Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

White Rose #6 ; Lagu itu!

4 Mei 2015   06:43 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:24 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Rose menabrak seseorang ketika ia sedang mencari kelas lukis, orang yang tentu tak asing baginya.


"Maaf, aku tidak sengaja!" katanya lembut, "ouh....tidak apa-apa!" sahutnya, keduanya memunguti buku-buku yang berserakan di lantai. Rose memberikan buku itu padanya, "aku sungguh minta maaf!" katanya lagi, Jerry menerima buku itu. Keduanya berdiri, Jerry memandang gadis yang menabraknya itu.

"Kamu terlihat terburu-buru!"

"Eh.....sebenarnya.....aku sedang mencari kelas seni rupa!"

"Oh....mahasiswi senirupa, kelas apa?"

"Kelas lukis!"

"Tapi.....aku tak pernah melihatmu sebelumnya!"

"Aku baru saja pindah dari Bandung, ini hari pertamaku di sini!"

"Oh....!"

"Kak Jerry bisa tolong beritahu aku dimana kelasku?"

"Kamu kenal aku?"


Ada tawa lembut yang keluar dari mulut Rose, "siapa yang tidak kenal anggota klub basket Elang Putih, semua pasti juga tahu!" sahutnya dengan senyuman. "begitu!" sahut Jerry. Ia memandang Rose secara dalam, "kamu tahu aku sementara aku tidak tahu kamu, rasanya tidak adil. Bagaimana kalau kamu kasih tahu aku nama kamu?"


Rose tertawa lagi lebih lembut, "baiklah, aku Mawar!" katanya mengulurkan tangannya, dengan senang hati Jerry menyambutnya. "ok, kalau begitu boleh ku antar menemukan kelasmu?"

"Jika tidak merepotkan!"

"Tentu saja tidak!"


Merekapun berjalan bersama, "semester berapa?" tanya Jerry, "baru semester tiga, kak!" sahutnya. Mereka terlihat langsung cukup akrab.


*****


Ricky duduk di depan piano berdampingan dengan Mela yang sedang memainkannya, suara pianonya begitu merdu. Lagu itu adalah lagu yang sering di mainkan Ricky dengan harmonika untuk Rose. Mela tahu semua tentang masalalu Ricky, termasuk bahwa Ricky adalah anak angkat keluarga Hermawan, Ricky bahkan memberitahukan tentang lagu kesukaan Rose yang sekarang sedang mereka mainkan bersama itu. Mereka akan memainkannya bersama jika Ricky sedang merindukan adiknya itu.


Rose yang kebetulan melewati ruangan itu mendengarkan lantunan nada yang tak asing di telinganya. Lagu itu biasa ia dengar dengan harmonika yang di mainkan kakaknya sewaktu kecil, meski sekarang ia mendengar lantunan lagu itu melalui suara piano tapi aransemen lagu itu sangat ia kenali. Ricky memang pandai men-aransemen sendiri lagu-lagu yang ia sukai sejak kecil, dan aransemen lagu itu tak pernah berubah. Perlahan Rose mendekati ruangan itu, mengintip dari jendela untuk tahu siapa yang memainkannya. Ia melihat Ricky sedang bermain piano bersama seorang gadis, memainkan sebuah lagu yang sering di mainkan kakaknya dulu untuknya.


Lagu itu!.....kak Rick, apakah itu memang benar. Kamu kakakku? Firasatku selama ini......


Wish upon a star adalah lagu kesukaan Rose dari pertama kali ia mendengarkan Ricky memainkannya untuknya.

Tanpa terasa sebutir buliran bening menetes di pipi Rose, menatap pria di dalam ruangan musik itu sedang memainkan lagu kesukaannya bersama seorang gadis. Rose meletakan tangannya di kaca, Ricky dan Mela selesai memainkan lagu itu. Ricky menunduk dan gadis di sampingnya itu tahu apa yang di pikirkannya. Ia menepuk bahu Ricky dan mengusapnya, Mela memutar pandangannya ke jendela. Ia melihat seorang gadis berdiri di jendela, menatap mereka dengan tatapan cemburu.


"Ricky!" desis Mela, Ricky menoleh dan Mela memberi isyarat agar pria itu menoleh ke arah jendela. Rose masih berdiri di tempatnya, matanya basah dan memancarkan rasa iri. Ricky merasa ada sesuatu yang menyapu hatinya, entah apa....tapi gadis itu.....


Rose menyadari kalau kedua orang di dalam ruangan itu menyadari kehadirannya, maka iapun langsung membalikan tubuhnya dan menghapus airmatanya. Ricky berdiri, melangkah keluar ruangan dan Rose segera melangkahkan kaki dari sana. Mela mengikuti keluar, ketika mereka keluar dari ruangan gadis itu sudah tak ada di sana.


"Siapa dia?" tanya Mela,

"Aku tidak tahu, aku bahkan tak pernah melihatnya!"

"Tapi dia menatap kita dengan cemburu, apa kamu yakin kamu tidak mengenalnya?"


Ricky tak menyahut, ia masih memikirkan gadis itu. Rasanya ia seperti mengenalnya, tapi ia bahkan tak pernah bertemu sebelumnya.


Rose duduk di taman, ia senang karena firasatnya selama ini tidak salah. Tapi apakah Ricky akan percaya kalau dirinya bilang bahwa dirinya adalah White Rose? Sementara kakaknya itu sekarang sudah memiliki keluarga baru yang sepertinya cukup membuatnya bahagia.


Jerry yang hendak ke ruang basket melihatnya dan memutuskan untuk menghampirinya. Mendengar suara langkah kaki mendekat, Rose segera menghapus airmatanya. Jerry duduk di sampingnya, "ada apa, hari pertama kok udah nangis. Ada yang jail?"


Rose tersenyum, menggeleng pelan. "nggak ada apa-apa kok kak, aku cuma ingat sama orang tua aku yang sudah lama meninggal!"

"Oh....maaf. Terus....sekarang kamu tinggal sama siapa?"

"Paman Fahri!"


Sebenarnya Jerry tahu bahwa bukan hal itu penyebab airmata yang mengalir di pipi gadis itu, tapi ia juga tahu kalau gadis itu tak mungkin mau cerita hal yang sesungguhnya karena mereka baru kenal. Dari jarak jauh Sharon melihatnya, keduanya yang terlihat akrab menimbulkan rasa cemburu di hatinya. Ia menggerutu kesal lalu menghampirinya dengan langkah lebar, "kak Jerry, di cari kak Ricky tuh. Di suruh langsung ke lapangan basket!" katanya ketus.


"Iya, ntar aku ke sana!"

"Ayo, sekarang!" ajak Sharon memungut lengan Jerry, membawanya berdiri. Jerry mencoba melepaskannya tapi gadis itu menggandengnya terlalu kuat seraya melirik Rose.


"Oya, ini teman baru kita. Mawar!"

"Aku nggak kenal tuh!"

"Maka dari itu aku kenalin."

"Ayo, udah di tungguin sama yang lain!" seret Sharon tanpa memperdulikan Mawar, Jerry terpaksa mengikutinya tapi ia sempat melambaikan tangan pada Mawar. Mawarpun membalas lambaian itu.


*****


Malam itu Ricky tak bisa tidur, entah kenapa wajah gadis yang mengintipnya di ruang musik tadi terus mengisi otaknya. Siapa gerangan gadis itu? Ricky membuang guling yang sedari tadi di peluknya, ia bangkit dan berjalan ke jendela. Mengingat masa saat bersama adik kecilnya, bersama orangtua kandungnya. Saat mereka bercanda dan tertawa, juga saat kecelakaan itu terjadi. Yang lebih menyakitkan adalah saat dirinya tak mampu menyelamatkan adiknya padahal ia sudah berjanji tidak akan membiarkan apapun terjadi padanya. Bagaimanakah adiknya sekarang, jika dia masih hidup pasti dia akan tumbuh menjadi gadis yang cantik dan memiliki hati yang putih seperti namanya.


Langit mendung di atas sana mulai menitikan curahannya, menetes membasahi bumi. Ricky menutup matanya, membayangkan kembali wajah mungil Rose yang lama tak pernah ia lihat lagi. Sementara Rose duduk di sudut ranjangnya ketika hujan melebat di iringi petir yang menggelegar. Ia semakin menyusut ke ujung ranjang dengan selimut melingkari tubuhnya dan telapak tangan di telinganya. Teror trauma muncul dalam jiwanya, ketakutan yang dasyat selalu datang ketika hujan badai menyerbu bumi. Fahri membuka pintu kamar Rose dan melihat anak angkatnya ketakutan di ujung ranjangnya, ia langsung menghampirinya dan memeluknya erat.


"Jangan takut, paman di sini. Semua akan baik-baik saja!"


Petir menyambar dan Rose bersembunyi dalam pelukan Fahri seraya menangis. Hujan badai yang menyebabkan kecelakaan mobil dan harus membuatnya kehilangan kedua orangtuanya membuatnya mengalami trauma yang hebat, di tambah lagi gempa serta hujan lebat yang memisahkannya dengan Ricky. Setiap hal itu terjadi Fahri akan memeluknya hingga terlelap dan menidurkannya. Mencium keningnya baru meninggalkannya hingga terbangun.


*****


Dika mengendarai mobilnya dengan kencang sambil mendengarkan musik menuju kampus, Rose mengamati sepedanya di pinggir jalan. Bannya bocor, maka ia pun harus mendorongnya sampai menemukan tempat tambal ban. Karena hujan semalam jalanan jadi becek, banyak genangan air di jalanan yang berlubang. Beberapa kubangan air itu menjadi bahaya kecil yang bisa mengotori pejalan kaki oleh kendaraan yang lewat. Dan Rose menjadi salah satu korbannya ketika sebuah mobil melintas dengan kecepatan tinggi, Dika langsung menghentikan laju mobilnya dan turun, ia melihat seorang gadis yang sedang mengelap bajunya dengan tangan. Dika pun menghampirinya,


"Maaf, aku tidak sengaja!"


Rose menoleh mendengar suara itu, keduanya tercengang. Bertatapan, memikirkan hal yang sama. Tapi Rose segera menjawabnya, "tidak apa-apa, lain kali jangan terlalu ngebut!"


Dika membuyarkan lamunannya, ia mengamati sepeda di samping gadis itu. "sepedamu kenapa?" tanyanya, Rose menengok sepedanya sendiri.

"Bannya bocor!"

"Oh....!" mata Dika kembali lekat di wajah gadis itu, hal itu membuat Rose sedikit canggung hingga memutuskan untuk berbalik dan menuntun kembali sepedanya. Tapi belum sempat ia melangkah suara Dika menghentikannya.


"Rose!" desisnya.


Rose terdiam, cara pemuda itu memanggilnya begitu lembut. "White Rose!" desis Dika lagi, perlahan Rose melepaskan sepedanya dan berbalik menatap pemuda itu. Bibirnya sedikit bergetar, "Dika!" sahutnya.


"Rose!" desis Dika sekali lagi, gadis itu terpaku. Matanya berkaca-kaca, tanpa bicara Dika meraihnya ke dalam dekapannya. Membuat Rose hanya diam terpaku ketika Dika mempererat pelukannya.


"Aku pikir aku tidak akan pernah melihatmu lagi!" desisnya, Rose mendorong tubuh Dika menjauh darinya secara lembut, "aku yang selalu berfikir seperti itu, kamu sudah kembali ke Indonesia tapi kamu.....!"

"Maafkan aku, aku punya alasan untuk itu!"


Rose memandangnya dengan sedikit kecewa, bahkan ada kilatan marah di matanya. Dika menyadari ia telah membuat kesalahan karena tak menepati janjinya untuk berkunjung begitu kembali ke Indonesia.


"Bagaimana kalau aku antar kamu saja?" tawarnya, Rose tertegun. Melirik mobil Dika lalu matanya kembali ke wajah pemuda itu.


"Dengan mobil?" tanyanya aneh, Sekarang malah Dika yang tertegun mendengar ada suatu kengerian dari kalimat singkat gadis di hadapannya itu.


*****


Mereka duduk seraya menikmati teh manis hangat sembari menunggu ban sepeda Rose siap. Dika meninggalkan mobilnya di tempat ia turun ketika bertemu Rose.


"Kamu tidak pernah cerita sama aku kalau kamu trauma sama mobil!"

"Karena ku pikir.....itu memang tidak perlu!"

"Setidaknya kamu kasih tahu aku!"

"Entahlah, aku hanya takut.....setiap kali aku mulai menyentuh mobil aku selalu kembali ke masa 9 tahun silam. Aku kehilangan mama dan papa melalui kecelakaan mobil, lalu karena naik mobil pula aku juga terpisah sama kakakku!"

"Kakak?"


Sekali lagi Dika tercengang menatap gadis di sampingnya, "kamu punya kakak?" tanya Dika sedikit marah, "apa aku tidak pernah cerita soal kakakku?"

"Aku tidak akan terkejut kalau kamu pernah cerita!" kesal Dika.

"Maaf!"

"Lalu....dimana dia?"

"Aku tidak tahu, tapi aku yakin kami pasti akan bertemu lagi!"


Dika menghela nafas, memperhatikan Rose. "tapi tunggu, kamu bilang kamu trauma sama mobil....terus waktu kamu pindah kemari dari Bandung kamu naik apa?"


Rose terdiam sedikit lama, ia menghela nafas dan mencoba tersenyum. "naik mobil pick up!" sahutnya, Dika tertegun heran, "tapi kamu bilang.....!"

"Aku minum obat tidur!"

"Apa?"


Rose tersenyum menatap Dika, "setelah aku tidak sadarkan diri, baru paman Fahri menggendongku ke mobil. Aku terlelap sepanjang perjalanan, dan ketika aku bangun aku sudah berada di dalam kamar baruku di Jakarta!"


"A.....!" Dika tak mampu menyahut, "rasanya jadi seperti mimpi, sebelum aku teler aku masih di Bandung dan ketika membuka mata aku sudah di Jakarta!" lanjut Rose. Ia sedikit menjauhkan matanya dari Dika yang masih memandangnya penuh heran. "apa itu terdengar payah?" desisnya.


"E, e....itu....tentu saja tidak. Seseorang memang bisa saja mengalami trauma dari peristiwa buruk yang pernah menimpanya!" sambung Dika.

"Tapi bagaimana.....jika trauma itu terlalu banyak? Aku sendiri tidak tahu.....bagaimana bisa mengatasinya. Paman Fahri bahkan membawaku melakukan terapi, tapi tetap saja....itu tidak berhasil!" nada sedih terdengar di suaranya, ada airmata yang menggenang di wajahnya. Rose menyeka buliran bening di pipinya.


"Maaf, aku jadi cengeng ya!" desisnya, Dika masih terdiam. "o-iya, bukankah kamu pernah menantangku untuk tanding basket? Lihatlah, aku sudah bisa berlari!" Rose berdiri, ia mengalihkan pembicaraan untuk menghibur diri. Dika menatapnya, memaksakan sebuah senyuman muncul di bibirnya.


"Aku tidak yakin kamu benar-benar bisa main basket!" cibirnya.

"Kamu tidak percaya!" protes Rose, "kamu pikir aku cuma membual....., kamu belum tahu saja. Dua tahun lalu aku dapat gelar MVP sekota Bandung untuk tingkat SMU putri!"

"Begitukah?" goda Dika seraya berdiri.

"Kita buktikan saja di lapangan basket!" tantangnya, Dika tersenyum nakal padanya. "yakin, kamu sudah siap kalah?" godanya lagi. "aku tahu kamu kapten dalam timmu, tapi bukan berarti aku nggak bisa ngalahin kamu!" balasnya.

"O.....ya....., ingat loh. Kalau kamu kalah kamu jadi pacar aku!" seru Dika dengan senyum lebar seraya menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Mata Rose melotot lebar, "a.....aku kan nggak bilang setuju waktu itu!"


"Bodo' amat, kita udah deal!" tegas Dika seraya berbalik dengan senyum nakal yang masih mengembang. Sementara Rose hanya terpaku menatap punggungnya ketika pemuda itu melangkah ke arah tukang tambal ban yang sepertinya sudah selesai memperbaiki ban sepeda Rose.


**********


White Rose,

Tayang setiap Senin & Kamis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun