"Nadine....!"
"Jawab pertanyaan aku Alisa, apakah kamu mencintai Ridwan?"
"Aku.....aku.....!"
"Tinggal jawab Ya atau tidak!"
Alisa memandangnya, bibirnya bergetar. Ia bingung untuk menjawabnya, tapi Nadine meminta jawabannya. Bagaimana pun ia harus menjawab.
"Iya!"
Plakk!
Sebuah tamparan melayang ke pipi Alisa, bekas tangan Nadine memerah di pipinya. Keduanya diam sesaat, Nadine memandang Alisa yang wajahnya masih terlempar ke samping oleh tamparannya. Tapi ia tak merasa menyesal melakukan itu karena menurutnya Alisa memang pantas mendapatkannya. Ia pun mmebalikan tubuhnya kembali dan memasuki mobilnya, meninggalkan Alisa yang masih diam di atas kakinya.
Perlahan Alisa memutar wajahnya kembali lurus ke depan, buliran bening menggelinding dari matanya. Hari ini, ia telah memperburuk hubungannya dengan Nadine juga hubungan Nadine dengan Ridwan. Sebenarnya hal inilah yang ia takutkan dan sekarang sudah tak mungkin lagi di hindari. Ada rasa yang jauh lebih perih di hatinya ketika melihat mata Nadine menatapnya seperti tadi, persahabatan yang baru saja terbangun rasanya hancur begitu saja dalam sekejap. Dan ternyata itu lebih pedih dari sekedar kehilangan cinta seorang pria, lalu apa yang harus di lakukannya sekarang? Menyesal membiarkan semua terjadi, membiarkan dirinya kembali masuk dalam kehidupan Ridwan? Tapi apakah itu salahnya jika mereka bertemu kembali? Alisa tertunduk dalam isaknya, membiarkan airmatanya membanjiri pipinya.
Ridwan melihat pundak wanita itu berguncang, ia juga sempat melihat Nadine menamparnya. Tanpa di sadarinya, ia telah merusak persahabatan dua wanita itu yang baru saja terjalin. Perlahan ia menghampiri Alisa, semakin mendekat guncangan di pundak wanita itu terlihat semakin jelas. Bahkan terdengar suara isaknya, ia menyentuh lengan Alisa. Berniat untuk menenangkannya, Alisa terbelalak. Ia menyingkirkan telapak tangannya sendiri dari mulutnya dan menoleh. Menatap pria di hadapannya tapi tanpa bicara ia melangkahkan kaki kembali ke sanggar.
"Alisa!"