Still First Day, Senin.....
11.45 a.m
Ibu Marta sedang makan siang bersama Duta besar As di sebuah restoran tak jauh dari gedung Kedubes. Danny memeriksa sekeliling untuk memastikan keamanan, sementara beberapa anak buahnya beserta pengawal lainnya berjaga ketat.
Di luar sebuah mobil BMW hitam merapat ke tepi jalan di sisi restoran, ada tiga orang keluar dari dalamnya, seorang wanita cantik dan dua pria yang seperti bodyguardnya. Mereka berpakaian cukup elegan dan berkelas. Memasuki restoran dengan santainya, ketiga orang itu berjalan menuju meja di sebelah meja Ibu Marta. Wanita itu duduk, sementara dua pria yang bersamanya berdiri dan seperti mengamati suasana. Memastikan aman atau tidak, sang wanita mengambil telepon genggamnya, ia terlihat menekan nomor lalu meletakkannya di telinga. Seperti bicara pada seseorang, entah itu nyata atau hanya pengalihan saja. Danny memperhatikannya sejak mereka masuk. Kemudian wanita itu menaruh sebuah kotak di meja. Bersikap seolah menunggu seseorang, ia kembali membuka ponselnya. Mengotak-atiknya seperti sedang mengetik sebuah pesan. Dua orang pria yang berdiri itu menggerakkan mulutnya pelan seolah berbicara, mata mereka jelas sekali mengawasi situasi. Saat itu Danny berada beberapa meter dari Ibu Menteri, restoran itu sedikit ramai dengan pengunjung.
Seorang waiters mendatanginya tapi wanita itu sepertinya tidak membutuhkan pesanan apapun. Sang waiters pergi kembali meninggalkannya.
Wanita cantik itu berdiri dan berjalan menjauh, ia masih memegang ponselnya. Danny memperhatikannya terus sedari tadi. Mata Danny memutar ke meja yang tadi di pakai wanita itu. Kotak itu masih ada di atas meja, tak bergerak dari tempat semula. Kenapa kotak itu di tinggalkan? Apa isinya?patut di curigai.
Jangan-jangan.... Itu....
Mata Danny kembali ke wanita itu, wanita itu tak berjalan ke pintu keluar tapi justru ke belakang, ia menoleh ke arah Ibu Marta, entah ke sana atau ke kotak itu. Keduanya satu dari pandangan mereka, Danny melempar pandangannya kembali ke wanita itu lalu ke kotak di atas meja. Wanita itu masih menggenggam ponselnya.
Oh my God!
Danny berlari ke arah meja itu secepat ia bisa, sang wanita siap menekan sebuah tombol. Sepertinya itu sebuah bom yang di kendalikan oleh ponsel. Hampir semua mata mengarah ke Danny yang berlari, ia memungut kotak itu tepat si wanita menekan tombol ponselnya, secepat mungkin Danny melempar kotak itu menjauh dari keramaian, yaitu ke arah diding kaca dan BOOM.... Meledak, membuat semua orang berdiri dan berlari ke sana ke mari. Beberapa pengawal Ibu Menteri berlari melindunginya. Mereka mencabut senjata api mereka.
Wanita dan dua pria tadi membidikkan senjata ke arah Duta Besar As dan Ibu Menteri, mereka menenbak tapi Ibu Menteri sudah dalam perlindungan. Para pengawal membalas tembakan mereka, Danny mendekat dengan Ibu Menteri untuk melindunginya sambil ikut menyerang. Terjadi baku tembak di sana. Salah satu pria itu sudah tumbang, entah oleh peluru siapa? Sang wanita lari menjauh dengan terus melancarkan tembakkannya.
Danny berkata kepada Letnan Arman, salah satu anak buahnya.
" Lindungi Ibu Menteri!" katanya lalu mengejar wanita itu yang sudah masuk ke pintu dapur, sementara seorang pria lagi yang masih di dalam ruangan biar menjadi urusan mereka. Wanita itu kehabisan peluru dan membuang senjatanya. Ia terus berlari masuk dan mencari pintu keluar lain dari belakang dapur. Danny masih mengejarnya. Menyingkirkan para koki yang kadang menghalangi. Wanita itu berhasil menemukan jalan keluar dan berlari, ia berhenti di tikungan untuk sembunyi sambil menunggu pengejarnya sampai. Ia mencabut pisau yang cukup panjang dari pinggangnya.
Danny berlari ke sana dan tiba-tiba ada sebuah tangan putih nan mulus dengan pisau di genggamannya, mencoba menyerangnya. Beruntung tidak menusuknya, ia menghindar. Wanita itu menyerangnya lagi, mereka bertarung. Shit!
Dia cukup gesit, siapa wanita jalang ini? Siapa yang mengirimnya untuk membunuh Ibu Menteri. Dia cantik, sayang jadi pembunuh bayaran.
Sekali lagi Danny menghindari pisau tajam dan runjing yang hampir menusuk perutnya, ia mencengkeram lengan indah itu dan menghantam wajah cantiknya. Biarkan saja, meski cantik dia penjahat. Melintir tangannya hingga pisau itu jatuh. Danny menghantamnya lagi beberapa kali di perut, tapi wanita itu juga menendangnya. Meski agak sulit di tangkap karena dia jago bela diri tapi akhirnya Danny berhasil membekuknya. Mengunci kedua tangannya di belakang.
" Siapa bajingan yang mengirimmu?" tanyanya,
Tapi wanita itu tak menjawab.
" Tak peduli kau wanita atau bukan, aku akan membuatmu buka mulut dengan caraku nanti!" ancamnya, Danny hendak membawanya masuk kembali, tapi wanita itu menginjak kakinya dengan kencang, membuatnya menjerit.
" Auh!"
Wanita itu menendang kakinya , Danny terpaksa melepaskan tangannya, wanita itu memukulnya beberapa kali lalu kabur menjauh. Danny berusaha mengejarnya tapi tiba-tiba saja wanita itu terkapar di atas jalan, Danny menghentikan langkahnya karena terkejut, lalu ia pun menghampirinya. Darah terlihat keluar dari kepalanya, membasahi jalanan. Ada seseorang yang menembaknya mati, Danny melihat ke atas gedung, mengamati beberapa di antaranya. Sepertinya the Hitman yang baru saja menembak wanita itu sudah pergi, nampaknya dia seorang profesional sniper. Danny berbicara melalui earphone nya kepada para pengawal yang di dalam.
" Bagaimana di dalam?"
" Aman Kolonel!" jawab Salah satunya. Danny kembali ke dalam, setelah memastikan semua aman. Ia menghampiri Ibu Menteri.
" Anda baik-baik saja Ibu Menteri?" tanyanya. Marta hanya mengangguk. Danny menengok ke Mr. Noah.
" Are you Alright Sir?"
" Yes, I'm fine!"
" Mungkin lebih baik kita kembali sekarang!" sarannya.
Semua menggiring Ibu Menteri keluar restoran untuk kembali ke gedung Kementerian Luar Negeri. Saat hendak masuk mobil tanpa ada suara menggelegar peluru yang di lepaskan, sang Duta Besar As Mr. Noah Mitchel terkapar di dekat mobil, membuat semuanya terkejut. Memandang mayatnya dengan heran, darah mengalir dari kepalanya. Lagi-lagi sang penembak jitu misterius itu mengincar kepala para korbannya dengan sempurna. Danny memriksa mayat pria itu. Lalu ia kembali melihat ke atas, mungkin saja bajingan itu ada di salah satu atap, atau di salah satu kamar hotel yang menjulang tinggi. Danny hendak mengejar tapi Letnan Arman menghentikan langkahnya.
" Kolonel, biar saya memeriksa. Anda mengawal Ibu Menteri saja kembali ke Departemen!" katanya menawarkan diri.
Apa yang di katakan Arman benar, jika ia yang memeriksa siapa tahu saja, nanti ada yang menyerang lagi di tengah jalan. Mereka bertukar kunci mobil, memang tadi Arman yang menyetir mobil dinas yang di naiki Marta dan Alicya. Arman pergi memeriksa sekitar tempat itu, siapa tahu ada petunjuk. Danny membawa Ibu Menteri kembali ke Gedung Kementrian Luar Negeri.
Kali ini harapan Alicya terwujud, ia semobil dengan Danny Hatta. Sepanjang perjalanan ia mencoba terus memandang pria itu dari kaca . Sayang dia sudah beristri, kalau tidak...hm... Boleh juga! Alicya memang suka berpetualang cinta tapi sampai sekarang ia belum bisa melabuhkan hatinya pada seseorang yang benar-benar bisa memikat hatinya. Giliran ada, sudah berkeluarga.
Danny juga melirik ke kaca kecil yang tergatung di dekat kepalanya, ia menemukan mata Alicya ke arahnya. Wanita itu! Tidakkah ada pemandangan lain yang bisa nikmati apa! Danny hanya menghela nafas saja.
*****
Marta sedang berada di dalam ruangannya, dua pengawal menjaga pintu masuknya. Danny sendiri sedang menikmati kopi hitamnya, duduk di sebuah ruangan. Ia sedang berbicara dengan seseorang melalui ponselnya. Ia mendapat kabar bahwa Arman tewas beberapa menit lalu. Damn!
Seharusnya ia tak membiarkan Arman pergi sendiri, sekarang lihatlah. Anak muda itu terbunuh oleh bajingan yang belum ia ketahui batang hidungnya. Arman termasuk seorang prajurit yang baik, dia pintar tapi memang sedikit ceroboh. Dia sudah banyak membantu Danny dalam beberapa operasi. Bahkan termasuk salah satu tangan kanannya.
Alicya keluar dari ruangan ibunya, ia bertanya pada salah satu orang di pintu itu.
" Kau tahu di mana komandanmu?" tanyanya.
" Kolonel di ruangan ujung dekat koridor, nona!" jawab Agung.
Alicya langsung berjalan ke sana, ia masuk begitu saja. Suara sepatunya membuat Danny menoleh, wanita itu berjalan anggun ke arahnya dan duduk di depannya.
" Aku dengar soal anak buahmu, aku turut berduka!" katanya.
" Terima kasih!"
" Seperti apa dia?"
" Termasuk yang terbaik. Seharusnya aku tak membiarkannya pergi sendiri!"
" Dia meninggal dengan berani, kau tak perlu merasa bersalah!"
Hening sejenak.
Alicya menyentuh tangan Danny yang ada di atas meja, seketika Danny terperanjat. Melepaskan tangannya dan berdiri seraya berkata,
" Nona Alicya...!"
" Panggil saja Alicya." sahutnya ikut berdiri.
" Maaf nona, aku harus kembali bekerja." hindarnya.
" Tak usah buru-buru, bukankah di sini kita aman!"
" Banyak penjahat berakal licik, mereka bisa menyamar menjadi siapa saja, dan masuk ke mana saja yang mereka inginkan!" jelasnya.
" Kau tidak akan membiarkan itu terjadi di sini kan?"
" Aku akan berusaha sebaik mungkin!"
" Danny, apa kau punya waktu luang setelah mengantar mamaku pulang?"
Apa yang dia bicarakan? Rasanya tidak pantas dia bertanya seperti itu.
" Ku rasa tidak nona!"
" Fine." jawab Alicya dengan tenang, tapi ada sedikit rasa kecewa di dalamnya. Gadis itu berjalan keluar, tapi di pintu ia berbalik dan tersenyum.
" Aku suka aksimu tadi!" pujinya lalu menghilang di balik pintu.
Danny menghela nafas.
Tuhan... Jangan biarkan aku terjebak dalam situasi seperti itu lagi. Pintanya dalam hati.
Ia pun keluar ruangan itu, berharap setelah ini di perjalanan pulang nanti akan lebih aman. Tapi dengan kejadian di restoran beberapa jam yang lalu ia harus lebih hati-hati lagi.
Telepon di meja Marta berdering, ia pun mengangkatnya.
" Hallo!"
" Selamat sore Ibu Menteri!" seorang lelaki dengan suara berat menelponnya. Darimana dia bisa langsung terhubung dengan mejanya.
" Siapa ini?" tanya Marta.
" Bagaimana hadiah ku tadi?"
" Hadiah!" desis Marta.
" Bukankah menyenangkan, Mr. Duta Besar AS hanya lah hadiah kecil untuk mu, aku sudah menyiapkan yang lebih besar lagi!"
" Siapa kau?"
Ha...ha...
Suara tawa yang terdengar brengsek menggelegar di seberang sana. Marta menutup lubang telepn dengan tangannya, ia berbicara dengan seseorang.
" Bisa kau lacak telepon ini!" suruhnya. Orang itu menghubungi bagian operator. Sementara Marta kembali menempelkan gagang telepon itu ke telinganya.
" Apa mau mu?"
" Kau akan tahu nanti. Aku sarankan perbanyak istirahatmu, karena mungkin belakangan kau akan semakin lelah!" katanya menutup telepon itu.
" Hallo! Hallo!" serunya lalu meletakkan gagang telelon ke tempatnya dengan setengah membanting.
Siapa orang ini, dan apa maunya, ternyata kejadian siang tadi memang bukan nyawanya yang di incar. Tapi itu hanya lah serangkaian teror yang sengaja di lancarkan untuknya. Bajingan ini membunuh Duta Besar AS di depan matanya, besok siapa lagi? Mungkin orang yang lebih dekat dengannya, bisa jadi keluarganya. Ini tak bisa di biarkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H