Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Sayap-sayap Patah sang Bidadari ~ Inheritance #Part 18

15 Oktober 2014   19:49 Diperbarui: 17 Juni 2015   20:54 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Nicky dan Andre sampai lebih dulu ke rumah sakit sebelum Burhan. Dan ternyata itu memang Daren. Tapi anak itu masih belum sadarkan diri, meski dokter sudah bilang masa kritisnya sudah lewat. Nicky merasa masih harus melindungi nyawa Daren, karena kemungkinan penculiknya akan datang dan menghabisinya jika tahu anak itu masih hidup.

Nicky duduk di kursi yang tersedia di temani oleh Andre. Tak berapa lama Kapten Brian, temannya dari biro kepolisian pusat datang bersama beberapa anak buahnya. Mereka memasuki ruangan, Brian menghampiri Nicky.


"Bagaimana keadaannya?"

"Dia masih belum sadar!" jawab Nicky.

"Apa kau tahu kira-kira apa motif mereka?"

"Entahlah, kita tunggu saja Daren membuka mata."

"Sebaiknya kau istirahat saja, biar kami yang berjaga!"


Nicky menggeleng, "aku ingin melihatnya membuka, untuk memastikan dia hidup!"

"Kau tampak kelah kawan!"

"Huh....!" desis Nicky.


Sebuah suara handphone berdering, berasal dari saku celana Nicky. Ia memungutnya, itu dari kakeknya.


"Iya kek!"

"Bagaimana?"

"Kami menemukan Daren, tapi dia masih belum sadar!"

"Tapi dia masih hidup kan!"

"Kakek tidak perlu khawatir, aku akan membereskan hal ini!"

"Kau akan menginap di sana?"

"Sepertinya begitu."

"Kalau begitu, besok kau harus pulang dengan selamat. Jangan sampai kau yang mati!"


Nicky mengeluarkan tawa kecil, "tenang saja kek, ku rasa Tuhan masih inginkan aku hidup."


Perbincangan mereka berlangsung cukup lama.


Daren menggerakan jemarinya, lalu menjalar ke seluruh tubuhnya. Perlahan bola matanya berputar di balik selaput matanya yang masih tertutup. Mata itu membuka pelan-pelan, pandangannya masih sedikit kabur dan berputar-putar. Daren mengerjapkan mata beberapa kali untuk menghilangkan kunang-kunang yang memenuhi otaknya. Ia ingin bersuara tapi tenggorokannya kering sekali. Ia hanya berdehem pelan. Membuat semua yang ada di sana menoleh padanya. Terlihat Daren menggeser posisi kepalanya, ia bisa melihat Andre di sampingnya.


"Daren, kau sudah sadar!" girang Andre. Nicky meloncat ke arahnya. Ia bisa melihat anak itu ingin bicara tapi tak bersuara.

"Panggilkan dokter!" seru Nicky.


Andre langsung berhambur keluar mencari dokter. Tak membutuhkan waktu lama, ia kembali dengan sang dokter. Dokter memeriksanya, semua menunggu hasilnya.


"Bagaimana dok?" tanya Nicky.

"Pasien pulih dengan cepat. Itu sangat bagus, saya rasa tak ada yang perlu di khawatirkan!" jawab Dokter.


Nicky menghampiri Daren sementara dokter kembali keluar.


"Hai Bos!" sapa Daren.

"Bagaimana keadaanmu?"

"Rasanya seluruh tulangku retak."

"Aku senang kau masih hidup."


Daren tersenyum.

"Padahal aku sudah bermimpi sedang bersama para bidadari surga!"

"Itu pun jika kau masuk surga, ku rasa neraka lebih cocok!" Nicky menimpali candaan itu.


Daren tertawa kecil, "aku bahkan tak tahu apakah kedua tempat itu benar ada!"

"Mereka ada, percayalah!"


Cup oksigen sudah tak lagi menempel di wajahnya. Ia bahkan sudah terlihat sehat.


"Kau bisa ceritakan apa yang terjadi?" tanya Brian.

"Ya...., sepertinya."

"Apa yang mereka inginkan hingga berniat membunuhmu?" tanya Nicky.

"Mereka membujukku untuk resign dari Harris Group. Bahkan menyodorkan sebuah rumah mewah dan sertifikat sebuah perusahaan." Daren tertawa ringan, "mereka pikir aku akan tergiur, aku tidak butuh semua itu!"


"Dan kau lebih memilih untuk memertaruhkan nyawamu?"

"Bos, aku tidak bekerja untuk meraih itu semua. Aku bergabung di Harris Group karena di sana aku mendapatkan kepuasan batin. Dan sangat menyenangkan memiliki atasan seperti mu, kau tahu!"


Tentu saja Daren tak tertarik dengan semua tawaran itu. Ia sudah memiliki rumah mewah di florida hasil membantu orang tuanya dulu. Selagi kuliah ia bekerja membantu orangtuanya di bidang eksport-impor pangan. Gajinya setiap bulan ia sisihkan, di saat anak lain lebih suka menghamburkan uang untuk main-main dan senang-senang ia lebih suka menabungnya dan menghasilkan sesuatu. Tapi bukan berarti pelit loh...., kalau dengan teman-temannya dia juga suka mentraktir jika sedang dapet rejeki. Jika ada teman minta bantuan dia juga lebih mendahulukan keperluan temannya daripada dirinya sendiri.

"Apa kau tahu siapa mereka?" tanya Brian.

"Aku mengenali wajah mereka, hanya aku tak pernah melihat mereka sebelumnya. Ku rasa orang ini jauh lebih berbahaya dari Ferhan. Dia tidak main-main!"

"Jadi bukan bajingan itu?" sahut Andre, "kupikir dia!"


Nicky menatap Daren.

"Terima kasih karena kau setia pada perusahaan!"

"Aku setia padamu, pada kakekmu. Jika saudaramu yang memimpin aku tidak tahu apakah aku tetap di sana."

"Setia pada kakek berarti harus setia pada Harris Group. Kakekku membangun perusahaan itu dengan penuh perjuangan. Itu sebabnya aku tidak akan membiarkan siapapun menghancurkannya!"


"Kami di belakangmu, Bos!" sahut Andre. Nicky menoleh padanya lalu beralih ke Daren yang mengedipkan satu matanya. Lali ia tersenyum pada keduanya.

"Istirahatlah biar cepat sembuh. Semua orang menunggumu kembali ke kantor!" katanya menepuk lengan Daren pelan. Lalu berjalan ke arah pintu, Brian mengikuti.


"Brian, aku punya rencana kecil!" desis Nicky. Sahabatnya menatapnya,


*****


Rey duduk di kursi menghadap laptop di atas meja yang ada di kamarnya. Ia baru saja mengirim sebuah file via E-mail kepada seseorang. Beberapa menit kemudian hp di meja berbunyi, ia segera mengangkatnya. Ia mendengarkan orang itu berbicara.


"Itu sudah yang terakhir aku berikan padamu. Dan aku tidak akan memberikan kebocoran apapun lagi!"

"Kau ingin membatalkan perjanjian kita?"

"Persetan dengan itu semua. Kalau bukan karena Bobby aku juga tak mau berhubungan denganmu. Kau pikir aku akan benar membiarkan kau menghancurkan perusahaan itu!"


"Rey....!"

"Damn Ferhan. Aku tidak peduli dengan perjanjian kita, setelah ini kau urus saja semuanya sendiri. Aku juga akan mengurus bagianku!"

"Kau tidak bisa mundur begitu saja."

"Aku tidak mundur, yang aku inginkan hancur adalah Nicky bukan Harris Group. Kau pikir aku tak bisa melakukannya tanpa mu, kau salah!" serunya menutup teleponnya dan membantingnya ke meja.


"Ferhan, lihat saja nanti. Aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri jika kau benar ingin menghancurkan perusahaanku!" geramnya.


Malam semakin larut, rumah sakit sudah terlihat sepi. Hanya beberapa satpam dan perawat yang jaga malam yang sesekali lewat. Di depan ruangan Daren hanya ada dua polisi yang berjaga, sementara Brian dan Andre memantau dari ruang kontrol komputer cctv bersama seorang petugas yang memang menjaga ruangan itu.


Di sebuah layar komputer terlihat seorang pria memakai pakaian dokter dan masker wajah. Orang itu keluar dari lift dan berjalan santai ke arah ruangan Daren. Di layar lain menunjukkan sisi depan ruangan Daren, dua polisi itu tiba-tiba tersungkur. Darah mengalir dari kepala, dan yang satunya lagi di dada. Pelakunya menggunakan peredam sehingga tak terdengar suara tembakan. Di layar satunya lagi terlihat pria bermasker itu memegang senjata api sambil terus berjalan. Siapa tahu kalau dia langsung akan menembak mati kedua polisi yang berjaga itu. Brian langsung mencabut senjata api dan meloncat keluar dari ruang komputer. Andre mengikuti. Salah seorang anak buah Brian memeberitahu yang lainnya dengan HT mereka. Ternyata semua sudah siap di posisi masing-masing. Ada yang berada di pintu belakang rumah sakit, bersembunyi tadinya. Ada juga yang di depan, di tangga. Burhan masuk ke dalam ruangan Daren, seseorang berbaring miring di atas ranjang. Memunggungi siapapun yang datang. Burhan menodongkan senjata tepat ke kepalanya.


"Seharusnya ku ledakan kepalamu dulu sebelum aku mendorongmu ke jurang. Sekarang aku tidak akan membiarkan kau hidup!" serunya.


Orang itu bergerak, ia bangkit dan meluncur turun dari ranjang. Menatap Burhan. Itu Nicky bukan Daren, memang seperti itu rencananya. Daren sudah di pindahkan ke ruangan lain, Nicky memang sengaja memancing pembunuh itu dan menyergapnya. Burhan membelalakan matanya.


Nicky!


Bukan ini rencananya.


Jika ia membunuh Nicky sekarang Bobby bisa marah besar padanya. Bahkan mengamuk, dia ingin Nicky hidup untuk sementara waktu. Burhan menurunkan senjatanya.


"Kau ingin membunuhku, aku sudah di sini. Aku tahu kau orang yang sama yang ingin membunuhku tempo hari. Siapa kau sebenarnya, apa yang kau inginkan?"


Burhan tak menjawab, ia malah berbalik dan hendak melangkah pergi. Nicky berlari ke arahnya dan menarik lengannya, tapi Burhan melempar tangannya dan memukulnya hingga terpental. Nicky membalas pukulannya. Keduanya jadi terlibat perkelahian. Brian dan beberapa anak buahnya tiba di sana. Perkelahian dua orang itu sangat sulit untuk di deteksi gerakannya sehingga Brian kesulitan untuk mencari target melumpuhkan penjahat itu. Akhirnya Nicky terpental ke arah Brian, Brian dengan cepat melepaskan tembakan beberapa kali. Burhan menghindar, ia mendorong meja dan ranjang ke arah mereka. Pundaknya tertembus peluru Brian.


"Menyerahlah, kau sudah di kepung!" desis Brian. Mereka masih menodongnya.

Burhan memegang pundak kanannya yang terasa panas. Lalu ia menabrak kaca yang sudah pecah oleh peluru dna menjatuhkan diri. Padahal itu lantai tiga, tapi Burhan tak menjatuhkan diri ke bawah. Ia bergelantung di tepian tembok dan meloncat menendang kaca di lantai bawah. Masuk ke dalam sana dan mencari pintu keluar. Brian dan Nicky mendekat ke jendela.


"Dia pasti masuk ke lantai bawah!" desis Brian. Mereka langsung mengejar.


Burhan berlari ke pintu keluar samping, ia melihat ada seorang satpam dan dua polisi yang berlari ke arahnya. Ia langsung mencabut sebuah senjata api lain dna menembak beberapa kali. Tembakannya tepat. Ketiganya terkapar, ia segera lari keluar gedung dan menuju motornya. Brian dan beberapa orang melihat tetesan darah di lantai, mereka mengikuti jejak itu hingga memnawa mereka ke arah tiga mayat yang tergeletak di lantai dekat koridor yang mengarah keluar. Mereka segera keluar dan melihat orang itu sudah melaju kencang dengan motornya. Brian melarang semuanya mengejar karena ia yakin, orang itu pasti akan mencari keberadaan Daren Harlys untuk membunuhnya. Mereka bisa menangkapnya lain kali, mungkin dengan jebakan yang lebih matang.


Brian kembali ke dalam. Andre sudah di ruangan Daren di pindahkan. Rencananya besok pagi baru Daren akan di pindahkan ke rumah sakit lain. Tapi akan di lihat dulu bagaimana perkembangan kesehatannya.


**********


Trilogi Sayap - sayap Patah sang Bidadari ~ Inheritance (first novel)


Tayang tiga kali seminggu, Senin, Rabu, & Jum'at

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun