu menyingkir, ia tak mungkin membiarkan dirinya mati sekarang atau ia tidak akan bisa menyelamatkan Liana.

* * *

"Lo yakin itu orang yang waktu itu?" seru Panjul yang baru saja turun dari angkot yang ia parkir tak jauh dari kediaman Liana, ia segera datang ketika Rino menelponnya, "gue yakin betul, tuh lihat!" tunjuknya pada mobil Audi hitam milik Anthony yang masih ia ingat.

"Sialan!" maki Panjul,

"Tapi sepertinya tuh orang bawa kacung banyak banget, klo kita langsung masuk kita nggak akan menang!"

"Tapi kita nggak bisa diem aja!" seru Panjul seraya melangkab, Rino menahan lengannya, "lo mau kemana?" tanyanya, Panjul menatapnya kesal.

"Ya nolongin Rizal!"

"Lo jangan gila ya, mending kita cari bantuan dulu!" saran Rino, Panjul terdiam. Rino benar juga, mereka harus cari bantuan, "kalau gitu telepon polisi!" suruh Panjul.

"O iya, kenapa gue nggak kepikiran ya!" sahutnya menggaruk lehernya, Panjul menatapnya aneh dan kesal, Rino menyadari itu lalu bertanya, "kenapa?"

"Tunggu apa lagi, ya telepon polisi sekarang!"

"Gue?"

"Pulsa gue abis, bego'." umpatnya, Rino segera merogoh saku celana yang usang itu sementara Panjul mulai mengendap.

Anthony menarik Liana hingga berdiri, menyilakan rambutnya yang tergerai, menyeka airmatanya. Bersikap manis, "nah..., begitu kan lebih baik. Kalau kau melakukannya lebih awal, tidak akan ada yang terluka!" katanya memutar kepala Liana ke arah Nicky dan Rizal yang berjejer, "tidak pembantumu, tidak juga suamimu!" lirihnya di telinga Liana.

Liana hanya menggerutu dalam tangisnya, matanya bertemu dengan mata Nicky. Anthony bergeser ke belakang Liana, menaruh kedua tangannya di pundak wanita itu, "siapa yang akan kau selamatkan lebih dulu, Rizal..., atau Nicky. Kau harus memilih salah satunya!" katanya sambil membelai pundaknya,

Memilih salah satunya?

Ia tak mungkin membiarkan Nicky terbunuh, tapi ia juga tak bisa membiarkan Rizal yang mati. Iapun menggeleng pelan, Anthony tahu wanita itu tidak mungkin memilih.

"Ok, kita ubah rencana saja. Kita lihat..., apa yang akan Nicky lakukan untuk menghentikanku?" bisiknya di telinga Liana sambil membelai lengan Liana menurun hingga merambat ke pinggangnya, melihat hal itu darah Nicky benar-benar memanas, ia tidak akan membiarkan pria itu mempermainkan Liana lagi, atau merendahkannya, sekuat tenaga ia mengepalkan tinjunya, memutar lengannya dengan cepat sehingga kedua orang yang memegangnya tersentak, ia tak memberi kesempatan, ia langsung meraih salah seorang di sisinya dan membantingnya ke lantai.

Anthony terkejut dengan langkah Nicky, Heru dan yang lainnya juga tercengang, tanpa sadar Heru mengendurkan pisaunya dari leher Rizal hingga Rizal leluasa bergerak. Tenaganya yang masih tersimpan banyak ketimbang Nicky, segera ia gunakan untuk membalas perbuatan orang-orang itu, dengan apa yang terjadi pada Liana, ternyata hal itu membuat kekuatan Nicky dan Rizal bertambah karena amarah. Mereka menghajar orang-orang itu kini dengan lebih garang.

Melihat hal itu, Anthony segera menyeret Liana untuk meninggalkan ruangan. Sayangnya, langkahnya harus terhenti oleh dua orang yang muncul di ambang pintu.

"Hei, ketemu lagi!" sapa Rino seolah mengejek,

Anthony mengenali mereka, tentu saja, secara sudah sering bertemu, secara langsung ataupun tidak. Panjul dan Rino segera menyerangnya, iapun harus melepaskan Liana dan meladeni dua cecunguk itu.

Liana mundur, pertarungan itu cukup sengit. Di dalam kamar Nicky dan Rizal sedang bertarung menghadapi lebih dari enam orang, sementara di ruang tamu, Panjul dan Rino bertarung dengan Anthony. Liana berdiri di dekat pintu yang menghubungkan ruang tamu dengan kamarnya.

Pyarr!

Liana melonjak oleh suara yang ternyata berasal dari jendela berkaca setelah di tembus dengan tubuh seseorang yang terlempar keluar, beberapa orang lalu meloncat dari jendela itu untuk melarikan diri. Rizal mengejarnya sementara Nicky menghadapi Heru dan satu yang lainnya. Dua orang lagi berlari melewati Liana dan ruang tamu untuk melarikan diri pula. Panjul yang sedang bekerja sama dengan Rino melawan Anthony pun harus mengejar mereka melalui pintu depan. Meski di ruang tamu Anthony dan Rino sedang bertarung tetapi yang menjadi perhatian Liana tentu saja pertarungan Nicky di dalam kamar.

Liana celingukan karena Nicky sedikit kewelahan dengan kondisinya, saat ini Nicky sedang melawan Heru, tapi yang satunya lagi yang baru saja bangkit dari lantai bersiap menerjangnya dari belakang. Liana segera memungut kursi kayu di dalam ruangan itu yang biasanya ia duduki ketika menyisir ramhutnya di depan kaca, iapun berjalan menghantamkan kursi itu ke kepala orang yang hendak menyerang Nicky.

Nicky menoleh mendengar suara itu, ia menemukan Liana dengan potongan kaki kursi kayu yang mulai melapuk itu. Mata mereka berpandangan, tapi Nicky segera menoleh dengan suara Heru yang hendak menyerangnya lagi. Liana pun mundur ketika Nicky dan Heru kembali bertarung.

Rino membentur meja dan tersungkur ke lantai, ia masih bernafas. Anthony menghampirinya, ketika Rino mulai bangkit, ia menendang kepala Rino hingga telentang di lantai, ia tak memberi kesempatan. Segera saja ia menendang perut dan dada Rino berkali-kali dan di akhiri dengan tendangan di kepala yang membuat Rino tak sadarkan diri. Melihat lawannya sudah KO, Anthony menatap ke dalam, ia melangkah ke sana. Liana menoleh seketika dengan kehadiran Anthony kembali ke ruangan, ia mundur pelan.

Anthony segera menjambak rambutnya keras, "argh!" raungnya seketika, "permainan belum selesai sayang, ayo kita lanjutkan!" desisnya, Liana menghantam dada Anthony dengan sikunya, membuat pria itu tersentak dan melepaskan cengkramannya. Liana segera berlari tapi Anthony lebih sigap menangkapnya lagi, tubuh Liana di hempaskan ke lantai dengan kencang.

"Argh!"

Nicky menoleh dengan raungan itu, membuatnya harus terkena hantaman Heru. Tapi ia segera membalas dengan lebih garang karena saat ini Anthony kembali menguasai Liana. Amarah yang memuncak membuatnya mampu mengalahkan Heru hingga terkapar.

Anthony kembali menarik rambut Liana yang masih tersungkur di lantai, "jika aku tak bisa mendapatkanmu, maka tak seorangpun bisa. Kau harus mati!" serunya,

"Lepaskan tanganmu darinya Anthony, dia bukan lawanmu!"

Baik Anthony maupun Liana menoleh, Anthony segera melepaskan Liana lalu berdiri, "sepertinya aku memang harus membunuhmu lebih dulu!" katanya lalu menyerang Nicky. Sementara di luarpun terjadi perkelahian, beberapa warga yang kebetulan berada di rumah mengintip dan malah ada yang menonton.

Tenaga Anthony rupanya tak sebanding dengan Nicky yang sedang di kuasai amarah, pria itu berhasil di hantam bertubi-tubi bahkan di banting ke tembok, ke lemari hingga kepalanya berdarah, lalu tersungkur tak sadarkan diri. Entah masih hidup atau tidak, Nicky tak peduli. Ia langsung menghampiri Liana yang berdiri menyaksikannya bertarung dengan panik, Nicky langsung menangkup wajah istrinya dengan kedua tangannya yang besar, "kau tidak apa-apa kan?" cemasnya lalu mengamati wajah dan tubuh wanita itu untuk memastikannya baik-baik saja. Liana haya diam dengan linangan airmata, ia bisa merasakan kecemasan Nicky.

"Maafkan aku!" ucap Nicky merengkuhnya ke dalam dekapannya, memeluknya erat seolah takut kehilangan. Liana benar-benar bisa merasakan kehangatan cinta Nicky melalui pelukan itu, bahkan ia juga merasakan kecupan lembut bibir Nicky di rambutnya hingga menembus lehernya untuk beberapa detik. Tapi benarkah Nicky setakut itu kehilangan dirinya? Liana memejamkan mata untuk meresapi perasaan itu. Jika itu memang benar, ia ingin selamanya seperti itu, berada dalam pelukan Nicky.

Anthony membuka matanya, kepalanya terasa pening karena terbentur lemari. Ia berusaha bangkit duduk, mengerjap beberapa kali, lalu menggeleng, ia malah menemukan Liana sedang berpelukan dengan Nicky. Darahnya masih saja mendidih rupanya, ia celingukan hingga menemukan sebilah pisau di lantai yang masih ternoda oleh darah Rizal ketika merobek lehernya. Iapun segera bangkit memungut pisau itu lalu berjalan cepat ke arah keduanya.

"Akh!"

Liana membuka matanya seketika saat ia mendengar suara tertahan itu, matanya langsung menemukan wajah Anthony di belakang Nicky.

---Bersambung.....---

 

• T.B.W.O.A Trilogi ~ The Wedding (second novel)

 

The Wedding #Part 42| The Wedding #Prologue

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun