Tentu saja Daren tak tertarik dengan semua tawaran itu. Ia sudah memiliki rumah mewah di florida hasil membantu orang tuanya dulu. Selagi kuliah ia bekerja membantu orangtuanya di bidang eksport-impor pangan. Gajinya setiap bulan ia sisihkan, di saat anak lain lebih suka menghamburkan uang untuk main-main dan senang-senang ia lebih suka menabungnya dan menghasilkan sesuatu. Tapi bukan berarti pelit loh...., kalau dengan teman-temannya dia juga suka mentraktir jika sedang dapet rejeki. Jika ada teman minta bantuan dia juga lebih mendahulukan keperluan temannya daripada dirinya sendiri.
"Apa kau tahu siapa mereka?" tanya Brian.
"Aku mengenali wajah mereka, hanya aku tak pernah melihat mereka sebelumnya. Ku rasa orang ini jauh lebih berbahaya dari Ferhan. Dia tidak main-main!"
"Jadi bukan bajingan itu?" sahut Andre, "kupikir dia!"
Nicky menatap Daren.
"Terima kasih karena kau setia pada perusahaan!"
"Aku setia padamu, pada kakekmu. Jika saudaramu yang memimpin aku tidak tahu apakah aku tetap di sana."
"Setia pada kakek berarti harus setia pada Harris Group. Kakekku membangun perusahaan itu dengan penuh perjuangan. Itu sebabnya aku tidak akan membiarkan siapapun menghancurkannya!"
"Kami di belakangmu, Bos!" sahut Andre. Nicky menoleh padanya lalu beralih ke Daren yang mengedipkan satu matanya. Lali ia tersenyum pada keduanya.
"Istirahatlah biar cepat sembuh. Semua orang menunggumu kembali ke kantor!" katanya menepuk lengan Daren pelan. Lalu berjalan ke arah pintu, Brian mengikuti.
"Brian, aku punya rencana kecil!" desis Nicky. Sahabatnya menatapnya,