Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tempat Terindah #17; Alisa, Maafkan Aku!

16 Juni 2015   13:51 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:01 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Chapter 17

 

Lucas menceritakan semuanya kepada Alisa tentang kenapa dirinya dulu sengaja mendekati Alisa. Keluarganya sedang dalam masalah keuangan, bahkan sudah di pastikan bakal bangkrut. Tidak hanya akan kehilangan perusahaan tapi juga rumah dan aset lainnya, semua klien dan rekan bisnis papanya sudah mundur dan mencabut saham mereka. Hanya tinggal orangtua Cheryl yang masih tersisa, mereka pun berniat untuk mencabut saham mereka di perusahaan orang tua Lucas. Hal itu di manfaatkan oleh Cheryl, ia memberi Lucas penawaran. Ia bersedia membujuk papanya untuk tetap bertahan di perusahaan orangtua Lucas, bahkan membantu untuk memulihkan kembali perusahaan itu jika Lucas bersedia melakukan apapun keinginannya.

Lucas menyetujui hal itu, akhirnya Cheryl memintanya untuk menghancurkan Alisa. Membuatnya menjadi seorang pecandu narkotika dan berakhir di panti rehab, misinya berhasil. Tujuannya adalah untuk membuat Ridwan meninggalkan Alisa, tapi ternyata lebih dari itu. Ridwan tak hanya meninggalkan Alisa tapi juga meninggalkan Indonesia, membuatnya tak memiliki kesempatan untuk mendekatinya lagi. Dan ketika pria itu kembali ke Indonesia, dia malah sudah menggandeng Nadine di sisinya.

Alisa memandang Lucas dengan tatapan tak percaya, matanya sembab. Sementara Lucas memandangnya dengan penuh harapan agar wanita itu mau memaafkannya meski ia tahu apa yang ia lakukan tak sepantasnya di maafkan.

"Aku minta maaf atas semua yang terjadi!"

"Maaf," desis Alisa, "kamu tahu barang itu berbahaya, kamu sendiri menyadari hal itu. Bahkan....., kamu tidak sudi menggunakannya. Tapi, kamu membuatku aku tidak bisa lepas darinya. Membuatku harus kehilangan semuanya!"

"Alisa!"

"Kamu tahu berapa harga yang harus aku bayar? Aku harus kehilangan semua orang yang aku sayangi, apa maafmu bisa mengembalikan hidupku!" airmatanya mengalir begitu saja, Lucas hanya diam akhirnya. Ia akan menerima semua hukuman yang mungkin akan Alisa berikan padanya.

Alisa menghapus airmatanya, "kita tak bisa merubah apa yang pernah terjadi kan? Mungkin.....aku saja yang terlalu bodoh dan naif saat itu!" aku Alisa.

Lucas terperangah, ia pikir Alisa akan memakinya atau menamparnya. Tapi tiba-tiba saja amarah wanita itu mereda, tidak seperti dulu.

"Terima kasih, kamu sudah memberitahuku tentang hal itu. Setidaknya aku tahu, itu bukan seutuhnya kebodohanku!"

"Jika kamu ingin menghukumku, aku siap menerima itu?"

"Menghukummu, bukan aku yang berhak menghukummu!"

"Apa!"

"Aku hanya meminta, kamu tidak akan pernah lakukan hal seperti itu lagi. Untuk menyelamatkan keuarga dan dirimu, kau tidak perlu harus menghancurkan orang lain!"

"Maafkan aku!"

"Berhentilah minta maaf padaku, itu membuatku terkesan sangat kejam!"

"Apa itu artinya kamu memaafkan aku?"

Alisa memandangnya tajam, "terima kasih!" seru Lucas, ia mengembangkan senyum. "aku pikir....., kamu tidak akan memaafkan aku. Alisa....., apakah mungkin....kita bisa berteman?"

"Berteman, aku bahkan tak berfikir untuk bertemu lagi denganmu!" jujurnya, Lucas memucat seketika. "aku akan memaafkanmu, tapi....aku minta agar kita tak pernah bertemu lagi!"

"Alisa, tapi....!"

"Jika seandainya tanpa sengaja kita bertemu, kamu harus menghindar agar kita tak bertemu!" pintanya. Lucas terdiam, padahal ia justru ingin mengenal Alisa lebih dalam sekarang. Ia mendapat pengampunan dengan begitu mudah setelah apa yang di lakukannya terhadap wanita itu, itu sudah cukup membuatnya mengetahui bahwa Alisa adalah wanita yang baik.

"Haruskah seperti itu?"

"Jika kamu berniat menemuiku lagi, maka aku tidak akan memaafkanmu!"

* * *

"Terserah jika kamu tidak percaya, tapi semalam aku tidak menemui Alisa!"

Nadine memalingkan wajah darinya, "kamu harus tahu Nadine, Alisa sangat peduli terhadapmu. Mungkin saat ini, ada seseorang yang sedang berusaha merenggangkan hubungan kalian!" pesan Ridwan. Nadine kembali menatapnya,

"Apa maksudmu?"

"Bukankah di sanggat itu kalian bersaing dengan ketat, kamu dan Alisa sama-sama seorang penari yang hebat. Pasti ada beberapa yang iri!"

"Aku mau tanya, kamu menyukai Alisa?"

Ridwan terdiam, dan sepertinya kediaman Ridwan cukup membuat Nadine mengerti. "lebih baik sekarang aku pulang, ini sudah hampir gelap. Mungkin....kamu sedang ingin memikirkan sesuatu, tentang pernikahan kita mungkin. Atau....Alisa!" desisnya lalu berlalu. Ridwan masih diam, ia tak berniat mengejar tunangannya meski kalimat terakhir Nadinw cukup sedikit menyudutkannya dan memberi point.

Sebenarnya Nadine ingin Ridwan mengejarnya, menjelaskan sesuatu atau minta maaf padanya. Bahwa di antara dirirnya dan Alisa memang tidak ada apa-apa seperti yang Alisa katakan. Tapi Ridwan justru tak bicara banyak mengenai hal itu, dia seolah ingin membenarkan bahwa mereka memang memiliki hubungan kusus di belakangnya.

Lucas masih duduk di kursinya, memandang dua cangkir coffelatte yang sama sekali tak terjamah. Sekarang ia adalah seorang pengacara yang mengabdikan dirinya untuk orang-orang tertindas yang membutuhkan bantuan hukum. Sejak ia menyadari apa yang ia lakukan terhadap Alisa cukup membuat wanita itu terpuruk, ia sudah menekatkan diri bahwa jika ia berhasil menjadi pengacara ia tidak akan menjadi pengacara yang mudah tergoda uang hingga tak mengenal mana yang salah dan mana yang benar. Ia berharap itu akan membuat dirinya merasa berguna jika ia bisa membantu orang lain.

Maaf yang Alisa berikan padanya memang membuat beban di dadanya meringan, tapi tetap saja ia masih merasa sesak. Tapi ia berharap suatu saat ia bisa melakukan sesuatu untuk wanita itu.

* * *

Alisa berdiri di balik jendela, memegang hpnya. Ia masih di hinggapi rasa tak menentu, ia tak ingin persahabatannya dengan Nadine yang baru saja mereka jalin harus berakhir. Puluhan kali ia ingin menghubungi nomor Nadine, tapi belum juga di lakukannya. Nadine pasti tidak akan mau menerima teleponnya saat ini. Akhirnya ia pun berjalan kek, melempar hpnya ke kasur dan membantingkan tubuhnya di situ pula.

Hari pementasan pun akhirnya tiba, semua sudah berkumpul untuk pementasan itu. Alisa sesekali melirik Nadine karena sedari datang tadi Nadine mendiamkannya, bahkan saat dirinya menyapa. Sahabatnya itu tak menyahut, hanya memandangnya nanar kemudian berlalu. Meski hatinya sedang tidak menentu tapi Alisa tetap sanggup berkonsentrasi dalam pementasan itu.

Ridwan duduk di bangku yang biasa ia duduki, tapi kali ini pikirannya tak lagi fokus ke arah Nadine. Melainkan Alisa, seperti beberapa tahun lalu. Ia akan menyaksikan Alisa menari dengan tatapan kagum, bahkan dulu ia pernah menjadi duet wanita itu. Dulu Ridwan juga pernah masuk sebuah sanggar karena sesungguhnya ia juga suka menari dan sempat ingin menjadi bolero profesional. Tapi sejak insiden yang menimpa Alisa yang membuatnya harus pindah ke Oxfort ia tak lagi meneruskan keinginannya. Ia lebih fokus ke kuliahnya untuk bisa meneruskan bisnis keluarga. Tapi tak di sangka, ia malah bertemu Nadine yang memiliki profesi yang sama dengan Alisa. Dan selama mereka menjalin hubungan Ridwan bahkan belum pernah memberitahu Nadine bahwa dulu dirinya juga seorang penari.

Alisa terlihat lebih sempurna sekarang, ia juga lebih menyatu dengan musik dan tariannya seolah ialah satu-satunya balerina yang sedang pentas.

Tepuk tangan meriah di berikan dari semua penonton setelah tariannya selesai, Bahkan setelah acara selesai madam Selfie mengumumkan sesuatu. Bahwa Nadine bukanlah satu-satunya penari utama di pementasan akbar nanti, tapi Alisa akan mendampinginnya. Hal itu cukup membuat Cheryl semakin panas, dan juga membuat Nadine makin tak nyaman.

Alisa membuka lokernya dan ia di kejutkan dengan beberapa kuntum bunga di sana. Ia tertegun, bunga itu? Adalah bunga kesukaannya, bunga cataleya. Ia memungut satu, memandanginya. Ia tahu siapa yang menaruh bunga itu di dalam lokernya, karena hanya orang itu yang tahu bunga kesukaannya. Sebuah senyum kecil tercipta di bibirnya, senyum bahagia yang juga menyelipkan segores rasa sakit saat ini.

 

* * * * *

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun