"Hentikan, aku mohon..., suruh mereka berhenti!" pintanya, "menghentikan mereka?" sahut Anthony setengah berbisik, "apa yang akan kau berikan padaku sebagai gantinya?"
Liana sedikit memutar kepalanya, itu cukup sulit karena tangan Anthony masih mencengkeram rambutnya dengan kuat, "aku akan lakukan apapun yang kau mau!"
"Apapun, benarkah?" tukas Anthony meyakinkan,
"Hentikan mereka!" pintanya sekali lagi, sebutir airmata menggelinding di pipinya, Anthony menatap mata indah di depannya yang terlihat sungguh-sungguh, lalu ia menoleh ke arah anak buahnya yang sedang asyik dengan mainannya.
"Cukup!" serunya dengan cukup keras, orang-orang itu seketika menghentikan aksinya. Tubuh Nicky terabaikan di lantai, ia masih berusaha bergerak meski sendi-sendinya mulai terasa remuk. Dan dua orang segera memungut tubuhnya, membawanya berdampingan dengan Rizal yang masih dalam posisi berlutut, mereka berdua memegang masing-masing lengannya dan juga memposisikan tubuh Nicky seperti Rizal. Berlutut.
Anthony melepaskan Liana dari cengkramannya, sementara Nicky dengan perlahan mengangkat kepalanya yang mulai berdenyut dan pening. Liana menatap wajahnya, terlihat sebuah alur mengalir merah dari dahi Nicky hingga ke pipinya, wajahnya cukup berantakan.
"Jangan bernostalgia terus, masalah ini tidak akan selesai hanya dengan kalian saling tatap seperti itu!" seru Anthony memecah keheningan, "ayo Liana, kau berkata akan melakukan apapun yang aku mau. Kau tidak lupa kan?" nada Anthony cukup membuat Nicky dan Rizal geram, mereka ingin meronta tapi saat ini Nicky hampir kehabisan tenaga sementara Rizal merasakan sskit karena salah satu kakinya di injak dengan keras sampai terasa ngilu.
Liana memutar kepalanya ke arah Anthony, membalas tatapannya.
"Apa yang kau inginkan?" tanyanya tegas, Anthony tetap memasang senyum memuakan, "sederhana, kau hanya perlu berlutut padaku!" katanya memberitahu,
"Tidak Liana!" seru Rizal lantang,
Bukk!