Lucas menemui Nadine di ruangannya, ia memakai jubah dokter dan masker wajah agar tak di kenali. Ia memandang dalam wajah wanita itu yang masih terlihat pucat, dengan selang di lubang hidungnya. Perlahan ia mendekat,
"Apa kamu bisa mendengarku?" desisnya, tapi ia tahu Nadine tak bisa mendengarnya, "kenapa kamu begitu lemah, membiarkan semua ini terjadi?" geram Lucas,
"Aku mohon bangunlah Nadine, hanya kamu yang bisa membantu Alisa. Aku sudah sangat putus asa, karena aku tak punya apapun untuk bisa membelanya!" tapi Nadine tetap tak bereaksi, Lucas memandangnya bertambah dalam, berharap wanita itu bergerak dan membuka mata.
"Demi Tuhan Nadine, bangunlah jika kamu tidak ingin menyesal!" suruhnya, ia mulai gregetan. "kalau kamu menganggap Alisa sebagai temanmu, maka bangunkan dan selamatkan dia. Jika tidak....aku bahkan tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Kamu tahu kebenarannya, sekarang aku hanya bisa mengandalkanmu!" desis Lucas kembali melembut, sekali lagi di tatapnya wajah wanita itu sebelum dirinya beranjak.
Ketika Lucas keluar, jermari Nadine bergerak pelan. Hanya satu gerakan, seolah ia bisa merasakan apa yang ada di sekitarnya. Bola matanya juga terlihat bergerak di balik kantung mata yang terkatup. Ridwan memasuki lobi rumah saki, sementara Lucas keluar dari lift. Tetapi karena Lucas masih memakai jubah dokter dan masker, maka Ridwan tidak mengenalinya.
* * *
Ryan memandang Cheryl dari luar ruangan, dan sekarang saat ini ia bingung. Di depannya ada seorang wanita yang sedang menderita karena perbuatannya sendiri, dan di tempat lain ada seseorang yang harus menerima hukuman dari perbuatan wanita yang ada di depannya. Tetapi Alisa benar, kalau pun ia maju sebagai saksi, ia sendiri tidak memiliki bukti bahwa Cheryllah pelakunya, kecuali Nadine sadar dari komanya.
Ruang sidang sudah penuh, semuanya terdiam. Alisa duduk di kursi terdakwa. Dari semua yang bisa Lucas kumpulkan ternyata memang tak bisa membantu apapun, tetapi ia tetap memberikan pembelaan terhadap wanita itu.
Saat ini Ridwan duduk di kursi sebagai saksi, beberapa pertanyaan di lemparkan oleh jaksa kepadanya. Hingga sampai pertanyaan yang terpenting di sana,
"Anda mengaku bahwa terdakwa pernah mengancam, apakah itu benar?" tanya jaksa penuntut. "iya!" sahutnya. Ponsel Nadine yang berisi pesan ancaman dari nomor Alisa melalui sms juga di serahkan sebagai barang bukti, pesan itu masih belum terhapus. Dan setelah di cek, memang itu berasal dari nomor Alisa.
"Apakah ada saksi saat itu ketika terdakwa mengancam hendak membunuh korban?"