Gadis itu mengendap melalui beberapa tanaman bunga di pekarangan setelah ia turun dari jendela di lantai dua. Membungkukan dieinya berharapbisa lolos dengan aman sentosa. Tapi langkahnya terhenti ketika sepasang kaki tiba-tiba berada persis di hadapannya, seketika iapun meringis dan merengut karena kepergok mau kabur. Perlahan ia mengangkat tubuhnya hingga tegap dan tertawa meringis, "he...he....he.., eh!" seketika tawanya lenyap menatap sosok yang berada di hadapannya.
Ekspresinya berubah total, matanya yang bulat seperti barbie menjadi tambah bulat. Ia menyapukan matanya ke seluruh tubuh orang di depannya dari atas hingga bawah, lalu terkunci di wajah orang itu.
"Siapa kamu?"
"Pengawal barumu!"
"Pengawal baruku!" desisnya mengejek, "yang benar saja!" cibirnya seraya berlalu, tapi orang itu memungut bajunya bagian belakang. Menjinjingnya, "e..e..e...eh, apa yang kamu lakukan?" seru gadis itu mencoba melepaskan diri.
Tapi orang itu tak peduli, ia membawa gadis itu memutari rumah dan memasukinya. Baru setelah di dalam ia melepaskannya, "kamu apa-apaan, berani sekali menyeretku seperti itu?"
"Silahkan berkeliaran, tapi hanya di sekitar rumah ini saja. Jika kamu berani kabur akan ku rantai kakimu!" serunya lalu keluar dari pintu dan berjaga di depan.
"Dia pikir dia siapa?" kesalnya.
* * *
Gadis itu dengan santainya berjalan ke mobil dan memasukinya, "ayo jalan pak Eko!" serunya, mobil itu pun melaju. "kurangi make-up mu jika pergi ke sekolah!" seru sang sopir.
Giselle melotot lebar, ia menarik tubuhnya dari jok untuk menengok siapa yang ada di balik kemudi, "kamu!" orang itu tak menyahut, "dimana pak Eko?"
"Sedang pulang kampung, mulai sekarang aku yang akan menemanimu kemanapun!"
"Lalu bodyguard yang lain?"
"Berjaga di rumah!"
"Aku tidak yakin kamu bisa melindungiku!"
* * *
"Hei, kamu tidak punya sopan santun. Masuk ke kamar orang seenaknya?"
Lagi-lagi dia tak menyahut, hanya memandangnya saja. "kenapa kamu melihatku seperti itu?"
"Rokmu terlalu pendek, dan bajumu berlubang!" serunya lalu berjalan ke lemari, mengobrak-abriknya, "eh, kamu ngapain?" ia memungut sepotong baju berlengan sesiku warna pink dan rok selutut. Memang cocok dan masih stylis, "pake ini!"
"Tidak mau!"
Lalu ia pun memungut sebuah rompi berbulu yang cantik, "pergi dan ganti bajumu!"
"Ku bilang aku tak mau pake itu!"
"Ganti bajumu atau aku yang akan menggantikannya!"
"Apa!" seru Giselle menatapnya, lalu dengan kesal memungut pakaian itu dan menggantinya. Setelah itu mereka pergi ke pesta ulang tahun trman Giselle yang di adakan di sebuah klub. Di sana terjadi sebuah insiden yang akhirnya membuat Giselle mulai bisa menerima bodyguard barunya.
* * *
"Hai....!" seru Giselle menghampirinya setelah berhambur dari dalam taksi, ia hanya tersenyum. "apa yang kamu lakukan di sini, ini sudah larut?"
"Aku baru saja turun dari bandara, kejutan....!"
"Jenderal?"
"Ehm....papa masih di Pakistan, masih ada urusan. Katanya besok baru pulang!"
"Lalu kamu pulang dengan siapa?"
"Sendiri!"
"Apa, kamu gila. Kalau ada apa-apa bagainana, seharusnya kamu menghubungiku dulu!"
"Tapi aku baik-baik saja kan?"
"Ku antar pulang!"
"Bagaimana kalau kita makan dulu, aku lapar!"
* * *
"Jangan keluyuran setelah ini, aku ada urusan di luar!" serunya kepada gadis remaja itu yang sekarang begitu manja padanya. "beres...., siap bos!" serunya dengan memberi hormat lalu berlari masuk ke dalam rumah. Â
"Lex!" sebuah suara memanggilnya, iapun menoleh. Seorang pria berseragam perwira AD menghampirinya. Setelah mereka berhadapan, "bisakah kita bicara sebentar?"
"Ku rasa tidak ada yang perlu di bicarakan!"
"Kenapa belakangan kamu selalu menghindar?"
"Karena memang seharusnya begitu!"
"Aku masih tidak mengerti!"
"Kamu akan segera mengerti, Gibran!" katanya berlalu, "Lexa!" panggil Gibran, Alexa beehenti tapi tetap tak menoleh.
"Beri aku satu alasan, kenapa kau selalu menghindar dariku? Ku pikir kita....!"
"Saling mencintai!" potong Lexa, "itu hanya khayalanmu, kita tidak akan pernah bisa bersama!"
"Kenapa?"
Lexa tak lagi menjawab, ia memilih untuk menyingkir. Dan pria itu hanya diam memandangnya hingga tak lagi nampak di pandangannya.
* * *
"Aduh....kenapa nggak di angkat-angkat sih?" kesal Giselle di dalam mobil, ia celingukan di sepanjang jalan kompleks itu hingga matanya melihat sebah warung kopi. Biasanya Lexa ada di sana terkadang untuk minun kopi, ia pun menyuruh sopirnya merapatkan mobil di dekat warung lalu langsung berhambur keluar memasuki warung kopi itu. Celingukan. Senyum mengembang ketika ia melihat orang yang di carinya. Ia pun menghampiri.
Lexa duduk berpangku tangan, tangannya itu menyangga jidatnya yang menunduk. Giselle membungkuk untuk mengintip, "yah....dia tidur, kebiasaan!" desisnya,
"Jangan bergerak!" serunya menusuk lengan Lexa dengan garpu, seketika wanita itu tersentak meraih tangan gadis di depannya dengan kencang, "ah....sakit!"
"Giselle!" desis Lexa lalu melepaskan tangannya, "apa yang kamu lakukan di sini?" tanyanya, "menemuimu!" ia pun duduk di kursi.
"Bukankah sudah ku katakan jangan mencariku!"
"Kenapa kamu harus berhenti?"
"Karena mendapat tugas lain!"
"Bohong, belakangan sikapmu jadi aneh. Kamu pasti punya alasan lain berhenti menjadi pengawalku, padahal.....aku sudah sangat menyukaimu!" akunya, "sejak mama meninggal....aku jadi kesepian di rumah. Papa sibuk dengan tugasnya, kak Gibran juga begitu....dan sejak kamu datang.....aku kembali punya teman. Setidaknya yang bisa ku percaya!"
"Kamu punya banyak teman kan!"
"Tapi aku mau kamu tetap di sampingku!"
"Maaf, aku tidak bisa!"
"Bukannya kamu pacaran sama kak Gibran?"
"Aku tidak ada hubungan apa-apa dengan kakakmu!"
"Aku pikir kamu benar-benar bakal jadi kakakku, jadi.....kamu tidak menyayangimu seperti itu....kamu baik sama aku hanya karena pekerjaanmu?"
"Ya!"
"Bohong!" sebutir airmata menggelinding di pipi Giselle, "Ini sudah larut, sebaiknya kamu pulang!" suruh Lexa.
"Aku memang mau pulang, kamu sama saja dengan papa....dengan kak Gibran.....kamu nggak ada bedanya!" serunya lalu berlari keluar. Menghempaskan diri di jok mobil dengan uraian airmata.
Seandainya kamu tahu yang sebenarnya....mungkin kamu tidak akan pernah menerima kehadiranku, Giselle!
* * *
"Kenapa kamu memutuskan hal seperti ini, Lexa?" seru Jenderal Albert, "itu yang terbaik, aku tidak mau semua ini menjadi buruk!"
"Kamu sudah cukup dekat dengan anak-anakku!"
"Gibran mencintaiku sebagai seorang wanita, apa kamu tahu itu....bagaimana jika dia tahu yang sebenarnya!"
"Aku yang akan menjelaskannya!"
"Jika sejak awal kita jujur, mungkin sekarang tidak akan rumit!"
"Dan bukan berarti kamu memutuskan untuk pergi!"
"Dengar Albert, Giselle mungkin bisa menerimaku jika aku menjadi kakak iparnya....tapi dia tidak akan bisa menerimaku sebagai mama tirinya!" matanya sembab.
"Mereka akan terbiasa, Lexa!"
"Hai, Bran!" sapa Rudi ketika Gibran baru memarkir motornya di parkiran markas, "hei!" tapi matanya menangkap motor yang ia kenali, motor Alexa.
"Lexa ada di sini?" tanyanya,
"Dia datang 15 menit lalu!"
"Thanks!" seru Gibran berhambur masuk, "tapi....!" seru Rudi yang tak di hiraukannya. "gawat, perang dunia....!" desisnya.
"Aku tetap akan pergi, itu yang terbaik!"
"Tidak, aku tidam siap kehilanganmu!" seru Albert menangkup wajah Lexa dengan kedua tangannya, "jangan membuat semuanya bertambah berat!" pinta Lexa, "kalau begitu katakan kamu tidak mencintaiku!" pinta Albert. Gibran menghentikan tangannya yang hendak memutar gagang pintu ruangan pribadi ayahnya. Ia menempelkan telinganya di daun pintu.
"Aku.....aku mencintaimu, tapi aku tidak bisa un...!" kalimat Lexa terbungkam, Gibran penasaran dengan apa yang di dengarnya, ia dengar suara Alexa yang menyatakan cinta, pada siapa, pada ayahnya? Benarkah?
Iapun membuka pintu dengan cepat, membuat kedua orang yang sedang berpagutan itu menoleh. Mata mereka beradu, Gibran menggerutu dengan apa yang di saksikannya. Wanita yang di cintainya sedang setengah berpelukan dengan ayahnya, dan mereka....baru saja....berciuman? Apa artinya itu......?
* * * * *
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H