"Terima kasih Jay, kau selalu setia pada kami!"
"Itu tugasku!"
William di rawat beberapa hari di rumah sakit, selama itu Liana selalu menungguinya. Ia tak mau sampai lengah lagi, "Liana, sebaiknya kau istirahat dulu. Biar aku yang menjaga kakek!" suruh Nicky. "tak apa-apa. Aku sudah tidur tadi, kau saja yang istirahat dulu. Pasti kau juga lelah sepulang dari kantor!" sahut Liana.
"Kau terlihat pucat, apa kau belum makan?" Liana terdiam, "kau tidak boleh sampai sakit, nanti kakek pasti akan sedih jika tahu kau sakit dan dia pasti akan menyalahkan aku!" seru Nicky dengan sedikit candaan. Liana tersenyum tipis, meski begitu Nicky tetap menikmati senyumannya. Setidaknya ia masih bisa membuat istrinya tersenyum dalam keadaan seperti ini. Akhirnya mereka bergantian jaga, Nicky istirahat lebih dulu agar Liana bisa tidur di sisa malam nanti. Saat Liana terlelap, Nicky duduk menatapnya. Wanita yang tertidur itu adalah istrinya, tapi mereka tak terlihat seperti suami istri. Hubungan mereka masih hambar seperti satu setengah tahun terakhir sebelum mereka di ikat oleh tali yang suci. Liana masih selalu menghindari kontak mata terlalu lama dengannya, padahal dulu ia selalu menikmati tatapan tajam pria itu. Nicky mencoba bersikap lembut padanya selama ini, tapi itu justru membuat Liana semakin menjauh. Dan sekarang ia bingung bagaimana harus bersikap dan memperlakukannya, jika ia salah langkah pasti akan menyakitinya. Dan ia tak mau itu terjadi.
* * *
Mentari bersinar cukup cerah di luar sana, tetap di dalam ruangan VVIP itu masih terlihat mendung. William menatap Liana dan Nicky dengan mata sayunya, hembusan nafasnya terlihat cukup berat dan lemah. Tetapi dia masih mencoba tersenyum.
"Kakek bahagia akhirnya kalian bisa bersama, kakek harap kalian bisa nenemukan kebahagiaan yang sempurna!" desis William dengan suara lemah, "Nicky, kau harus menjaga Liana dengan baik. Kau satu-satunya yang bisa kakek percaya!"
"Kakek jangan khawatir, yang penting sekarang kakek sembuh dulu!" sahut Nicky, William hanya tersenyum. Ia menatap Liana, "Liana!" desisnya, "maaf, kakek tidak bisa menjagamu lagi!"
"Kek, jangan bicara seperti itu. Kakek akan baik-baik saja!" potong Liana dengan mata sembab. William masih tersenyum lembut, "jangan menanhis cucuku, sudah terlalu banyak airmata yang kau jatuhkan. Kakek tidak suka melihatmu menangis!" katanya saat melihat buliran bening mengalir dari mata Liana.
Liana mencona menahan tangisnya, tapi ia malah terisak seperti anak kecil. Tangan William dengan lemah untuk membelai wajahnya, menyeka airmatanya. "terima kasih, kau telah hadir dalam hidup kakek. Kau memberikan keceriaan setelah sekian lama, dan kakek sangat merindukan keceriaan itu. Keceriaan yang dulu kau bawa ke rumah kami!"
Liana menyentuh tangan pria tua itu, William Harris memang tak memiliki hubungan darah sama sekali dengannya. Tapi dialah orang pertama yang membuatnya merasa memiliki seorang ayah, Liana berusaha tersenyum. "kakek!" desisnya. William membalas senyuman itu dengan lemah, lalu ia menatap Nicky dalam tanpa mengucap apapun lagi. Tapi Nicky bisa membaca apa yang tersirat di mata kakeknya, ia juga memberikan senyuman untuk sang kakek, meski matanya sembab dan airmatanya sudah tak bisa lagi di tahan.