Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi

The Broken Wings of Angel ~ The Wedding #Part 15

17 September 2015   14:18 Diperbarui: 29 Januari 2016   18:31 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebelumnya, The Wedding #Part 14

 

Selesai mengantar Johan Les piano mereka pergi untuk makan bersama, Sinta sengaja mengajak Liana ke sebuah restoran yang suasananya romantis untuk menyegarkan pikiran.

"Restoran ini sangat cocok untuk dinner romantis, lain kali kau harus mengajak Nicky kesini!"

Liana hanya tersenyum simpul, mengenai bujukan Sinta. Sebenarnya boleh juga, mereka tidak pernah dinner di luar selama ini, mungkin itu bisa memperbaiki hubungan mereka. Tapi.....kok rasanya aneh jika dirinya yang mengajak Nicky untuk pergi keluar, itu agresif sekali, lagipula belum tentu Nicky akan suka dengan sikapnya yang seperti itu.

Sementara Nicky sedang pesta bersama Ian di kapal, ada empat wanita bersamanya, dua bersama Ian dua lagi di sisi kanan dan kiri Nicky. Menuangkan minuman untuk Nicky, keduanya mencoba bersikap semanis mungkin. Tapi Nicky tetap saja dingin, tak menyentuh mereka meski mereka menggelayut padanya. Ia melirik Ian yang tengah asyik menggerayangi dan menghujami Frenchkiss kepada dua wanita yang bersamanya, rasanya ia tak akan bertahan lama berada di ruangan itu. Setan-setannya terlalu kuat, maka iapun bangkit dari duduknya,

"Hei Nicky, kau mau kemana?"

"Mungkin aku akan ikut menghadiri acara Andrew saja,"

"Kita masih punya pesta di sini, jangan abaikan dua bidadari itu. Kasihan mereka,"

Nicky menatap Ian sesaat, lalu berbalik, melambaikan tangannya, "untukmu saja!" katanya meninggalkan ruangan itu, "hei!" panggil Ian tetapi Nicky sudah menghilang di balik pintu, ia sedikit banyak minum membuat jalannya jadi sedikit limbung. Tapi untungnya ia masih sadar, hingga mampu bergabung di acara Andrew.

Liana keluar dari toilet wanita, is berjalan sedikit menunduk karena mengelap bajunya yang sedikit basah oleh cipratan air saat cuci tangan tadi.

Brukk!

Tubuhnya terpental ke belakang di dekat pintu menuju ruang restoran, untungnya tangan seseorang langsung menggapainya hingga dirinya tak terjerembat ke lantai. Mereka bertatapan lama, dan di buyarkan oleh suara seseorang yang hendak lewat, "maaf!"

Keduanya tersadar lalu saling melepaskan diri, "maaf!" desis Anthony, "aku menabrakmu!" lanjutnya, "tak apa-apa, aku juga tidak terlalu memperhatikan jalan!" sahut Liana.

"Sedang apa di sini?" tanyanya sok akrab, Liana tertegun. Anthony langsung menyadarinya, "oh iya, kita belum saling kenal, tapi setidaknya aku tahu sedang berhadapan dengan siapa," ia menyodorkan tangannya, "Anthony!" Liana menatap uluran tangan itu. Seakan ragu untuk menyambutnya, tapi iapun tetap menjabat tangan pria itu seraya membuka mulutnya, sayangnya sudah keburu di potong,

"Liana, nyonya besar Harris. Iya kan?"

"Eh..., "

"Aku rekan bisnis suamimu, sebenarnya tempo hari di pesta aku melihatmu. Tapi karena kalian terlihat sibuk aku jadi tidak enak mengganggu!" Liana tak menyahut, "anehnya aku selalu menabrakmu!" lanjutnya.

Liana jadi ingat bahwa pria di hadapannya adalah pria yang menabraknya tempo hari di dekat ruko, "apakah kau datang bersama Nicky?" tanyanya kemudian.

"Aku....bersama temanku,"

"Ouh!"

"Apa kau berangkat sendiri?" tanyanya lagi, ia berharap wanita itu berkata ya jadi ia punya kesempatan untuk mengantarnya, "tidak, aku bersama Sinta. Lagipula....Nicky tidak akan mengijinkanku keluar sendiri!"

"Tidak mengijinkan?"

Liana langsung sadar, mungkin orang ini akan berfikir yang tidak-tidak. Maka iapun menjelaskan sedikit, "belakangan terjadi hal buruk, jadi.... Nicky bilang aku akan lebih aman jika tak keluar sendiri!"

"Begitu!"

"Maaf, ku rasa temanku sudah menunggu!"

"Ya, silahkan!" sahut Anthony memberi jalan agar Liana bisa lewat. Pria itu memperhatikan Liana yang berjalan sedikit terseret,

"Maaf Sin, lama ya!"

"Ah, biasa, wanita kalau ke toilet memang lama kan. Bagaimana kalau besok kita pergi, temani aku mencari tempat ya!" pinta Sinta, "besok?" desis Liana.

"Apa besok kau punya acara dengan Nicky?"

"Tidak sih!"

* * *

Sekitar jam 8 malam Ian ikut turun ke pesta sang kakak, ia celingukan mencari temannya. Tapi tak menemukannya, Nicky tak mungkin pulang, mau pulang pake apa, sekoci? Ian hanya melihat kakaknya yang sedang ngobrol dengan beberapa teman.

Ivana yang datang mendampingi Omnya, menghampiri Nicky ketika melihat pria itu juga ada di sana.

"Kau ada di sini juga, apa kau ada di sini bersama istrimu?"

"Aku hanya kebetulan sedang main dengan Ian!"

"Oh iya, kau kan berteman baik dengan Ian. Aku lupa, jadi....kau datang sendiri!"

Nicky tak menyahut, ia menenggak cairan yang di dalam gelas di genggamannya.

"Ndrew, sorry mengganggumu. Kau lihat Nicky?"

"Tadi aku ngobrol sebentar dengannya, tapi sepertinya temanmu sedang ada masalah jadi mungkin dia sedang menenangkan diri di meja bar!"

Tanpa bilang apapun ia menghampiri dimana Nicky berada.

Liana memasuki rumah dengan sedikit tergesa, tetapi ia tak melihat ada mobil Nicky di parkiran. Iapun mencari Jaya di ruang kerja kakek Willy. Ia membuka pintu itu begitu saja, pria yang rambutnya mulai memutih itu menoleh, "nyonya, anda sudah pulang?"

"Apa Nicky sudah pulang Jay?"

"Belum nyonya,"

"Ouh!" desisnya kecewa, "kalau dia pulang tolong beritahu aku ya!" pintanya, Jaya mengangguk. Setelah Liana menutup pintu ia kembali ke layar pc di depannya. Ia masih sibuk mengontrol perkembangan Harris Group, itu masih menjadi tugas utamanya meski ia tak lagi pergi ke kantor sejak William menunjuk Nicky untuk menjadi wakilnya dulu.

Liana berjalan lunglai ke kamarnya, apakah Nicky masih marah besar hingga jam segini belum pulang. Kalau sedang kesal dia pasti akan pulang larut malam. Sementara Jaya menelponnya, tetapi sama sekali tak dapat tanggapan. Bahkan setelah itu hpnya mati, tak bisa di hubungi.

"Di sini rupanya!" seru Ian lalu melirik Ivana, "hei Ivana, lama juga tak bertemu!" sapanya terhadap wanita itu. "hai Yan!" sahut Ivana.

"Wah....ganggu nih aku!"

"Tentu saja tidak," sahut Nicky untuk menjelaskan bahwa dirinya tak punya hubungan lagi dengan Ivana, itu bagi Nicky tapi tidak dengan Ivana. Dia memang terlihat memasang muka kesal ketika Ian menghampirinya. Ian duduk di samping Nicky, menatap seorang wanita cantik di belakang meja bar.

"Hei manis, satu gelas...biasa!" katanya lembut, wanita itu langsung mengerti seperti sudah paham pesanan Ian. Dengan cepat wanita itu meracik minuman Ian dan menyodorkannya, Ian menarik tangannya lalu mengecup pipinya, "terima kasih!" bisiknya, "plakk!"

Sebuah tamparan sedikit keras mendarat di pipinya, wanita itu menjauh lalu memungut sesuatu, sepertinya pesanan orang lain. "lembutlah sesekali Casandra!" keluhnya, itu namanya, sesuai dengan parasnya yang rupawan. Ian memang sempat kencan beberapa kali dengannya.

Liana mulai mondar-mandir di dalam rumahnya, ia bahkan ke halaman depan hanya untuk menunggu Nicky pulang, lalu ia berjalan ke belakang.

"Lebih baik kau istirahat dulu, Liana. Mungkin Nicky akan pulang larut!" seru Rizal, "tidak Jal, aku harus menunggunya pulang, aku ingin menjelaskan kesalahpahamannya ini!"

"Mungkin besok kau bisa menjelaskannya!"

"Aku akan menunggunya!" tegasnya lalu duduk di sofa, memungut bantal dan memangkunya. Rizal masih berdiri tak jauh darinya, Liana melirik, "Jal, lebih baik kau istirahat saja. Aku tidak mau Nicky salah paham lagi jika dia pulang nanti dan melihatmu menemaniku di sini!" pintanya, memang sedikit kasar, tapi Rizal bisa mengerti hal itu. Iapun beranjak tanpa sepatah katapun.

Liana masih duduk termangu menunggu Nicky.

Nicky sendiri mulai banyak minum hingga mulai membuatnya teler, Ian kembali dengan para gadisnya sementara Nicky di temani Ivana menghabisnya beberapa botol. Malam semakin larut, feri itu memang sudah merapat dua jam lalu, tetapi Nicky masih betah di meja bar hingga hampir tak sadarkan diri.

"Nyonya, lebih baik kau masuk saja ke dalam kamar. Nanti bisa sakit jika menunggu tuan di sini!"

"Tidak Jay, aku akan menunggu Nicky di sini!" tolaknya, Liana masih keukeuh duduk di sofa hingga terlelap. Jaya menyelimutinya dan memberinya bantal.

* * *

"Ehmffff.....," lenguh Nicky seraya menggerakan tubuhnya. Ia merasa seluruh sendinya pegal, mungkin karena terlalu banyak minum hingga tak sadarkan diri. Iapun membalikan tubuhnya lalu bangkit duduk dengan mata yang masih sayu.

"Kau sudah bangun!"

Suara seorang wanita membuatnya terbeliak, ia terpaksa membuka matanya lebar sekali. Tak jauh darinya, sedang duduk di sofa, Ivana ada di hadapannya hanya mengenakan robe, rambutnya basah. Lalu Nicky melihat dirinya sendiri yang ternyata tak memakai apa-apa kecuali selimut yang menutupi tubuhnya. Ia mengernyit, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, tetapi ia tak ingat apapun selain minum di temani Ivana. Nicky mengangkat matanya ke arah Ivana, "apa yang terjadi?" desisnya.

"Kenapa pertanyaanmu aneh?" sahut Ivana dengan senyum kecil, "dulu kau tak pernah bertanya seperti itu!" Ivana menghampirinya.

"Aku serius Ivana, apa yang terjadi?"

"Kau sungguh tidak ingat apa yang kita lakukan?"

"Kita lakukan, apa maksudmu?"

"Kita hanya melepas kerinduan yang sudah lama terbengkalai!" katanya duduk di sampingnya, menyandarkan dirinya di bahu Nicky, tetapi Nicky segera menyingkirkannya seraya berseru, "tidak, itu tidak mungkin!" lantangnya, Ivana terkejut dengan sshutannya.

"Ini tidak mungkin Ivana!"

"Apa yang tidak mungkin, kau bahkan merayuku. Apa kau juga tidak ingat itu?" teriak Ivana, "aku memang mabuk, tapi aku yakin tidak melakukan apapun denganmu!" sanggahnya,

"Kau mabuk berat Nicky, mana kau tahu apa saja yang kau lakukan?"

"Tidak, ini pasti perbuatanmu!"

Plakk!

Wajah Nicky terlempar ke samping seketika oleh dorongan keras telapak tangan Ivana, membungkam mulutnya seketika, Ivana menatapnya tajam dengan nafas sedikit tak teratur.

"Aku diam saja saat kau menganggapku sebagai istrimu, Nicky. Itu karena aku masih mencintaimu, tapi...aku tidak suka kau menuduhku seperti itu!" teriaknya, "apa kau tahu, hatiku sakit saat kau memanggilku dengan sebutan Liana ketika kau mencumbuku!"

Nicky memutar kepalanya ke arah Ivana, menatapnya tajam tanpa berkata apapun. Apakah semua ini benar, tidak! Ia ingin menyangkalnya, tetapi Ivana benar, dirinya sedang mabuk berat. Dan dalam keadaan marah terhadap istrinya, hal buruk bisa saja terjadi kan?

* * * * *

• T.B.W.O.A ~ The Wedding (secind novel)

The Wedding #Part 16

The Wedding #Prolouge

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun