Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Semburat Luka Dalam Senyummu

23 Maret 2015   11:46 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:13 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Terima kasih pak!" seru Dino berjabat tangan dengan seorang pria, pria itu adalah salah satu kliennya. Mereka baru saja selesai meeting di sebuah restauran hotel berbintang 4. Dino berjalan ke arah mobilnya, baru saja ia menghempaskan diri ke belakang jok matanya menangkap sesuatu. Ia memperhatikan dengan jelas pria yang baru saja keluar dari lobi hotel itu. Dia bersama seorang wanita, mereka berangkulan dengan mesra. Sang wanita menggelayutkan kepalanya di bahu Raka, dan wanita itu bukanlah Indira.

Itu bukan kali pertama ia melihat Raka berada di hotel bersama wanita yang bukan istrinya, awalnya ia pikir mungkin mereka hanya rekan bisnis. Tapi sepertinya bukan, karena kali ini mereka terlihat seperti sepasang kekasih. Dan wanita itu wanita yang berbeda dari yang tempo hari di lihatnya. Dino meremas setir dengan geram seolah hendak mematahkannya. Tapi ia tak menghampiri Raka dan menghajarnya, ia membiarkannya saja karena takut salah paham nantinya.

Dua hari setelah hari itu, Dino bertengger di dalam mobilnya. Tak jauh dari rumah Raka, dua hari lalu ia mengikuti pria itu hingga tahu kediamanmnya. Di lihatnya mobil Raka meninggalkan rumah, setelah mobil itu menghilang dari pandangan, ia pun turun dari mobilnya. Celingukan, kebetulan ada tukang sayur yang sedang lewat, berteriak memanggil para pelanggannya. Ia pun menghampiri tukang sayur itu, membisikan sesuatu. Lalu tukang sayur itu membawa sekantong plastik sayuran menuju rumah Indira. Wanita itu membuka pintu ketika ada yang mengetuk gerbang rumahnya dengan kencang.

"Eh...mang Darmin, ada apa mang?"
"Ini neng sayurannya!"
"Loh...saya kan nggak pesan sayur!"

Tukang sayur yang biasa di sapa mang Darmin itu tetap saja menaruh sekantong plastik itu di tangan Indira lalu pergi. "eh...mang!" tapi tukang sayur itu tak lagi menyahut. Indira menggeleng lalu memasuki rumahnya, ia membuka isi kantong itu. Ada secarik kertas yang ia temukan di sana.

"Kalau kamu bisa temui aku di taman kompleks Ndi, Dino!"

"Dino?" desis Indira, "darimana dia tahu aku tinggal di sini?" Indira masih diam, ia bingung apakah ia harus menemui Dino atau tidak. Tapi jujur, ia juga sangat merindukan pria itu. Pria yang selalu menjadi telinganya di setiap keluh kesahnya. Pria yang selalu menjadi tongkatnya saat dirinya tertatih. Akhirnya setelah berperang dengan hati dan otaknya, Indipun berhambur keluar. Sedikit berlari ke tempat dimana Dino menunggunya. Langkahnya terhenti ketika melihat pria itu duduk di kursi taman. Dino menoleh padanya, ia cukup tercengang melihat kondisi Indira.

Tubuhnya tak lagi sekal seperti dulu, sekarang boleh di katakan dia cukup kurus. Lesung pipit di salah satu pipinya semakin terlihat cekung, di matanya tak ada lagi keceriaan seperti dulu. Yang ada hanyalah awan mendung yang sepertinya sudah tak tahan lagi untuk menyirami bumi.

"Indi!" desis Dino.
"Dino!" sahut Indira yang tetap mencoba tersenyum meski ada butiran bening di sudut matanya yang membuatnya jadi berwarna merah.

Perlahan Dino melangkah ke arahnya, melihatnya seperti itu ingin rasanya ia segera meraihnya ke dalam pelukannya seperti dulu. Membiarkannya menangis di pelukannya, tapi sekarang keadaannya sudah berbeda. Wanita itu adalah istri orang lain.

"Kenapa kamu nggak pernah menghububgi aku lagi?" tanya Dino. "Dino...!" desis Indira, "kamu sendiri yang bilang, kalau kamu nggak mau hubungan kita berubah. Lalu sekarang apa ini, kamu bahkan mau melupakan persahabatan kita?"
"Maafkan aku!"
"Aku tidak akan memaafkanmu." potong Dino, "kamu bahkan tidak percaya lagi sama aku, sampai kamu memilih menghadapi semuanya sendirian?"
"Maksudmu apa Din?"
"Jangan bersikap bodoh, atau menganggapku bodoh!" seru Dino, "aku tahu....apa yang Raka lalukan di luar sana. Aku juga tahu....kalau kamu tahu itu, Indi....dulu kamu adalah gadis yang kuat yang nggak mau di tindas oleh siapapun tapi kenapa sekarang.....!"
"Aku nggak ngerti apa yang kamu bicarakan!" potong Indira, ia memalingkan wajahnya. Membelakangi Dino, "rumah tangga kami baik-baik saja!" kilahnya.
"Melihat kondisimu....kalian tidak baik-baik saja!"
"Jangan campuri rumah tanggaku, Din. Kamu tidak tahu apa-apa!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun