Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

The Last Hunter #Part 4

10 Juli 2015   20:54 Diperbarui: 22 September 2018   04:15 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendampingku

Prev,  Part3

Aku berjalan mengendap-perlahan, celingukan seperti maling. Pagar tinggi itu kulewati dengan mudah, hanya dengan sekali loncat saja aku sudah bisa terbang melaluinya. Kuseret langkah menuju rumah berlantai dua itu, memeriksa apakah ada celah yang bisa membawaku masuk ke dalam.

Sial!

Aku memaki dalam hati, semuanya terkunci. Tak ada yang terlewat satu pun, huh.... Aku mendongak ke atas. Kurasa memanjat salah pilihan terbaik, ya ... memanjat, siapa takut! Aku termasuk ahli dalam hal itu, aku pun menyatukan kedua telapak tanganku. Menggosok, mengadukan keduanya seraya mendesah lalu mulai menaiki rumah itu. Itu pun aku masih harus merayap untuk bisa mencapai balkon, setelah mendarat celingukan untuk memastikan keamanannya. Kembali mengendap saat melangkah untuk memeriksa pintu dan jendela, lagi-lagi semuanya terkunci. Untung saja aku sudah mempersiapkan dua buah kawat besi untuk membuka pintu hingga akhirnya bisa masuk.

Semua ruangan gelap, tapi aku masih bisa melihat dalam keremangan. Ya tidak gelap gulitalah, kulangkahkan kaki perlahan memeriksa ruangan itu hingga mencapai kamar pertama. Pelan-pelan pula aku memeriksa kamar itu, kosong. Sepertinya tak berpenghuni, aku pun keluar lagi dan menuju kamar berikutnya. Siapa tahu saja ada jebakan, siapa tahu pula Magie tak tinggal sendiri. Ada konplotannya mungkin? Kamar itu juga kosong. Sekarang giliran kamar yang berhadapan dengan kamarku, yang sepertinya menjadi kamar Magie. Kubenarkan topi di kapalaku seraya berjalan. Aku memasuki kamar itu.

Banyak barang-barang perempuan layaknya gadis pada umumnya, boneka, make up dan lain-lain. Hanya ... Magie tak memajang satu foto pun, mungkin dia memang terlalu berhati-hati. Aku melangkah untuk memeriksa kamar itu, mungkin saja aku bisa menemukan sesuatu.

Tapi seseorang menepuk pundakku, menghentikan langkah dan memutar tubuhku. Belum sempat kutatap mukanya, sebuah hantaman mencium wajahku. Membuat tubuh ini terpental ke belakang, "Auwwwh!" 

Kupegang hidungku yang terasa pedih, basah - rupanya berdarah. Kulihat cairan merah yang terpercik di tanganku.

"Sial!" makiku,

Serangan susulan datang, padahal aku belum sempat mempersiapkan diri. Tapi untungnya aku bisa menangkis dan melawan, kami berkelahi sengit. Dia sangat kuat, padahal usianya tak jauh dariku. Sekali lagi aku terkena hantamannya, tepat di dadaku sementara aku belum bisa menghantamnya. Kali ini aku hendak menghantamnya tapi dia malah berhasil menangkap lenganku, memutarnya ke belakang punggungku bersama dirinya.

"Aaarrrrggghhhhhh....!"

Tanganku terpelintir, untung saja tidak sampai patah. Tanganku yang masih bebas kugunakan untuk menyerangnya tapi, Magie menangkisnya lalu mendorong tubuhku merapat tembok. Menekannya kuat hingga membuatku sulit benafas, "Kenapa kau mengendap masuk ke rumahku, Alex?" seru Magie, "itu sangat tidak sopan, bukankah aku punya bell yang bisa kau tekan di pintu depan?" tambahnya.

"Maaf, aku hanya ...."

"Ingin menyelidiki siapa aku?"

Aku tak menjawab karena dia memang benar, dia melepaskanku lalu berjalan menjauh. Kupegang lenganku yang hampir patah dan kuputar-putar pelan seraya membalikan tubuh.

"Kau sudah tahu niatku, jadi ... kau sudah tahu saat aku masuk ke rumahmu? Lalu kenapa kau tak menyapaku saja baik-baik, malah meninjuku!" kesalku.

"Apakah aku harus menyapa secara baik-baik kepada orang yang menyelinap masuk ke rumahku seperti maling?"

Aku diam menatapnya yang duduk di atas ranjang dengan anggun, tak terlihat kalau dia barus saja bisa mengalahkan aku.

"Jadi, siapa kau?"

"Biar kuperkenalkan diri, namaku Magie._ Magie Courtes. Pendampingmu!"

"Apa, pendampingku?"

Kutatap dia tak percaya, kupikir yang akan mendampingiku lebih tua dariku. Entah dia lelaki atau perempuan, ternyata ... kami seusia. Meski kuakui dia lebih tangguh.

"Jangan menatapku seperti itu, Alex!"

"Ok, kau bilang kau pendampingku. Siapa yang mengirimmu, ayahku?" tanyaku.

Kulihat dia hanya tersenyum, membuatnya semakin cantik. 

"Apa kau diperintahkan untuk tak menjawab pertanyaanku? Heah!" aku mendesah kesal, melangkah mendekat.

"Kalau begitu katakan padaku, siapa itu Thomas Reese?"

"Dia ayahmu?"

Aku tersenyum getir, "Yang ingin aku tahu, siapa dia sebenarnya. Dan aku?" kataku seraya berjalan sedikit mondar-mandir, "Kenapa aku harus dibesarkan oleh Dave dan Lily, kenapa orang-orang itu hendak membunuhku, dan kenapa aku harus dilindungi?"

"Karena kau harus hidup?"

Aku tertegun dengan jawabannya, menatapnya kesal.

"Itu tidak menjawab pertanyaanku, Magie. Aku ingin tahu siapa diriku?" tegasku, 

"Jika tiba masanya, kau pasti akan tahu!"

"Semua ini omong kosong!"

Dia menatapku dalam, entah apa arti tatapan itu. 

"Kau sangat mirip dengannya, Alex!" serunya, mungkin sebuah pujian! Dia berkata seolah begitu mengenal ayahku.

"Kau sudah bertemu dengannya, kau terlihat sangat mengenalnya?"

Lagi-lagi dia tersenyum, "Jadi, kau tidak bisa memberitahuku?" 

"Tidak sekarang, dan kupikir kau harus pergi. Kita tidak boleh terlihat bersama!"

"Kau bilang kau pendampingku, tapi kita tidak boleh bersama?" cibirku.

"Kita tetap harus waspada!"

"Bagus sekali, dan apakah kau ini sejenis seorang agent?"

"Kau terlalu cerewet untuk ukuran seorang lelaki, pulanglah sekarang atau aku akan menendangmu keluar!" ancamnya.

* * *

Kubantingkan diri di kasur dengan kesal, Magie bahkan tak mau memberitahu secara pasti. Tak apa, asalkan sekarang aku bisa bernafas lega sejenak. Kuharap begitu, tak ada yang memburuku untuk sementara waktu.

Pagi ini, kulihat Keyra sudah menunggu di dalam mobilnya. Seperti biasa, pasti akan ada Charlie di sana. Kupikir kami hanya akan berdua, tapi apa hakku mengusir Charlie dari samping Keyra. Mereka lebih dulu berteman sebelum aku hadir, dan lihatlah ... jantungku kembali berderap setiap melihat senyum Keyra. Kuhempaskan diri di sisinya, "Pagi!" sapaku.

"Pagi, bagaimana malammu. Bisa tidur dengan nyenyak di rumah baru?" tanya Keyra.

"Belakangan aku tak bisa tidur nyenyak, senyaman apa pun kasurnya!" sahutku. Keyra melirik seraya tertawa kecil, tawa yang merdu.

Sesampainya di sekolah, seperti biasa kami pasti akan menemui loker kami dulu.

"Lepaskan aku!"

Aku menoleh mendengar suara Keyra, ia sedang melepaskan lengannya dari tangan Dean. Kata beberapa anak Dean memang sempat menjalin hubungan dengan Keyra dulu. Aku menghampiri mereka.

"Aku tidak suka kau dekat-dekat dengan anak baru itu?"

"Kau tidak berhak melarangku dekat dengan siapa pun!"

"Ada apa ini?" tanyaku.

Mereka menoleh, "Kau!" seru Dean melangkah ke arahku, "Kuperingatkan kau agar menjauh dari pacarku!" ancamnya.

"Pacarmu?"  

"Jangan pura-pura bodoh, kau tahu siapa yang kubicarakan!"

Aku melirik Keira, "Maksudmu Keyra, kita bisa tanya padanya apakah kau benar masih pacarnya?" seruku dengan tenang.

"Kau menantangku?"

"Bukannya aku menantangmu, aku hanya menyuruhmu untuk bertanya langsung padanya. Karena kudengar kalian sudah putus, jadi ... kau harus bisa terima itu!"

Sepertinya dia marah dengan ucapanku, ekspresinya menunjukan sekali hal itu. Dan dari ekspresinya itu sepertinya aku tahu apa yang akan dilakukannya. Dan benar, dia melayangkan tinjunya padaku. Sayangnya aku lebih gesit darinya, kutangkap tangannya dan kutinju tubuhnya hingga terpental jauh. Hal yang tak aku duga, aku bahkan tak mengira tanganku akan sekuat itu. Tubuh Dean menghantam dinding loker hingga sedikit penyok. Semua mata terfokus ke sana, lalu mengarah padaku dengan aneh. Begitu pun mata Keyra, kutatap tanganku sendiri lalu kuarahkan pandangan ke semua orang. Di sana, aku melihat Magie yang menatapku dengan kilatan amarah.

----------o0o----------

Next, Part 5 : Guru Baruku  || baca juga, Part 1 : Siapa Aku?

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun