* * *
Ridwan mengendarai mobilnya dalam diam, sekarang Nadine yang memintanya meninggalkan Alisa. Alisa sendiri mengatakan bahwa dia yang akan mundur, tapi justru dirinya yang sekarang tak tahu harus berbuat apa. Rasanya jadi begitu berat meninggalkan keduanya, beberapa menit lalu ia sudah mantap ingin meminta Nadine mengerti jika hubungan mereka harus berakhir. Tapi sekarang, ia juga sepertinya tak rela jika pernikahan mereka harus batal tapi ia juga tak ingin Alisa pergi.
* * *
Alisa duduk di coffeshop tak jauh dari sanggar, matanya tertuju ke arah wanita yang belakangan menjadi sahabatnya. Nadine. Pagi tadi Nadine mengirimnya pesan untuk pertemuan ini.
"Kamu belum jawab Alisa!" seru Nadine, "iya!" sahut Alisa.
"Jadi pagi itu....saat ku perkenalkan kalian, kalian pura-pura tak saling kenal? Heah...he..he...dan aku bodoh sekali karena percaya begitu saja dengan sandiwaramu!"
"Tidak semuanya sandiwara Nadine, aku tidak tahu kalau ternyata Ridwan adalah tunanganmu sebelum pagi itu. Dan saat itu, aku hanya....hanya tidak tahu harus bagaimana!"
"Tapi seharusnya, setelah itu kalian bisa jujur padaku!"
"Maafkan aku, awalnya....aku sangat marah dan....aku sempat ingin membencimu karena itu!"
Nadine terdiam, ia ingat dulu Alisa sempat mendiamkannya beberapa hari. Jadi itukah sebabnya?
"Aku tidak berniat merebut Ridwan kembali darimu!"