Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Tempat Terindah #15; Tidak Nadine, Tidak Juga Alisa

16 Mei 2015   05:54 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:56 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak Nadine, Tidak Juga Alisa

Ridwan masih duduk di balik kemudinya di parkiran hotel, sebenarnya ia enggan sekali datang tapi jika ia tak menemuinya mungkin foto itu bisa saja masuk ke inboxnya Nadine. Ia menghela nafas dalam lalu keluar dari dalam mobilnya. Segera saja ia naik ke atas, berdiri termangu di depan pintu yang tertera nomor 105.


Cheryl melirik jam di dinding yang sudah menunjukan jam 8.15 menit, ia pun memungut hpnya dan menekan nomor Ridwan. Darimana ia bisa mendapat nomor pria itu yang sekarang? Setelah tahu kalau Ridwan bekerja sama dengan perusahaan tempat Ryan bekerja, Cheryl mencari kontak Ridwan di hp Ryan saat Ryan berada di kamar mandi. Dering suara yang keluar dari hpnya membuat Ridwan terjaga dari lamunannya, Cheryl yang berada tak jauh dari pintu bisa mendengar suara itu secara samar. Maka iapun segera membuka pintu, senyumnya mengembang ketika melihat pria yang sedari tadi di tunggunya sudah berdiri di hadapannya.


"Ku pikir kamu tidak akan datang, hampir saja aku mengirim sebuah paket kepada Nadine!"

"Kamu coba mengancamku?"


Cheryl tertawa lembut, ia membuka pintu semakin lebar. "lebih baik kita bicarakan di dalam saja, akan lebih nyaman!" ajaknya, Ridwan melirik ke dalam lalu iapun melangkahkan kaki memasuki ruangan itu. Cheryl menutup pintu perlahan,


Sementara Nadine merasa gusar di dalam kamarnya, entah kenapa perasaannya tidak enak. Ia mencoba menghubungi Ridwan, tersambung. Ridwan memungut hpnya dan melihat nama Nadine di layar, ia hendak mengangkatnya tapi Cheryl keburu merebut benda itu darinya. Cheryl melirik nama di layar itu lalu merejectnya, bahkan mematikan hp Ridwan dan melemparnya ke ranjang.


"Aku tidak suka ada pengganggu!"

"Itu sudah keterlaluan Cheryl, apa sebenarnya maumu?"


Nadine memandang hpnya karena teleponnya di reject oleh Ridwan, ia mengulangi panggilannya tapi malah tidak aktif. "kenapa malah di matikan hpnya, ada apa?" curiganya, la menggigiti ujung hpnya seraya berfikir, lalu ia kembali menekan sebuah nomor.


Ridwan mendorong tubuh Cheryl dari dirinya, wanita itu berusaha memeluknya. "kamu jangan gila!" serunya, "kenapa kamu selalu menolakku, aku kurang apa?" teriak Cheryl. "kekuranganmu.....kamu mau tahu?" tanya Ridwan, "kamu memiliki banyak kekurangan, hatimu...., otakmu...., bahkan jiwamu, kurang penuh!" cibirnya.


Cheryl mengepalkan tinju dengan geram, membuat kuku-kukunya yang tajam menusuk kulitnya. Mengeluarkan darah segar dan menetes. "kamu seharusnya pergi ke psikolog atau dokter jiwa, mungkin itu bisa membuatmu tenang!"


"Itu sangat menghinaku, Wan. Aku masih waras, aku tidak gila.....kalau pun aku gila.....itu karena kamu yang selalu membuatku seperti itu!" geramnya, Ridwan hanya diam memandangnya. "kamu pikir....kamu bisa hidup bahagia dengan wanita lain...ha....ha....jika aku tak bisa hidup denganmu, maka tidak juga dengan wanita manapun. Tidak Nadine....tidak juga Alisa!"

"Aku tidak takut dengan ancamanmu!"

"Kita lihat saja, aku akan membuatmu.....memohon padaku. Aku akan membuat Alisa dan Nadine pergi darimu!"

"Silahkan lakukan apapun yang kamu mau, tapi aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi!" seru Ridwan seraya membalikan tubuhnya dan melangkah keluar. "aku akan membuatmu menyesal, Wan. Ingat itu!" teriaknya.


Ridwan tak memperdulikan teriakan wanita itu lagi, ia tahu resiko dari sikapnya kali ini. Cheryl pasti akan berbuat lebih nekat, ia tahu dulu yang berusaha merenggangkan hubungannya dengan Alisa juga adalah Cheryl hanya saja dia menggunakan Farah untuk hal itu. Sekarang....apalagi yang akan di lakukannya?


*****


Nadine kembali menghubungi Ridwan tapi masih tak ada jawaban, tadi ia sudah menelpon rumah Ridwan kata tante Dewi pria itu malah belum sampai rumah. Lalu ia mencoba menghubungi Alisa, berbasa-basi dan akhirnya mempertanyakan soal Ridwan. Tapi Alisa bilang ia masih sibuk merapikan toko dan memang ada suara Ita dan juga Fitri. Berarti Alisa tidak bohong, Ridwan tidak ada di sana lalu dia ada di mana?


Ridwan mencoba konsentrasi dalam perjalanan pulang. Lalu ia ingat bukankah tadi Nadine menelponnya, iapun mencari hpnya di saku kemeja, celana juga di jasnya tapi tak ada. Iapun ingat kalau tadi Cheryl merebut benda itu dari tangannya dan melemparnya ke kasur, ia lupa memungutnya kembali saat meninggalkan hotel.


"Ya Tuhan!" desisnya, bodoh sekali ia lupa tentang hpnya. Dan tidak mungkin ia kembali untuk mengambil benda itu, Cheryl pasti akan memanfaat kan benda itu untuk membantu tujuannya.


Ketika memasuki rumah ia malah di semprot oleh sang Ibu, "kamu darimana saja, tadi Nadine menelpon. Katanya kamu malah mematikan hpmu!"

"Hpku hilang bu, mungkin ketinggal di kantor!"

"Lalu sepulang dari kantor keluyuran kemana?" tanya Dewi mengikuti putranya memasuki kamar, "ada urusan sama teman!" sahut Ridwan. Dewi memandangnya dengan curiga, "teman atau teman?"

"Kenapa ibu ikut mencurigaiku, aku bukan anak kecil Bu. Aku bisa mengatasi masalahku sendiri!"

"Apa kamu menemui Alisa?"


Pertanyaan Dewi membuatnya terdiam, "dengar Ridwan, bagaimanapun Ibu tidak mau kamu punya hubungan lagi dengan Alisa. Kamu jangan mempertaruhkan kehormatan keluarga kita demi wanita itu!"


Dewi terus saja mengoceh, Ridwan merasa omelan ibunya hanya membuatnya semakin pusing saja. Maka iapun berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri, membiarkan sang Ibu tetap mengomel di kamarnya. Tapi tak berapa lama ia sudah tak mendengar lagi suara ibunya. Mungkin sudah menyingkir dari kamarnya.


*****


Nadine terkejut ketika membuka pintu pagi itu, ia termangu memandang tunangannya di depan rumahnya.


"Nadine!" sapa Ridwan karena wanita itu tidak menjawab salamnya, Nadine terjaga dengan sentuhan tangan Ridwan di pundaknya yang lembut.

"A,!" ia sedikit gelagapan, "kenapa kamu memandangku seperti itu?" tanya Ridwan. "eh, e.....aku hanya terkejut karena kamu datang tanpa menelponku lebih dulu!"


Ridwan mencoba mengembangkan senyum, "kata ibu semalam kamu menelponku ke rumah?"

"Iya, aku menghubungi hpmu tapi tidak aktif!" sahut Nadine dengan nada sedikit kecewa, "maaf, aku tidak tahu hpku ada dimana. Mungkin ketinggalan di kantor, dan kalau nonaktif mungkin batrenya habis!"

"Oh.....!"

"Boleh aku masuk?"

"E-iya, kebetulan kami sedang sarapan. Apa kamu mau bergabung?"

"Kebetulan juga aku belum sempat sarapan!" Ridwan mencoba mencairkan suasana hubungan mereka yang di rasanya sedikit hambar belakangan ini, dan itu adalah ulahnya sendiri.


Saat bergabung sarapan dengan orangtua Nadine Ridwan kembali di hujami pertanyaan dari calon mertuanya itu. Untung saja Nadine ikut membantu seperti biasanya kalau tidak, ia bisa seharian mencari alasan dari setiap pertanyaan.


"Wan, aku mau tanya?" seru Nadine saat mereka dalam perjalanan ke sanggar, hari itu Ridwan sengaja menunda meeting pagi demi meluangkan waktu bersama tunangannya.

"Ya!"

"Menurut kamu.....Alisa itu wanita yang seperti apa?"


Ridwan sedikit tertegun dengan pertanyaan Nadine. Nadine memperhatikannya untuk menunggu jawabannya, "e....Alisa....kenapa, kamu tanya soal dia?"

"Setelah tante Sinta meninggal bukannya kamu sempat ngobrol beberapa kali sama Alisa, ya mungkin saja kamu bisa menilai dia seperti apa?"

"Dia.....dia baik!"

"Hanya itu?"

"Apalagi?"

"Apa.....kamu menyukainya?"

"Apa?"


Ridwan spontan menoleh Nadine, "lihat ke depan!" seru Nadine karena mobil mulai oleng. Ridwan segera konsentrasi lagi menyetir, "maksudku....., seperti aku menyukainya....dia itu kan baik, sopan!"


Ridwan masih terdiam, ia merasa sedikit aneh karena Nadine mempertanyakan hal itu. Apakah mungkin Cheryl mengirim foto itu kepada Nadine setelah kejadian semalam, dan Nadine sedang mencoba mencari kebenaran?


"Tentu saja, pasti akan banyak orang yang menyukainya. Karena dia memang baik!" sahutnya.


Setelah itu keduanya sudah tidak membahas Alisa lagi, sikap Ridwan memang sedikit aneh saat membiacarakan soal Alisa. Dan itu membuat Nadine masih menaruh curiga, ia akan mencoba mencari tahu sendiri nanti.


Selama latihan Nadine mencoba memperhatikan Alisa, semakin hari Alisa semakin terlihat serius dan lebih baik dari penari lainnya. Jujur, itu membuatnya merasa sedikit iri, apalagi jika ia ingat perkataan Cheryl. Nadine mulai berlatih lebih baik, ia ingin memenuhi tanggungjawab sebagai penari utama di sanggar itu. Cheryl bisa melihat ada sedikit celah di antara Nadine dan Alisa, iapun akan memanfaatkan celah itu untuk membuat kerenggangan di antara mereka.


Apalagi pagi ini ia melihat Ridwan bersikap seperti biasanya terhadap Nadine, tapi ia tidak akan membiarkan hal itu berlangsung lama.


Saat break mereka semua duduk di ruang ganti. Cheryl mengotak-atik hpnya seraya berjalan ke kamar mandi. Sebuah dering hp terdengar dari dalam loker, ringtone yang menggema itu cukup Nadine kenali, suara dering itu masih meraung-raung. Nadine melangkah perlahan mencari arah suara, dan ternyata itu berasal dari loker Alisa. Alisa sendiri tertegun, itu bukan bunyi ringtone hpnya tapi suara itu berasal dari lokernya. Perlahan Nadine menatap Alisa, lalu membuka lokernya. Ketika pintu loker terbuka suaranya semakin nyaring, Alisa mendekat. Keduanya diam beberapa saat, deringnya terus berlanjut. Alisa pun membuka tasnya dan mencari benda bersuara itu, ia menemukan sebuah hp yang bergetar dan itu bukan hpnya. Iapun memungut benda itu keluar, seketika dering ringtonenya berhenti. Sebuah panggilan beberapa kali dan itu....private number.


Nadine merebut benda itu dari tangan Alisa, ia sangat mengenali hp siapa itu. Ia pun membukanya dan benar.....itu memang hp Ridwan. Ia memandang Alisa dengan kilatan amarah, semalam Alisa bilang Ridwan tidak mampir untuk membeli roti dan Ridwan bilang mungkin hpnya tertinggal di kantor. Lalu bagaimana benda itu bisa berada di dalam tas Alisa? Sebutir airmata menggelinding melewati pipi Nadine, Alisa hanya diam terpaku menatapnya.


**********


• Tempat Terindah,


Novel ini bersambung sewaktu-waktu berhubung saya sedang berusaha merampungkan Danny Hatta lebih dulu. Terima kasih sahabat Fiksi....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun