Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

White Rose #10 ; Tamparan

26 Juni 2015   13:14 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:45 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

 

 

Mawar di kejutkan dengan kehadiran Dika dari balik pohon di depan rumahnya.

"Dika!"  

Tawa renyah keluar dari mulut pemuda itu, "kaget ya?" serunya, "ya iyalah, orang kamu muncul tiba-tiba kaya' hantu!"

"Kok hantu, aku setan dong!" protesnya, "kamu ngapain malam-malam di sini?" tanya Mawar.

"Nungguin kamu, baru pulang ya? Kaya'nya....udah punya banyak teman tuh!" sindirnya.

"Eah....!"

"Baguslah...., asal....nggak lupa sama aku!"

"Mana mungkin aku lupa sama kamu, tapi....karena udah malam kamu pulang aja ya!"

"Di usir nih!"

"Emangnya kamu mau di gebukin paman Fahri karena bertamu di malam buta?"

"Eh, ya nggaklah. Entar nggak ganteng lagi!"

"Ya udah, cepetan pulang aku juga udah ngantuk!"

"Iya bosssss.....!" serunya berjalan ke arah motornya, "kamu masuk dulu gi, pasti sudah di tungguin paman Fahri. Entah kena rotan loh!"

"Untungnya paman Fahri tak pernah menghadiahi aku rotan!" balasnya seraya berjalan mundur ke arah rumahnya. Dika hanya tersenyum, ia siap menstater motornya tapi ia tak beranjak hingga gadis itu menghilang di balik pintu rumahnya. Ia diam memandangi rumah itu beberapa saat, lalu celingukan seolah sedang meronda. Menghalau para penyusup yang akan menyatroni rumah itu mungkin?

Mawar tak bisa memejamkan mata, ia teringat saat Ricky menatapnya ketika dirinya sedang melukis. Sementara Dika asyik memandangi bintang-bintang di langit yang bercahaya terang malam itu. Enaknya kalau bisa memandangi bintang berdua dengan Rose, pasti menyenangkan!

* * *

Mawar keluar rumah untuk membeli koran pagi, ia berjalan perlahan. Matahari sudah mulai merangkak naik, hembusan angin terasa segar di kulitnya. Rambutnya yang ia biarkan terurai melambai-lambai, bahkan ada yang beterbangan. Tapi langkahnya terhenti ketika ia melihat ada seseorang yang tidur di atas motor yang ia kenali, iapun mendekatinya. Memandang pemuda itu lalu tersenyum nakal.

Dika merasakan ada sesuatu yang menggelitiki hidungnya, memaksanya untuk bersin. "ha-chi!" ia mengusap hidungnya dengan mata masih terpejam. Iapun kembali ke posisi semula, tapi lagi-lagi hidungnya di ganggu sesuatu. Membuatnya terasa gatal dan hendak bersin, ia mengusapnya lagi. Mawar segera menyingkirkan rambutnya yang ia gunakan untuk menjaili pemuda itu.

"Ha-chi....ha-chi!"

Suara tawa merdu seorang gadis memaksanya untuk membuka mata seketika, matanya langsung membelalak lebar. Ia menurunkan tubuhnya dari motor, berlagak sok cool.

"Eh, pagi!" sapanya,

"Pagi, kamu ngapain?"

"Eh....!" ia menggaruk kepalanya seperti orang yang tidak mandi selama beberapa hari, "nungguin kamu!"

"Semaleman?"

"Eap...!"

"Jadi kamu tidur di sini semalam? Dika, udara malam itu kan nggak bagus buat tubuh!"

"Kamu khawatir banget, jadi bener ya kamu suka sama aku?" godanya. Mawar melotot. "ih GR!"

"Tapi semalam bintang-bintang indah banget loh, rugi kamu nggak bergabung!"

Mawar hanya diam, sebenarnya semalam ia tak bisa tidur. Kalau ia tahu Dika ada di depan rumahnya semalaman, mungkin bisa di ajaknya ngobrol?

"Ehm..., aku mau ke depan sebentar!"

"Aku anter ya?"

"Nggak usah, deket ini!"

"Aku temenin jalan, biar nggak sendirian!"

Setelah membeli koran Mawar mengajak Dika masuk karena masih pagi tentu saja paman Fahri masih di rumah. Dika celingukan di ruang tamu, perlahan ia hendak meletakan tubuhnya di sofa tapi sebuah suara menghentikannya.

"Siapa yang menyuruhmu duduk?"

Dika menoleh ke arah suara itu, "eh, pagi paman!" sapanya. "hem!" hanya itu sahutan Fahri seraya duduk. Ia memungut koran di meja yang sudah tersedia bersama secangkir kopi.

"Duduk, ada keperluan sampai bertamu sepagi ini?" tanya Fahri. Dika mendudukan diri, "eh....itu...anu paman!"  

"Ah eh ah eh, bicara yang benar!" hardiknya tanpa meninggalkan pandangannya di surat kabar yang di pegangnya. "itu...tadinya, mau mengajak Mawar jalan pagi!"

"Sampai harus meronda semalaman, mau jadi hansip kamu! Yah....nggak apa-apa deh. Jadi nggak perlu bayar!"

Dika hanya nyengir saja.

"Tet...tet...tetttttt.....!" Sharon menekan klakson beberapa kali untuk memanggil kakaknya. Terlihat Ricky berjalan dari dalam rumah menuju mobilnya.

"Ih, nggak sabaran banget sih. Lagian ngapain berangkat pagi-pagi, emangnya kamu ada kelas pagi?"

"Udah, kakak nggak usah cerewet. Ayo berangkat aja sekarang!" Ricky hanya menggeleng seraya melemparkan diri ke belakang kemudi, ia menaruh tasnya di jok belakang dan mulai menghidupkan mesin mobilnya.

Setelah sarapan bersama Dika membantu Mawar mencuci piring, habis itu mengantarnya ke kampus seperti biasa.

"Nanti aku jemput di jam biasa ya!"

"Hari ini nggak ada jadwal latihan, jadi bisa pulang dua jam lebih awal!" katanya memberi tahu, "ok deh kalau gitu, tapi....jangan pulang sama orang lain dulu!"

Mawar hanya tersenyum karena ia tahu Dika pasti melihatnya pergi dengan Jerry kemarin.

Begitu memasuki ruang kelas ia di kejutkan oleh sesuatu, beberapa temannya berkerumun di dekat tempatnya. Ia menerobos masuk, matanya membulat lebar melihat apa yang terjadi. Lukisannya yang belum sempurna hancur berantakan, cat betebaran di lantai. Mewarnainya, kuas dan semua pensilnya pun patah. Siapa yang melakukan itu? Perasaan dirinya tak punya musuh.

Ia tak mau memiliki prasangka buruk terhadap siappapun maka iapun diam saja, yang ia lakukan adalah membersihkan semua itu sebelum dosennya datang. Sebutir airmata menetes di pipinya tapi ia tak membiarkan dirinya menangis. Dan akibat yang ia dapat dari hal itu cukuo fatal, ia tak di beri kesempatan untuk mengulang karyanya dan harus mendapat nilai nol.

"Mawar!" panggil Jerry ketika dirinya baru keluar dari kelas, "kak Jerry!"

"Aku dengar isu soal lukisanmu, apa itu benar?"

"Oh, itu. Tidak apa-apa kok kak, yah....biasalah. Namanya juga anak baru!"

"Tapi itu keterlaluan!"

"Nggak apa-apa kok kak Jerry, nggak usah di perpanjang!"

"Kenapa sih kamu selalu begitu, di jaili anak-anak klub basket diam saja, sekarang lukisan kamu juga di rusak kamu juga bilang nggak apa-apa. Kenapa kamu nggak melawan?"

"Kenapa aku harus melawan, tidak semua kejahatan harus di balas dengan hal yang sama. Lagipula aku tidak menganggap itu hal yang jahat. Keisengan itu kan biasa!"

Jerry diam memandanganya, ia semakin kagum dengan gadis itu. Bagaimana mungkin ia memiliki hati seperti itu?

"Ya udah kak, aku buru-buru!"

"Kamu mau kemana, aku anter ya?"

"Nggak perlu kak, terima kasih. Tapi...aku sudah ada janji sama teman!" tolaknya.

"Oh!"

"Aku duluan ya kak!"

Jerry memandang gadis itu menjauh darinya, sementara Sharon menggerutu melihat mereka ngobrol tadi.

Mawar berjalan menuju pintu belakang, tapi kali ini ia melewati gudang kosong yang jarang di lewati karena di tempat biasa masih agak ramai. Mungkin saja Dika juga sudah menunggunya di tempat biasa. Tapi tiba-tiba ada seseorang yang meraih lengannya dengan kasar, melemparkan tubuhnya ke tembok hingga punggungnya terasa sakit akibat menghamtam tembok, "ah!" desisnya. Ia menoleh orang yang menariknya.

"Sharon!"

Plakk!

Bukan sahutan tapi malah sebuah tamparan yang mendarat di pipinya, seketika ia memegang pipinya yang terasa pedas.

* * * * *

White Rose, mulai minggu ini akan tayang setiap Jum'at rutin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun