Nicky mengusap punggungnya untuk menenangkannya, tetapi istrinya masih terisak lirih. Jika yang di katakan Liana itu memang masalalunya, berarti Liana memang memiliki masalalu yang mengerikan. Mungkin itulah yang membuatnya hilang ingatan. Karena tangis Liana masih berdesis, Nicky memungut wajah istrinya. Menyeka airmatanya, mata mereka berpagutan, semakin dalam. Perlahan Nicky mendekat, Liana semakin terpaku, ia malah tak mampu bergerak sedikitpun. Nafas Nicky hangat menerpa wajahnya, beradu dengan nafasnya pula ketika dirinya menghembuskannya. Seketika mulut mereka sudah menyatu, sebuah ciuman hangat dini hari yang dingin, ciuman pertama sejak pernikahan mereka yang sudah berlangsung beberapa bulan. Nicky membawa tubuh Liana merebah ke ranjang, menghabiskan sisa malam dengan kehangatan.
* * * Â
Liana menggeliat di balik selimut, ia membalikan tubuhnya. Menaruh telapak tangannya di kasur, dingin, lalu ia merabanya, rata.....ia pun membuka mata. Ia hanya menyentuh kasur bukan tubuh Nicky, lalu ia menoleh sisi kasur yang lain. Kosong, ia bagkit seraya membungkus dirinya dengan selimut. Menyapukan pandangannya ke sekliling ruangan, tak ada tanda-tanda Nicky di ruangan itu. Ia tertegun, ia baru sadar apa yang tadi terjadi.
Dan ternyata.....ia baik-baik saja, bayangan peristiwa itu tidak menghantam otaknya. Ia menghela nafas lalu melirik jam di dinding, seketika matanya membuka lebar.
"Jam delapan!" teriaknya, "ya Tuhan, matilah aku!" serunya meloncat dari ranjang, mencari gaun tidurnya, dan ia menemukannya di kursi. Segera saja ia memakainya lalu ia merangkapinya dengan robe, merapikan rambutnya seraya setengah berlari keluar kamar.
Ia celingukan lalu berjalan menuju dapur, ia melihat Jaya sedang berjalan menuju ruang kerja Nicky.
"Jay," panggilnya,
Pria itu berhenti, menolehnya, "nyonya, selamat pagi!" sapanya, "pagi Jay, ehm....kau melihat suamiku?"
"Tuan sudah pergi ke kantor!"
"Sudah pergi ke kantor, kenapa dia tidak membangunkan aku!" desisnya, "dan kenapa kalian juga tidak membangun aku?" serunya sedikit marah,
"Maaf nyonya, tuan meminta kami untuk tidak mengganggu tidurmu!" jawab Jaya, "eim, dia...bilang begitu!" sahutnya, Jaya mengangguk. Liana mendesah panjang,