Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tempat Terindah #30 ; Tuhan Tahu Aku Tidak Bersalah

11 Agustus 2015   15:54 Diperbarui: 11 Agustus 2015   16:03 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

 

"Tapi anda masih harus menjalani perawatan di sini!"

"Saya mohon pak, Insya Allah saya akan baik-baik saja. Saya hanya....tidak ingin berlama-lama di sini!"

Alisa hanya merasa tidak sanggup jika harus bertemu lagi dengan Ridwan, apalagi menatap matanya yang penuh dengan tuduhan. Semua orang boleh saja menuduhnya sebagai pembunuh, tetapi pria itu....ia hanya ingin Ridwan percaya padanya, bahwa bukan dirinya yang melukai Nadine!

Akhirnya karena ia bersikeras ingin kembali ke sel, maka dokterpun mengijinkannya. Sesampainya di sel ia duduk bersandar untuk beristirahat.

Ridwan menunggui Nadine di ruangannya, wanita itu masih belum menampakan gerakan apapun. Kata dokter jika dalam 48 jam dia belum sadar, maka dia aka koma.

Koma,

Dan akan sampai kapan?

"Nadine, kamu bisa mendengarku?" desis Ridwan, "kamu harus sembuh, kamu tahu....aku baru sadar....kalau aku begitu takut kehilangan kamu!" akunya,

"Aku mau kamu kembali sama aku," airmatanya menitik, "maafkan aku, karena sempat berniat meninggalkanmu!" ia diam sesaat, "aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi kamu tahu....itu sebabnya kamu harus bangun. Ini...., ini sangat sulit bagiku...." ia menyeka airmatanya, "aku juga tak bisa melihat Alisa di penjara...., tapi jika memang dia bersalah, aku tidak punya pilihan..... Meskipun....aku juga takut kehilangan dia, tapi....mungkin memang sudah seharusnya...., aku melepaskannya!"

Tetapi Nadine masih diam, tetap tak ada reaksi.

* * *

"Mau apa kamu kesini?"

"Aku datang sebagai kuasa hukummu!"

"Aku nggak membutuhkan bantuanmu!"

"Ini bukan hanya atas kemauanku, aku memang bergabung di sebuah LSM lembaga hukum. Dan kamu tetap membutuhkan bantuan hukum!" jelasnya.

"Percuma, kamu tidak akan memenangkan kasusku kecuali Nadine sudah sembuh!"

"Kita hanya butuh kerjasama, kamu harus menceritakan sama aku kronologi peristiwa itu. Apakah disana benar hanya ada kamu dan Nadia?" tanya Lucas, "apakah tidak ada orang lain?"

Alisa diam.

"Aku mohon Alisa, kamu boleh membenciku selamanya. Tapi aku tidak akan membiarkan kamu mendekam di dalam penjara!"

Alisa masih tak menyahut, ia masih berfikir apakah ia akan memberitahu Lucas kalau yang nenusuk Nadina adalah Cheryl? Tapi tak ada satu buktipun kalau Cheryl ada di sana.

"Jadi kamu lebih memilih pasrah, membiarkan semua orang menuduhmu sebagai pembunuh?"

"Tuhan tahu aku tidak bersalah, dan itu cukup bagiku!"

"Ya....tentu saja, Tuhan bahkan tahu apa yang kita tak tahu. Tapi apakah Tuhan bisa datang ke pengadilan, dan mengatakan bahwa bukan kamu pelakunya, tidak kan Alisa. Jadi kamu tidak bisa mengandalkan Tuhan!"

"Siapa bilang, aku percaya dengan Tuhanku. Aku percaya....DIA punya rencana di balik semua ini!" matanya mengambang, tapi ia masih menahannya.

"Tapi Tuhan tidak suka dengan orang yang tidak mau berusaha!"

"Sudahlah Luke, aku mau istirahat!" kata Alisa membalikan tubuhnya, "aku dengar....kamu baru saja mendonorkan ginjalmu untuk Nadine!" kalimat Lucas menghentikan langkahnya.

"Ridwan mendatangimu dan memintamu melakukan itu, heah...bagaimana dia bisa lakukan itu?" cibirnya, "dia mengaku mencintaimu....tapi dia memenjarakanmu tanpa memberimu celah untuk membela diri!" desis Lucas, Alisa menoleh padanya.

"Lalu dia memaksamu memberikan ginjalmu pada Nadine, itukah namanya cinta?" cibirnya.

"Dia tidak memaksaku!"

"Kamu masih membelanya setelah apa yang di lakukannya?" geram Lucas, "dia tidak peduli padamu, Alisa. Dia tak sepantasnya mendapatkan cintamu!"

"Kamu tidak tahu apa-apa tentang itu, Luke!"

"Ya, aku tidak tahu apa-apa, tentu saja...." potongnya, "sebesar itukah cintamu padanya...sampai kamu tidak bisa melawannya?" airmata Lucas merembes dari matanya, Alisa membuang muka perlahan. Buliran bening mengalir, dan itu membuat luka di perutnya nyeri.

"Kamu....!" Lucas menyeka wajahnya sendiri, ia menghela nafas dalam. "aku tahu kamu tidak membutuhkan aku, Alisa. Tapi aku akan tetap melakukan tugasku, aku akan mencari bukti dan saksi....sebisa mungkin. Kalau perlu...aku akan menyeret Nadine ke pangadilan bagaimanapun keadaannya!" janjinya lalu melangkah pergi sebelum Alisa sempat protes.

* * *

Kamu masih membelanya setelah apa yang di lakukannya?

Dia tidak peduli padamu, Alisa!

Kalimat Lucas tentang Ridwan masih mengiang di telinganya, Lucas benar. Ridwan bahkan tak memberinya kesempatan untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, dan kenapa hanya Lucas yang percaya padanya?

Ia duduk bersandar di dinding yang dingin, beralaskan lantai yang dingin, di selimuti ruang yang dingin, semuanya dingin. Sedingin jiwanya saat ini, dan ia hanya bisa mengadu pada yang Kuasa. Tapi ia tetap percaya, Allah pasti memiliki rahasia dari setiap cobaan yang di berikan kepada umatnya.

* * *

"Aduh Cheryl....kamu kemana sih?" keluh Ryan seraya tetap menelponi kekasihnya itu, sudah puluhan kali teleponnua tak di jawab.

Cheryl melirik tasnya, puluhan panggilan sepertinya menggema dari hpnya, ia masih terduduk di lantai, bersandar ranjang. Menggigiti kukunya dengan gemetaran, banyak hal buruk yang sudah di lakukannya tetapi ia tak pernah merasa setakut saat ini. Matanya melirik ke sana-kemari, lalu ia menyikap dirinya sendiri.

Orangtuanya jarang berada di Indonesia, itu sebabnya ia memilih untuk tinggal di apartemen sendiri. Mereka sangat sibuk dengan urusan mereka, dan sejujurnya itu membuatnya membenci orangtuanya sendiri.

Ryan menyetir mobilnya kencang, karena tak pernah mendapatkan tanggapan melalui telpon maka iapun memutuskan untuk mendatangi apartemen Cheryl. Belakangan ini kekasihnya menampakan sikap yang sedikit aneh, ia khawatir itu akan buruk.

Lucas datang ke rumah sakit untuk melihat keadaan Nadine. Ia bertemu dengan Ridwan di lobi saat Ridwan baru saja mau keluar. Keduanya diam bertatapan, berhadapan. Ridwan memang mengenalnya, meski tidak akrab. Boleh di katakan hanya sekedar tahu saja karena dulu mereka satu kampus, meski berbeda fakultas, Lucas adalah seniornya. Tetapi Ridwan tidak pernah tahu kalau Lucaslah penyebab Alisa harus mendekam di panti rehabilitasi narkoba.

"Senang bisa bertemu denganmu di sini, jadi aku tidak perlu repot mencarimu!" desis Lucas,

"Kamu mencariku?"

"Aku adalah kuasa hukum Alisa!" aku Lucas, Ridwan tercengang. "tidak perlu terlalu kaget, aku sedikit tahu tentang kalian, terutama Alisa...., tapi ku pikir...yang jauh lebih mengenal Alisa adalah kamu. Apa menurut kamu, memang Alisa yang melukai Nadine?"

"Penyidikan polisi sudah membuktikannya!"

"Dan kamu percaya itu?"

"Tentu saja!"

"He...he...he...," Lucas tertawa ringan, kecut dan getir. Lalu ia memandang dalam tepat di mata Ridwan, "sedangkal itu ternyata cintamu padanya!" cibirnya.

Ridwan melotot, ia tak mengerti apa maksud lelaki itu. Tiba-tiba datang padanya dan mengkritik tentang perasaannya terhadap Alisa, siapa dia sebenarnya, dan apa kaitannya dengan Alisa?

* * * * *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun