* * *
Liana berjalan pelan di sebuah jalanan yang sepi, sebenarnya kakinya sudah lelah untuk melangkah tapi ia tak tahu harus kemana. Matahari semakin terik saja, membuat keringat bermunculan di seluruh tubuhnya, kepalanya juga sedikit pusing. Tapi ia masih bertahan untuk melangkahkan kakinya.
Ia sengaja ingin mencapai tempat yang mungkin sulit untuk di temukan, tapi dimana? Ia sendiri bingung, tapi ia juga tak ingin menyerah. Dulu saja ia bisa bertahan, kenapa sekarang tidak? Ia harus bisa mencari tempat untuk tinggal lalu bertahan hidup!
Ia berhenti untuk melepas lelah, duduk di pinggiran trotoar untuk bisa mengistirahatkan kakinya. Jika ia paksakan kakinya untik terus berjalan bisa-bisa ia kehilangan kaki itu. Ia pun menelonjorkan kedua kakinya, memukul-mukul lututnya pelan. Pegal juga rasanya, bahkan telapak kakinya juga serasa mau putus saja. Ia duduk agak lama di sana, sesekali mengelap keringat di dahinya dengan lengannya sendiri.
Hanya ada beberapa kendaraan yang lewat, cukup sepi, tak ada pejalan kaki lain. Iapun bangkit kembali, mulai melangkah ketika sebuah SUV berhenti di depannya, membuatnya sedikit melonjak karena kaget, pintu mobil itu terbuka dan muncul dua orang pria. Mata Liana melotot tajam, ia hendak memutar tubuhnya tapi dua pria itu sudah lebih cepat menggapai tubuhnya. Liana meronta-ronta ketika dua orang itu menyeretnya masuk ke dalam SUV, juga berteriak minta tolong, tapi mulutnya langsung di bekap oleh salah satu orang itu menggunakan tangannya. Mereka menyeretnya ke dalam dan langsung menutup pintu lalu melaju dengan kecepatan tinggi.
Liana masih terus meronta di dalam sana sebelum matanya bertemu dengan seseorang, ia terdiam seketika saat mendapati orang itu menatapnya tajam dengan sunggingan senyum yang memuakan. Nafas Liana yang terengah-engah berangsur stabil, tangan yang berada di mulutnya pun menyingkir tapi kedua lengannya masih di cengkeram dengan erat, bahkan hingga menimbulkan rasa sakit.
Liana mbalas tatapan orang itu dengan sama tajamnya, tapi saat ini otaknya sedang berjuang keras untuk mencari tahu siapakah dia? Rasanya tatapan matanya tidak asing, ia seperti pernah melihatnya.
"Melihatmu mulai tenang sepertinya kau sedang coba mengingat siapa aku, benar bukan?" kata pria itu, Liana tak menyahut hanya terus saja menatapnya.
"Kita memang belum pernah bertemu secara langsung, tapi aku sering melihatmu. Dan aku tahu siapa kau?"
Liana masih diam, tapi hatinya mulai berbicara, Apakah ini benar, sorot mata itu....., sama seperti miliknya?
"Jangan hanya menatapku!" katanya lalu melirik dua lelaki yang memegang lengan Liana, seolah mengerti dua pria itu segera melepaskan tangannya dari tubuh Liana. Liana segera menyusut ke tengah, pada dirinya sendiri.