Memang, aku belum pernah pacaran sebelumnya. Sampai-sampai teman-temanku pikir aku pacaran sama mamaku sendiri, mungkin otak mereka sudah tak waras.
"Gombal, buktinya..., kamu punya pacar saja dadakan banget kasih tahu mama. Nanti, dadakan juga kamu nikah lalu tinggalin mama!" mamaku memasang bibir manyunnya yang bikin aku gemes, bagaimana bisa aku tinggalin mama. Mama adalah segalanya bagiku, kalau mama tidak suka sama pacarku dan memintaku putus, mungkin aku juga tetap akan menurutinya daripada harus kehilangan mama.
Tapi sayangnya, saat ini aku nggak mungkin ninggalin Trisna. Ada sesuatu yang membuatku gak bisa ninggalin dia, aku gak mau jadi pria itu. Dan hari ini pertemuanku dengan keluarga Trisna adalah untuk melamarnya meski aku tahu dia masih duduk di bangku kuliah dan masih harus merampungkan empat semester lagi. Tapi aku ingin segera menikahinya.
"Ya nggak mungkinlah ma, mama itu my everything, lagian...dia gadis yang baik ma. Ken yakin, dia juga bakal sayang sama mama!"
"Hefff..., terserah kamu deh!"
Aku hanya menggeleng saja sambil tersenyum. Melanjutkan perjalanan ke sebuah restoran di daerah bilangan jakarta selatan, kami pun sampai di sana dengan aman. Begitu masuk ke restoran itu, aku celingukan mencari Trisna, tapi wajah cantiknya tak bisa aku temukan, malahan...,
Moodku tiba-tiba lenyap, mataku menangkap pemandangan yang tak ingin ku lihat. Pria itu, bersama keluarganya. Tepatnya bersama wanita yang merebutnya dari mama. Tapi tidak, memang pria itu saja yang brengsek. Terlihat, ada anak perempuan mereka yang juga cantik, tapi hanya satu. Anak perempuan yang satu lagi dan yang laki-laki mana? Ah, untuk apa aku peduli. Aku datang kesini bukan untuk mereka tapi untuk gadis pujaanku yang sebentar lagi akan ku pinang dalam waktu dekat setelah lamaran kecil ini.
Aku tak ingin mereka sadar kami di sini juga, tapi terlambat, mereka sudah melihat kami duluan. Tapi anehnya, saat ini mamaku biasa-biasa saja. Meski aku tahu, di balik tatapan tegar mama itu, tersimpan rasa cemburu yang masih menggebu, bagaimana tidak. Aku tahu sampai detik ini mama masih mencintai pria itu, meski sudah di sia-siakan.
Jadi mama berjalan mendekati meja mereka, aku pun mengikuti saja. Aku ingin tahu mama mau apa?
"Wah..., sedang berkumpul!" sapa mama, mereka semua diam. Padahal aku tak mau melihat mereka, karena itu membuat perutku mual dan ingin muntah. Apalagi dengan sikap pamer wanita itu yang seolah sok menguasai pria di sampingnya, padahal diapun di selingkuhi juga.
"Ma, kita kesini bukan untuk mereka. Lebih baik kita cari tempat lain!" bujuku, mungkin Trisna belum datang karena macet atau apa, "lagian perutku mendadak mual banget, mau muntah rasanya!" ketusku. Sepertinya mereka mengerti apa maksudku, pria itu langsung bangkit dari duduknya.