"Gue nggak tahu sejak kapan, gue juga nggak tahu kenapa? Yang jelas gue sadar, kalau gue .....suka sama loe, bahkan gue sayang sama loe!" ungkap Axel dengan suara yang lembut.
Mata Jesie berkaca-kaca, Axel yang perangainya kasar dan begajulan ternyata memiliki hati yang begitu lembut. Hal itu sungguh menyentuh hatinya.
Axel melihat sebutir airmata menggelinding dari mata Jesie.
"Gue nggak bakal minta loe jadi pacar gue kalau loe nggak mau, anggap aja gue nggak pernah ngomong kaya' gitu!"
"Apa? Loe jahat banget. Loe udah bikin gue terkesan dengan semua kalimat loe, sekarang loe nyuruh gue lupain semuanya, bagaimana bisa?" seru Jesie.
Sekarang Axel yang terkejut mendengar jawaban Jesie.
"Kalau gue yang mau loe jadi pacar gue, apa loe mau nolak?"
Apa?
"Gue juga nggak tahu kenapa, setiap kali kita deket dada gue rasanya mau meledak. Dan diam-diam gue selalu suka kalau kita selalu bersama. Gue... Gue juga sayang sama loe Xel, gue sadar itu belakangan ini!"
"Maksud loe. Loe nggak benci sama gue?"
"Gue benci sama loe, tapi rasa sayang gue lebih besar ketimbang benci gue!"
Axel tersenyum lebar.
"Jangan tersenyum!" teriak Jesie, membuat Axel mengkerut spontan. "Loe tahu nggak kalau tersenyum loe tuh bikin gue mau pingsan!" tambahnya, Axel tertegun sejenak setelah itu ia malah tertawa bahagia. Berlari ke arah Jesie dan meraihnya dalam dekapannya. Jesie membalas pelukan itu.