" Mel!" desis Ruben, " Melanie...!" teriaknya berlari ke arah wanita itu tersungkur, kali ini tak ada yang menghalangi. Ben berlari kencang menghampiri tubuh Melanie yang bersimpah darah, ia memungutnya ke dalam pangkauannya.
Melanie masih bernafas, tapi sepertinya lukanya sangat parah. Darah ada dimana-mana, keluar dari segala arah. Hidung, mulut, kepala, bahkan bagian tubuhnya juga. Ben meraba wajahnya. Airmata mengucur begitu saja.
" Mel, bertahanlah. Kita ke rumah saki. Jangan takut, aku di sini!" tangisnya hendak membawa tubuh Melanie, tapi Melanie menahan diri. Menghentikan aksi Ruben, Ben terdiam memandangnya. Gadis itu menggeleng pelan.
" Ma-afkan a-ku!" itu yang keluar dari mulutnya.
" Tidak!" sahut Ben dengan airmata.
" Maaf-kan aku, aku....aku tak bisa!"
" Tidak, jangan katakan apapun. Aku akan membawamu ke rumah sakit!"
" Tidak!" tahannya sambil menggeleng. " Ben, sepertinya-aku....tidak bisa-me-nikah denganmu!" katanya terbata. Ben menangis sambil menggeleng.
" Maafkan aku, aku tidak bisa-menepati jan-jiku pada-mu!"
" Kau sudah janji, kau berjanji padaku untuk tetap di sampingku, kau tidak boleh tidak menepati janji!" pintanya.
Melanie mengangkat tangannya yang berlumur darah, meraba wajah Ruben. Menghapus airmatanya.