Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Price of Blood #Part 3

13 Desember 2014   23:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:22 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Karen tertegun dengan ucapan putranya, ia menolehnya untuk sesaat lalu tersenyum. Mungkin apa yang di katakan Vincent benar, Sammy memang sudah besar. Tak seharusnya ia terus menjauhkannya dari kenyataan, sudah sewajarnya jika Sammy sekarang mulai menuntut haknya. Tapi apakah ia akan siap nanti jika memang waktunya tiba. Bagaimana ia akan menghadapinya nanti.

Akhirnya mereka menemukan rumah yang cocok, memang tidak terlalu besar tapi cukup nyaman dan bangunannya juga baru. Rumah itu di kawasan Tebet barat, tidak terlalu jauh dari perusahaan Vincent.

"Mungkin ini memang lebih kecil dari rumah kita di Washington, kau tidak keberatan kan?" seru Karen.
"Dimanapun, asal bersamamu aku tidak keberatan!"

"Bagaimana?" tanya pemilik rumahnya,
"Mungkin kami akan mengambilnya secepatnya!"

*****

"Kau punya bakat di bidang itu, kenapa malah ingin jadi polisi?"
"Ku pikir karena itu lebih menantang!"
"Jadi reporter juga menantang, atau....mungkin kau bisa ambil yang lainnya!"
"Misal?"

Mereka berjalan menuju kantin.

"Ehm....., designer mungkin!" usul Danny,
"Aku tidak tertarik dan aku juga tak punya bakat di sana,"
"Sekolah masak?"
"Aku juga tak suka jadi koki!"
"Olahan tanganmu enak,"
"Mama juga, tapi dia bukan koki. Sudahlah papa, jangan membujukku terus. Papa tidak perlu khawatir, mungkin aku memang perempuan tapi aku akan buktikan sama papa kalau aku juga bisa!"
"Bisa apa?" ledek Danny,
"Tapi sepertinya aku punya ide yang jauh lebih bagus!"
"Apa itu?"
"TNI AU, mengendarai pesawat tempur sepertinya lebih menyenangkan!"

Danny menoleh dan menatap putrinya dengan tatapan tak percaya. Sharon membalas tatapan itu, tapi sepertinya ia justru senang dengan reaksi sang papa. Mengalihkan pandangannya kembali ke depan dan berjalan lebih cepat. Danny memperhatikan putrinya, tapi apa yang di ucapkan Sharon juga benar. Hanya karena dia perempuan tak seharusnya ia melarangnya masuk militer, jika anak itu memang menginginkannya. Dan Frans juga benar, Sharon adalah putrinya. Dia pasti bisa menjaga dirinya sendiri.

Handphonenya berdering, ia pun merogoh saku celananya

Paman Radit!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun