Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

White Rose #8 ; Sepertinya Kita Memang Berjodoh

16 Mei 2015   05:42 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:57 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Jerry duduk di serambi rumahnya seraya membaca buku tapi pikirannya malah melayang kepada Mawar, ekspresi Mawar tadi saat berjabat tangan dengam Ricky sungguh membuatnya tak bisa berhenti memikirkannya. Dia menatap Ricky dengan pandangan yang hangat, suka, kagum, tapi setelah berjabat tangan justru ada ketakutan hebat yang menderanya. Ada apa gerangan?


Sikap gadis itu sungguh mengetuk jiwanya, ia melempar buku di tangannya ke atas meja. Membuat teh hangat yang di sajikan oleh pembantunya tumpah tersenggol. Untung tidak tumpah semua, hanya bergoyang hingga membuat isinya meluap. Ia menyandarkan kepalanya di kursi, mencoba mengoreksi sikap Mawar tapi ia tetap tak bisa membaca misteri apa yang tersimpan pada gadis itu. Jerry mengambil jurusan psikologi, itu karena dulu mamanya pernah mengalami gangguan mental akibat depresi berat sebelum meninggal. Dan ia ingin bisa membantu orang-orang yang bernasib sama dengan mamanya. Tapi Mawar tidak sakit jiwa atau depresi kan, tapi seperti ada sesuatu yang memang cukup mengganggu mentalnya.


Mawar turun dari motor Dika, ia kaget karena sepedanya sudah ada di sana padahal tadi ia tinggal di kampus.

"Kamu yang suruh orang buat ambil sepedaku ya, kok udah ada di sini?" Dika tak menyahut tapi Mawar tahu itu benar, "terima kasih ya!"

"Untuk.....?"

"Karena sudah membawaku jalan-jalan, lalu mengantarku kembali ke kampus tepat waktu dan sekarang juga mengantarku pulang!"

"Udah masuk sana, istirahat!"


Mawar tersenyum, "kamu juga jangan keluyuran setelah ini, aku suka punya teman yang suka keluyuran malam!"


Dika terdiam, teman! Lagi-lagi Rose menyebutnya teman. Itu sungguh membuat hatinya kecewa, tapi ia tetap tak mau menunjukannya. "nigth!" desis Dika seraya memutar motornya, Mawar melambai lalu masuk ke dalam. Setelah gadis itut menghilang di balik pintu baru ia menjalankan motornya. Mawar menaruh tasnya di meja belajar dan duduk di kursi, ia tersenyum bahagia karena ia bisa bertemu kembali dengan Dika. Dugaannya selama ini tentang kapten basket klub Harimau hitam benar, bahwa Andika Wiratama memang Dika teman kecilnya.


*****

Fahri keluar dari rumahnya dengan bergegas untuk pergi ke toko, hari ini ia bangun kesiangan. Dan ia di kagetkan dengan sosok anak muda uang duduk di atas motornya, pemuda yang cukup tampan. Dari dandanannya sudah terlihat kalau dia anak orang kaya, tapi sepertinya dia tidak sombong. Nyatanya anak muda itu langsung beringsut dari motor dan menyapanya ketika melihat dirinya.


"Pagi Paman!"


Fahri menghampirinya, "siapa kamu, kenapa kamu ada di depan rumahku?" tanyanya penuh selidik, "eh....saya temannya Mawar paman!"

"Teman!" heran Fahri, baru beberapa hari Mawar sudah kenal pemuda yang yang mendatanginya ke rumah. Fahri menatapnya dalam, wajah pemuda itu tidak asing baginya. Tapi ia pernah melihatnya dimana?


Mawar keluar dari pintu dan menguncinya, Dika langsung melebarkan senyum melihat gadis itu. Fahri memutar matanya ke arah pandangan Dika. Jujur Mawar sendiri sedikit terkejut melihat Dika di sana, ia sempat menghentikan langkahnya sejenak sebelum menghampirinya.


"Dika, kok sepagi ini kamu ada di sini?"

"Aku mau ajak kamu berangkat bareng ke kampus!"

"Tapi.....!"

"Tunggu!" potong Fahri, "Dika, kamu panggil dia Dika? Apakah dia....Dika teman kecil kamu yang sering kamu ceritain itu?"

"Iya Paman, dia Andika Wiratama!"

"Andi....ka....oh....kamu kapten klub basket yang sering muncul di tv saat pertandingan itu ya?" seru Fahri, Dika tersenyum dengan sedikit malu. "Mawar tidak pernah melewatkan pertandinganmu loh!"

"Ih Paman.....!" Mawar menyenggol lengan Fahri, "apa itu benar?" tanya Dika membuat Mawar terdiam,

"Iya, biasanya.....!" Seru Fahri tapi Mawar memotong kalimat pria paruh baya itu, "paman kan sudah telat sebaiknya pergi saja sana nanti rejekinya keburu di samber orang!" usirnya.

"Tidak akan ada yang marah, kan itu toko paman sendiri!"

"Aku juga sudah telat, dah paman.....!" serunya mendorong pria itu. Fahri pun menyingkir dengan tawa kecil mengiringi langkahnya. Ia tidak khawatir karena dari cerita Mawar selama ini bukankah satu-satunya yang berhasil membangkitkan semangat anak angkatnya itu adalah temannya yang bernama Dika itu, semoga saja pemuda itu masih orang yang sama dengan anak lelaki yang pernah membuat Mawar kembali bangkit dari keterpurukan.


Akhirnya Mawar berangkat ke kampus dengan Dika, ia memeluk tubuh pemud itu erat karena laju motor yang cukup kencang, dari tangannya ia bisa merasakan sesuatu di balik dada pemuda itu. Sebuah debaran hebat, seakan ia bisa merasakan suara detak jantunh Dika. Meski ia senang mendengar dentuman dari dada pria itu ia juga merasa takut akan arti debaran itu. Makanya ia sedikit mengendurkan pelukannya, bahkan melepaskan tangannya dan memilih untuk memegang jaketmya saja.


Dika menurunkannya di tempat yang sama dengan kemarin, ia tak mau ada anak dari kampus itu melihatnya mengantar Mawar, apalagi anggota klub basket.


"Terima kasih ya sudah mengantar!"

"Nanti kamu pulang jam berapa?"

"Ehm.....sekitar jam 5!"

"Ok, aku tunggu di sini ya. Nggak kejauhan kan?"

"Memangnya kamu nggak ada acara sama teman-teman kamu?"

"Nggak ada kok!"

"Ya udah aku masuk ya!"


Mawar melangkah meninggalkannya, Dika memandangnya dengan hangat. Angin berhembus lembut, menerbangkan daun-daun juga rambut Rose yang tergerai karena masih setengah basah. Biasanya di kuncir di tengah sehingga akan membuatnya melambai-lambai saat berjalan.


Mawar hampir memasuki ruang kelas saat ada suara memanggilnya, "Mawar!" itu suara Jerry. Mawar menoleh, "kak Jerry!" desisnya. "ada apa kak?"

"Tidak, hanya....aku mau bertanya. Apa kamu baik-baik saja?"

"Aku baik-baik saja, kenapa kak Jerry bertanya seaneh itu?"

"Tidak...., hanya kemarin aku lihat ada yang aneh dengan sikapmu!"


Mawar terdiam sejenak, yang Jerry maksud pasti saat dirinya berjabat tangan dengan Ricky, "oh....aku baik-baik saja kok. Terima kasih ya kemarin sudah membantu!"

"Jangan sungkan, jika kamu butuh sesuatu kamu bisa kok minta tolong sama aku!"

"Kak Jerru baik sekali. Oya, aku harus masuk sebentar lagi dosennya pasti datang!"

"O...iya, silahkan!"


Ketika memasuki kelas Mawar bisa mendengar seseorang memanggil Jerry, "Jer!" itu suara Ricky. Mawar ingin sekali berbalik dan melihatnya tapi ia hanya terdiam sejenak lalu menuju tempat duduknya.


*****


Dika berkelahi dengan beberapa orang, perkelahian yang tak berimbang dna adil sehingga membuatnya harus mendapatkan luka di wajahnya. Tapi akhirnya ia bisa mengusir orang-orang itu menjauh kocar-kacir. Setelah orang-orang itu pergi ia memungut sebuah tas yang tergeletak di jalanan seraya mengelap darah yang terpercik dari ujung bibirnya. Dia menghampiri ibu-ibu yang berdiri di bawah pohon, "ini tas anda!"

"Terima kasih ya nak, sudah menolong saya. Tas ini berisi surat-surat penting, jika sampai hilang saya tidak tahu harus bagaimana!"

"Lain kali Ibu hati-hati, atau....jangan pergi sendirian. Di daerah ini memang rawan jambret!"

"Iya, sekali lagi terima kasih ya nak!"


Dika tersenyum lalu berjalan menjauh, wanita itu memandangnya sejenak lalu mencari taksi. Seperti kemarin Mawar masih belum bisa di terima di klub basket putri. Selama latihan ia mendapat kejailan dari beberapa anak seperti mendapat operan yang sangat keras, meski bisa menangkapnya tetap saja tangannya terasa panas. Juga di tubruk saat hendak melempar nola ke ring, bahkan sampai terpental dan terduduk di lantai. Membuat dirinya bagaikan pemain yang payah, satu hantaman keras dari Anita mengenai salah satu pipinya. Membuatnya merah padam dan twras sangat panas bagai di bakar. Mawar memegang pipinya seraya meringis.


"Kalau nggak bisa main makanya latihan yang bener, jadi bolanya nggak nyasar. Itu salah kamu sendiri!" cibir Anita. Mawar membasuh mukanya di kamar mandi, lalu ia melihat pipinya di cermin. Terlihat merah dan ada sedikit lebam membiru di tulang pipinya.


*****


Mawar sudah berdiri di tempat biasa untuk menunggu Dika, ketika pemuda itu tiba ia sedikit menunduk karena tak mau memperlihatkan luka di pipinya.


"Maaf ya, aku sedikit telat!" katanya tanpa turun dari motor. Mawarpun langsung naik dan Dika langsung menjalankan motornya.


Dika membawanya ke sebuah taman kota, mereka duduk berdampingan di depan danau yang tak yang tak terlalu luas. Dika menoleh dan memperhatikan wajahnya, ia baru sadar kalau ada luka lebam di tulang pipi gadis itu.


"Rose, muka kamu kenapa?"

"Ha,!" Rose memegang pipinya, "ini.....ini....tadi...aku nggak sengaja kenal bola pas latihan!"

"Nggak sengaja, kok sampai biru begitu?" Dika tak percaya, "ya....."

"Ada yang menjaili kamu ya?"

"Nggak kok!"

"Kamu itu nggak pinter berbohong....!"

"Lalu mukamu sendiri kenapa, lebih parah dari aku malahan!"

"Oh....ini, biasa!" sahutnya seraya melempar pandangannya ke depan.

"Biasa apa, kamu berkelahi?"


Dika malah tertawa, "sepertinya kita jodoh ya, muka memar di hari yang sama!" kelakarnya, "apa, jodoh? Aku nggak mau punya suami yang suka berkelahi!" protes Mawar. "oya, lalu kamu suka suami yang seperti apa, kalau suamimu nggak bisa berkelahi nanti saat ada yang gangguin kamu gimana. Dia bakal diem aja?"

"Ya itu urusannya beda!"

"Bedanya?"


Mawar terdiam memandang Dika yang meliriknya, lalu ia melempar pandangannya ke arah lain. "aku lapar!" serunya seraya berdiri mengalihkan pembicaraan. Dika melebarkan senyumannya, tapi ia ikut berdiri, meraih lengan gadis itu dan membawanya bersamanya.


"Eh, mau kemana?"

"Cari makan, katanya lapar!"


*****


• White Rose

•


Tayang dua kali seminggu, Senin dan Kamis.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun