Pagi ini semua sudah berkumpul di meja makan, lengkap.
"Bagaimana Liana, kau siap untuk hari ini?" tanya William.
"Eh..., a....e....aku...., aku sedikit gugup kek!" jawabnya.
"Tak perlu kuatir, akan ada banyak orang yang membantumu nanti,"
"Aku tidak yakin apa aku....benar-benar harus pergi ke kantor!"
William mendesah,
"Jika kau tak mau pergi, aku akan memukul kepalamu!" ancamnya.
Liana langsung melotot. Hari ini.....akan jadi hari yang berat. Ia sungguh tidak siap bertemu semua orang di kantor, tapi.....sepertinya kakek benar akan marah kalau ia tak mau.
Aduh.....bagaimana ini?
"Kau hanya akan masuk kantor, bukan medan perang. Kenapa ekspresimu seperti itu?" seru Rey.
Ini lebih dari medan perang!
Tapi sebenarnya ia masih tak mengerti maksud kakek Willy menaruhnya di kantor bersama Nicky dan Rey. Tapi....ya sudahlah....biarkan saja takdir yang akan bicara.
Selesai sarapan, Liana berjalan keluar bersama kakek Willy.
"Pagi ini kau di antar sopir saja!"
"Sopir? Kakek.....sudah dapat sopir baru?" tanyanya sedikit terkejut.
"Ya, dia yang akan mengantar dan menjemputmu dari kantor!"
"Oh....., itu lebih bagus. Dari pada aku harus menumpang di salah satu mobil cucu kakek!"
"Memangnya kenapa?"
"E....., " mata Liana melebar ketika melihat sosok yang berdiri tak jauh dari mobil vios hitam itu. Ia segera mempercepat langkahnya ke arah orang itu.
"Rizal!" girangnya.
"Pagi...., nona Liana!" candanya dengan senyuman.
"Jangan begitu, panggil namaku saja seperti biasa. Bagaimana kau ada di sini?"
Liana sepertinya sangat senang karena akhirnya Rizal benar-benar ada di rumah ini.
"Semalam ada yang mendatangiku!"
"Oya!" Liana mengernyit, "tapi....bukan kau tak punya SIM?"
"Selesai mengantarmu ke kantor, Rizal akan melakukan testdrive untuk bisa mendapatkan SIM. Jika dia sudah dapat, kakek akan merasa lebih tenang!" seru William.
Liana menoleh pria tua itu.
"Kakek....., aku senang kakek benar-benar memberikan Rizal pekerjaan di sini, aku kan jadi punya teman!"
"Ku pikir juga begitu, tapi jangan lupa jemput Liana kembali di jam istirahat siang!"
"Jangan kuatir tn. Aku akan menjaganya!"
seperti selama ini.
Rey muncul di pintu, langkahnya terhenti ketika melihat Rizal. Nicky dan Daren juga muncul, mereka ikut berhenti dan melihat ke arah mata Rey menuju. Nicky memang belum pernah bertemu dengan Rizal. Tapi kelihatanya pria itu akrab sekali dengan Liana.
Rey menggerutu melihat Liana masuk mobil yang akan di kendalikan oleh pria itu. Padahal sebenarnya ia ingin mengajak Liana berangkat bersama, sekalian ada yang ingin di bicarakan. Rey melirik Nicky lalu ia berdesis,
"Aku tidak suka pria itu!"
"Kau mengenalnya?" tanya Nicky.
"Teman Liana di jalanan, kami bertemu sekali!"
Oh....jadi dia teman Liana!
Mobil yang membawa Liana sudah melaju, William menoleh. Ia sedikit terkejut melihat tiga orang yang berdiri di depan pintu.
"Kalian tak ingin berangkat? ini sudah hampir telat!" katanya mengingatkan.
"Oh...!" seru ketiganya.
"Kami memang mau berangkat tn. Willy!" jawab Daren.
William hanya mengangguk. Rey berjalan ke mobilnya, Nicky dan Daren juga memasuki mobil lain.
*****
"Bajumu sedikit kebesaran di tubuhku!" keluh Daren.
Tubuh Daren memang sama tinggi dengan Nicky maupun Rey, tapi dia sedikit lebih slim. Soal pakaian hanya berbeda satu ukuran dengan Nicky sih.
"Ku pikir jika malam ini aku pulang ke rumahku ....seperinya akan baik-baik saja!"
"Aku tidak yakin, mungkin saja penjahat itu masih akan datang!"
"Aku tidak enak lama-lama menumpang di tempatmu."
"Untuk keselamatanmu Daren, lebih baik kau bertahan di rumahku!"
"Huh...."
Nicky menoleh,"kenapa?"
"Do I have any choice?"
Nicky tak menyahut, Handphone Daren bedering. Ia segera mengangkatnya.
"Hello mam, oh....yes. I'm fine,"
Nicky melirik.
"No.....no...no..... Don't be worry. It's just a little accident, I...." Daren berbicara panjang lebar dengan ibunya di Florida. Dia memang tak memberitahukan keluarganya soal kecelakaan itu, dan entah mereka tahu darimana.
Liana sampai lebih dulu di kantor, semalam Rizal di ajak ke luar gedung itu oleh Jaya agar hari ini tidak keblinger nyari kesana-kemari.
"Li, sudah sampai!"
"Ha!"
Liana menatap Rizal lalu mengalihkan pandangannya ke lobi.
"Aku berdebar-debar sekali," desisnya lalu kembali menatap Rizal. "aku tidak tahu apa yang ada di dalam sana,"
Rizal tertawa....,
"Yang namanya perusahaan di dalamnya ya ada para karyawan, meja, kursi, komputer dan lain - lain. Kau pikir akan ada apa? Alien!"
"Jangan becanda, aku serius."
Mobil Nicky dan Rey juga sampai berantrian. Mereka memarkir mobilnya lebih dulu.
"Sudah, masuk saja. Lagipula dua cucu tn. William akan masuk bersamamu kan, kulihat keduanya cemburu melihat kita bersama!"
"Jangan ngawur!"
"Itu benar,"
Liana diam sejenak, sedikit menunduk lalu kembali mengarahkan pandangannya pada temannya.
"Kau tahu...., aku sangat senang kita bisa bersama lagi."
Aku yang senang bisa bertemu denganmu lagi, Liana.
"Kau orang yang pertama kali ku kenal sejak aku membuka mataku. Jika bukan karena kau....waktu itu....aku pasti sudah mati kelaparan!"
"Itu sudah lama berlalu Liana. Lupakan hal itu, sekarang kau memiliki kehidupan yang berbeda. Kehidupan yang jauh lebih baik, mungkin....semua ini memang sudah rencana Tuhan!"
"Bagaimana aku bisa lupa, aku tak akan berada di sini jika bukan karena kau. Mungkin aku sudah di neraka!"
"Jangan banyak bicara, cepat turun. Tuh lihat, dua orang itu terlihat sedang menunggumu. Aku tidak mau di hajar lagi oleh Rey!" serunya.
Oh, iya. Waktu ituk kan Rizal pernah di hajar Rey di bengkel karena terlihat sangat akrab dengan dirinya. Liana menoleh ke teras gedung, terlihat Rey, Nicky dan Daren masih berdiri di sana.
"Ok, kau benar. Sebaiknya aku turun sekarang sebelum dua orang itu memakan kita." liana membuka pintu mobil, menurunkan satu kakinya. Ia kembaki menoleh ke Rizal sejenak dan berseru, "ngomong-ngomong....kau tampan juga dengan penampilan barumu!" katanya lalu turun dan menutup pintu sambil tersenyum.
Rizal terdiam, Liana bilang dirinya tampan! Itu sungguh pujian....atau justru ledekan?
Liana menghampiri ketiganya.
"Kenapa kau lama sekali, pacaran dulu!" kesal Nicky.
"Apa!" spontan Liana dengan mata yang melebar.
"Kenapa dia bisa jadi supirmu?" tanya Rey.
"E.....," Liana tak tahu harus menjawab apa, ia ingat ancaman Rey tempo hari. "aku juga tidak tahu, katanya kakek memang menyuruh Jaya mencarinya kemarin!"
Nicky melangkah lebih dulu, di ikuti Daren. Liana dan Rey masih diam, Liana merilik Rey yang menatapnya. Aduh....tatapannya menakutkan! Akhirnya Liana melangkah mengikuti Nicky. Lalu Rey juga melangkah. Mereka memasuki Lift, semuanya diam selama lift bergerak naik ke atas.
Keluar dari lift mereka lansung berjalan ke ruang PresDir. Selama berjalan ke sana, para karyawan berdiri dan memberi salam pagi. Nicky menjawabnya dengan ramah dan senyuman. Liana jadi bingung.
Ternyata di kantor dia ramah juga, tapi....kenapa dia sangat menyebalkan jika kami bersama. Huh....dasar!
Nicky berhenti di depan pintu ruangannya.
"Maaf semuanya, mulai hari ini Reynald akan kembali bergabung dengan kita. Dan....dia akan menjabat sebagai wakil PresDir yang selama ini kosong karena aku mewakili kakek. Dan....ini Liana." tunjuknya pada Liana.
"Dia juga akan bergabung dengan kita!"
Mela menghampiri.
"Aku sudah mendengar soal anda, senang bisa bekerja sama!" katanya pada Liana sambil menjulurkan tangannya. "Mela, sekretarisnya Pak Nicky!"
Liana menyambut tanganya.
"Liana, semoga aku tak merepotkan. Mohon bantuannya!" lirihnya.
Mela tersenyum.
"Rey, kau tahu dimana ruanganmu kan!" seru Nicky.
Rey mengangguk dan melangkah menuju ruangannya.
"Liana, kau ikut Daren. Dia akan menunjukan dimana mejamu!" kastanya lalu masum ke ruangannya sendiri.
"Ayo, ku tunjukan dimana kita bisa bekerja!" ajak Daren pada Liana. Liana mengikutinya, mereka memasuki sebuah ruangan. Di dalamnya sudah ada dua orang di meja masing-masing. Di dalam sana memang ada empat meja dan salah satunya memang sepertinya kosong karena terlihat sangat bersih tanpa sepotong kertaspun. Sedang meja satunya lagi sudah penuh, pasti itu meja Daren.
"Itu mejamu, kita satu ruangan!" katanya lalu duduk di mejanya sendiri.
Perlahan Liana melangkah ke mejanya, lalu ia duduk di kursi. Memandang semua yang ada di sana.
"Oya," seru Daren. Semua menoleh ke arahnya,
"Liana, itu Hendra dan Adit. Dan kalian berdua....dia adalah cucu baru PresDir kita. Tn. William, kalian pasti sudah tahu kan tentang hal itu!"
"Hai," sapa Hendra da, Adit bersamaan.
"Hai!" balas Liana dengan ramah. "e....., aku....aku masih tidak tahu harus berbuat apa. Jadi mohon kalian beritahu aku!"
"Nanti Nicky akan kesini memberimu tugas, sekarang dia sedang mengurus sesuatu dulu!" sahut Daren.
"Oh, begitu. Jadi sambil menunggunya....aku hanya bisa diam melamun di sini?"
Daren tampak berfikir sejenak, lalu ia mengambil sebuah dokumen dan berjalan ke arah Liana. Ia memberikan dokumen itu pada Liana. Liana menerimanya, menaruhnya di meja dan membukanya.
"Itu rincian produk baru yang akan kita produksi awal musim ini. Kau baca saja dulu, daripada nganggur!"
"Terima kasih!"
Daren kembali ke mejanya. Liana mulai membaca dari halaman pertama.
Rey duduk di belakang meja. Dulu ia ingin sekali berada di ruangan itu saat Nicky yang memilikinya, tapi sekarang kursi itu bukan ambisinya lagi. Ia menginginkan yang lebih, ia memang membiarkan perusahaan cabang ia kelola tetap seperti itu karena ia tak menginginkannya. Ia tahu kakeknya akan menyuruhnya belajar dari Nicky dan itu artinya....dirinya akan kembali ke perusahaan ini. Dan hal itu akan memudahkan jalannya.
Tapi rencananya sedikit kacau gara-gara Bobby bertindak ceroboh dengan menculik Daren tanpa sepengetahuannya. Sekarang anak itu mengenali wajah Burhan, dan itu memang bisa membahayakan. Ia tak bisa lagi menyuruh Burhan memasuki rumah dengan menjadi kekasih mamanya, kecuali.....Daren tinggal di apartementnya sendiri. Itu artinya....ia harus membuat Daren tidak tinggal lagi bersama mereka. Atau bahkan....harus benar-benar melenyapkannya.
Tapi saat ini ada yang lebih penting harus ia takhlukan, yaitu hati Liana. Ia harus mendapatkannya lebih dulu sebelum Nicky benar-benar masuk ke dalam hati wanita itu. Dan mungkin ia tahu bagaimana caranya.
*********
Trilogi Sayap - sayap Patah sang Bidadari ~ Inheritance ( first novel )
Tayang dua kali seminggu,selasa dan kamis,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H