Nama kakek yang biasa di panggil M.T. Purnomo memang tidak asing di telingaku, ku buka lembaran demi lembaran, perlahan ku baca setiap goresan tinta yang tertuang. Teliti, dan hati-hati.
Aku tidak mau sampai ada satu hurufpun yang terlewati, kertas kuning yang usang itupun basah.
Oleh airmataku,
Aku sesenggukan, tersedu, sampai sulit bernafas.
"Kakek!" desisku pedih.
Kakek memang di tangkap bersama kelompoknya saat mereka sedang merencakan pemberontakan terhadap pemerintahan saat itu, sebuah organisasi radikal kecil berpaham komunis di desa kami. Mereka di tangkap dengan tidak manusiawi, di beri siksa tahanan, lalu di beri hukuman mati. Karena kakek di anggap sebagai ketua organisasi itu, itu semua memang benar, setidaknya seperti itulah isu yang menyebar. Dan ternyata.....
Kakek tidak seperti itu, kakek adalah seorang prajurit berani mati yang di pimpin oleh seorang perwira. Ia mendapat tugas untuk menyelidiki beberapa organisasi kecil yang saat itu sedang merebak, dan kakek menemukan sebuah organisasi yang di rasanya sangat janggal. Ia seperti pernah melihat salah satu atasannya di antara organisasi itu, iapun melapor pada petingginya tetapi tidak di percayai. Maka kakekpun bertindak sendiri, ia memasuki organisasi itu melalui penyamaran. Untuk mencari sebuah bukti bahwa ada perwira yang berkhianat pada negara.
Tapi saat organisasi itu terdeteksi dan di bekuk, kakek tidak di selamatkan. Ternyata orang yang sedang kakek selidiki itu mengetahui gerak-geriknya, dialah sendiri yang membocorkan organisasi itu pada pemerintah. Dia menuduh kakeklah yang memprakarsai organisasi itu. Sementara kakek belum punya bukti untuk mengatakan yang sejujurnya, atasan kakek pun tidak mempercayai kalau itu hanya fitna. Karena buktinya ada, kakek masuk organisasi itu. Akhirnya....tidak ada yang menyalamatkan kakek, tidak ada yang berusaha membebaskannya dan berusaha mencari kebenaran. Pada akhinya kakek harus berakhir di depan tim penembak jitu yang mengirimkan sebuah peluru tepat di jidatnya. Hatiku menjerit, pedih, selama ini aku membenci kakek karena itu. Aku menuduh kakek yang menghancurkan segala impianku.
* * *
47 tahun yang lalu.....Â
"Kau percaya padaku kan?" seru Purnomo, "Ratih, kau yang paling mengenalku. Aku tidak seperti itu, aku bukan bagian dari mereka!" desisnya,