Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Peluk Aku, Ibu!

27 Juni 2015   11:33 Diperbarui: 27 Juni 2015   11:33 1301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Indah, kamu pulang pagi lagi?"

"Ah, Ibu cerewet. Minggir-minggir-minggir, aku cape!" seruku setengah berkumur hingga suaraku tak terlalu jelas mengucapnya. Ku singkirkan tubuh Ibu yang hendak membantuku masuk kamar hingga bergeser, ia masih memakai mukena, abis solat subuh kali!

Aku sedikit terhuyung, kepalaku sedikit pening. Langsung saja ku bantingkan diri ke kasur,ah....lega rasanya.

"Ampun pak, ampun!" aku terus berteriak minta ampun, tapi kayu di tangan bapak masih saja menghantamku. Ketika aku berbuat sedikit saja kesalahan bapak tidak akan segan-segan menghukumku. Terkadang aku merasa iri, aku anak gadis tapi bapak memperlakukanku seperti anak lelaki. Padahal jika dia ingin anak lelaki dia sudah punya bang Arman dan bang Rudi, lalu apakah salah jika aku terlahir sebagai anak perempuan?

"Dasar anak tidak berguna, lihat kedua abangmu. Mereka tidak pernah mengecewakan bapak!"

Apa salahku? Selalu itu yang terlontar di batinku, aku tak pernah melihat bapak memukul kedua abangku. Tapi lihatlah tubuhku, sebagai anak perempuan, aku tak memiliki tubuh yang mulus seperti teman-temanku. Bapakku memang berperangai kasar, suka mabuk dan suka memukul. Bukan hanya aku, tapi ibu, lebih sering kena pukul. Kedua abangku mendapat beasiswa dan bisa bersekolah tinggi karena otak mereka memang tidak mengecewakan. Tapi aku, meski aku tidak bodoh tapi aku selalu gagal menjadi juara kelas, aku hanya mampu meraih peringkat kedua atau pun ketiga. Itu salah satu hal yang membuat bapak kecewa.

Tak ada yang membelaku kecuali ibu, ibupun tidak terlalu berani melakukannya. Paling kalau bapak sudah terlalu keterlaluan baru ibu akan maju, hanya....ada seseorang. Seseorang yang selalu membelaku, Iman. Namanya Iman. Selain tampan dia juga baik dan soleh, dia yang selalu menasehati bapak jika tahu bapak sedang memukulku saat dirinya datang. Tapi itu pun tak berlangsung lama, lulus dari SD dia pindah ke kota. Entah kemana, aku tak tahu lagi kabarnya. Dia membiarkan aku terus terjebak dalam keadaanku. Aku putus asa.

Berselang beberapa tahun bapak meninggal karena komplikasi paru dan hati, aku sangat senang. Tidak akan ada lagi yang memukulku atau mencaciku, aku sempat tersenyum di dekat mayatnya meski hatiku juga perih.

Aku mulai tumbuh hanya dengan ibu, perlahan kedua abangku mengalami kesuksesan. Hanya aku yang tersingkir, aku tak melanjutkan sekolah setelah tamat SMP. Bapak tidak mau lagi membayar uang sekolahku, aku di paksa putus sekolah, di paksa bekerja di pasar. Dan kini, aku tumbuh seperti dirinya. Hidup seenaknya, tak punya aturan, tak punya pegangan dan mungkin....tak punya iman.

Aku melangkah bangkit dan berlari ke belakang, "wuok...wuok....!" ku keluarkan semua isi perutku, setelah semuanya muncrat aku pun membasuh muka dan berkumur. Sejenak ku pandangi diriku yang memantul di dalam bak berisi air, apa yang salah dengan wajahku?kenapa bapak begitu tak menyukaiku?

Jika ku perhatikan, wajahku tidak jelek. Bahkan tergolong cantik, sebutir airmataku menetes di genangan air itu. Terbayang kembali saat-saat ketika bapak memukuliku hanya karena masalah sepele, mengumpatiku. Katanya aku anak pembawa sial, pembawa petaka, apakah itu benar?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun