Mohon tunggu...
Y. Airy
Y. Airy Mohon Tunggu... Freelance Writer -

Hanya seseorang yang mencintai kata, Meraciknya.... Facebook ; Yalie Airy Twitter ; @itsmejustairy, Blog : duniafiksiyairy.wordpess.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bougenville Street ...

24 Februari 2015   20:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:35 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ku angkat tanganku, ku pandangi kilauan permata di benda bundar berbentuk lingkaran yang menyelip di jari manisku. Cincin pertunangan kita, oh....tidak! Sudah berlumuran darah. Ku harap kau tak melempar cincinmu ke sumur, atau ke hutan!

Oh.....ahh.....

Aku merintih lagi, dan hanya cicak yang mendengarkan. Dan mereka tak bisa melakukan apapun untuk membantu, untuk menghilangkan rasa sakit yang ku rasakan. Ku tekan dada kananku sekali lagi, berharap agar tak ada lagi darahku yang menetes.

Nathan, kau memang bajingan. Bangsat! Seenaknya saja kau lemparkan kotoran ke wajahku. Jika aku berhasil survive, aku sendiri yang akan memecahkan batok kepalamu. Ingat itu!

Ku dengar suara sirine memenuhi jalanan, para polisi itu masih mengejarku, apa mereka tidak lelah? Ku intip dari lubang jendela yang sudah tak berkaca lagi, anjing pelacak lagi. Sialan! Mereka terlihat sedang menciumi darahku yang berceceran, dan bergerak mendekati persembunyianku. Ku tenggelamkan kembali diriku di balik tembok. Jantungku mulai berpacu lebih cepat dari detik jarum jam, ku hela nafas sedalam-dalamnya. Mumpung masih sempat, mungkin beberapa menit lagi aku sudah tak menghirup nafas untuk selamanya.

Bayangan teriakan dan jeritan wanita di rumah itu kembali memenuhi otak dan pikiranku, aku berbicara dengan Nathan Rodriguez selama hampir setengah jam. Dia adalah seorang anggota dewan yang di gosipkan sedang terlibat kasus gravitasi, tak hanya itu ada desas-desus yang ku terima dia terlibat bisnis gelap obat bius.

Aku mengekorinya selama beberapa hari, sempat ku layangkan secarik kertas padanya melalui satpam di depan gerbang rumahnya yang super mewah itu. Kertas itu memang berisi ancaman, tapi itu berhasil. Nyatanya, dia memberiku secarik kertas melalui satpamnya pula. Sebuah alamat, aku pun pergi ke sana sesuai jam dan tempatnya.

Sebuah rumah yang tak terlalu besar, aku berbicara padanya. Melemparkan sejuta pertanyaan, sejujurnya aku bunya seorang nara sumber yang bisa membuatku membongkar kebusukannya. Aku tak pernah memberitahunya tapi sepertinya dia mengetahui hal itu.

Nara sumberku adalah istri sirinya sendiri yang sudah di campakannya beberapa bulan lalu. Wanita itu belum terseret media kalau sudah di buang oleh Nathan. Kabar yang beredar, wanita itu sedang hamil dan kini tinggal di salah satu rumah yang di berikan Nathan padanya. Rumah yang ternyata aku datangi.

Brengsek!

Ternyata wanita itu ada di sana, saat aku hendak meninggalkan rumah itu ku dengar jeritan histeris melengking memekakan telingaku. Aku berlari mencari arah suara, ketika aku sampai di sebuah ruangan sesosok tubuh menubrukku. Dengan sigap ku tangkap tubuh wanita itu yang sudah berlumuran darah. Wajahnya hancur karena di hantam beberapa kali, darah mengalir dari sisi kepalanya. Terdengar suara tembakan sekali, tubuh wanita itu tersentak dan merosot jatuh terkapar ke lantai tanpa nyawa lagi. Sekali lagi ku dengar tembakan, ku toleh Nathan yang menembak lengannya sendiri, saat itu juga ia melemparkan senjata api ke arahku. Ku tangkap dengan cepat karena refleks. Suara sirine mobil polisi mendekati rumah itu, Nathan berlari ke bawah dengan cepat. Aku masih termangu, tak tahu harus berbuat apa karena aku masih syok dengan apa yang ku lihat. Yang ku alami, ketika suara derap langkah kaki mulai mendekat aku baru sadar. Ada mayat wanita di dekatku. Dan sebuah senjata api di tanganku yang telanjang, sudah pasti sidik jariku akan membekas di sana. Aku berjalan gontai mendekati jendela, ku dengar sebuah teriakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun