Mohon tunggu...
waliyulhamdi
waliyulhamdi Mohon Tunggu... web developer berbasis CMS Open Source -

pencerita, penikmat buku dan ... atau apalah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Nice dan Mesin Ketik Pak Misbah

11 Februari 2016   10:38 Diperbarui: 11 Februari 2016   11:10 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pak sofyan berniat memengang pundak nice untuk menguatkannya namun nice refleks menepis tangan pak sofyan. Mendapat respon seperti itu ada sedikit kejengkelan yang terlukis di wajah pak sofyan namun cepat berusaha dia sembunyikan.

"Nak nice, ini ada bungkusan yang orang temukan di dekat pak misbah dan sepertinya ini untukmu karena namamu tertulis di bungkusan ini. Sebenarnya di dalam bungkusan itu juga ada sebuah surat yang di sampul surat itu tertulis nama pak imam. Surat itu sudah diserahkan ke pak imam dan pak imam sudah menyampaikan ke warga kalau isi surat itu adalah penyerahan rumah beserta tanahnya untuk dijadikan taman bermain, ada pun buku-buku milik pak misbah di serahkan ke nice untuk digunakan sebagaimana mestinya."

Usai menjelaskan soal surat untuk pak imam, pak sofyan langsung menyerahkan bungkusan yang sedari tadi dipegang di tangan kirinya. Tanpa banyak bicara nice langsung mengambil bungkusan itu dan langsung membukanya. Ternyata sebuah buku dan surat. Nice memperhatikan sampul buku itu. Dia pun mengenali buku itu yang ternyata buku yang pernah pak misbah janjikan, air mata nice hendak tumpah namun dia berusaha menahannya sebisa mungkin untuk tidak tumpah lalu dia membuka surat yang disertakan bersama buku itu.

"Nice ... Kau bukanlah siapa-siapa dan karena aku juga bukan siapa-siapa bagimu jadi kita sama-sama bukan siapa-siapa. Walau kita bukan siapa-siapa dan umur kita juga terpaut jauh tapi dalam pertemanan kita adalah sahabat dan dalam ikatan sebagai manusia kau adalah anakku. Nice, malam keesokan hari setelah kita bersama menikmati kopi buatanmu, sebelum tidur tiba-tiba terlintas pikiran bahwa umurku tak akan lama lagi dan aku pun terganggu dengan janjiku padamu. Janji itu hampir saja membuatku tak bisa tidur, syukurlah setelah terdengar beduk di pukul di mesjid dan setelah sholat subuh ngantuk datang menyerang dan aku pun tertidur. Pagi harinya ketika sedang menikmati secangkir kopi, janji itu dan pikiran bahwa kematian tak akan lama lagi datang menjemputku kembali hadir dalam pikiranku. Akhirnya aku memutuskan untuk sesegera mungkin memperoleh buku itu, harus aku segerakan untuk mendahului datangnya kematianku. Setelah mencari solusi yang paling mungkin akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi seorang kawan lama. Singkat cerita, aku segera ke rumah kawan lama itu. setelah berbasa-basi aku pun menceritakan tujuan kedatanganku. Dia pun mengiyakan permintaanku dan langsung menyuruh anaknya untuk menjemput mesin ketik yang berada padamu berbekal surat pengantar dariku, tentu kau sudah bertemu dengannya. Melalui handphonenya teman lamaku itu juga langsung menghubungi seorang distributor buku dan menanyakan buku yang aku inginkan. Buku itu ada di distributor yang dihubunginya, dia pun langsung meminta untuk membawakan satu eksamplar. Sekitar 30 menit kemudian, seorang kurir datang membawakan buku yang dipesan teman lamaku itu dan dia pun membayarnya lalu menyerahkannya padaku. Kau mungkin bisa membayangkan kebahagian yang aku rasakan ketika menggenggam buku itu, saat itu ditengah kebahagianku terbayang wajah bahagiamu saat memperoleh buku ini kelak. Setelah mengucapkan terima kasih atas bantuannya aku pun pamit pulang. Aku pulang dengan penuh kebahagiaan. Buku itu aku genggam erat-erat dan ku jaga baik-baik seolah ada orang yang hendak merampasnya dari genggamanku. Sesampai di rumah rasa letih yang sangat tiba-tiba menyerangku. Aku pun langsung menuju ke tempat tidur untuk berbaring barang sejenak sembari berharap rasa letihku bisa segera hilang. Namun rasa letih itu bukannya hilang malah jantungku berdetak sangat cepat dan nafasku menjadi sesak. Terlintas pikiran untuk menuliskan surat untukmu. Dengan payah aku pun menuliskan semacam surat wasiat danan surat yang sementara kau baca ini. aku merasa semakin lelah dan rasanya ak tak sanggup lagi berlama-lama menulis. Nice, aku minta maaf karena tak banyak yang aku berikan padamu tapi kau harus tahu bahwa aku membagikan padamu apa yang aku punya. Semoga kebersamaan kita bisa menjadi salah satu bagian terbaik dalam kisah hidupmu.
sekali lagi sy minta maaf dan berterima kasih untuk semua kebaikanmu padaku."

Nice merasa tak sanggup lagi menahan air matanya yang ingin tumpah. Tanpa mengucapkan apa-apa pada pak sofyan Nice segera membalikkan badan dan berjalan meninggalkan pak sofyan, dia tak ingin terlihat menangis dihadapan orang tua itu. Saat melangkahkan kakinya dia masih mendengar suara pak sofyan yang memanggilnya namun tak dihiraukannya, butir-butir air matanya telah menetes dan dia tidak ingin pak sofyan melihatnya menangis. Nice terus melangkahkan kakinya walau dia tak tahu kemana dia akan pergi.

***

3 bulan telah berlalu sejak kematian pak misbah. Meski tak diundang, nice terlihat duduk dideratan paling belakang dari para undangan peresmian taman bermain warga. Dia menebar pandangan ke seluruh bagian dari taman bermain warga dan terbayang semua kisah-kisah bersama pak misbah di lokasi ini. Sejak dia mengenal pak misbah sebagian besar waktunya dia habiskan di tempat ini bersama pak misbah. Lamunannya dibuyarkan oleh suara protokol acara peresmian taman bermain warga yang meminta perhatian seluruh hadirin. Acara pengguntingan pita monumen yang dibangun untuk pak misbah akan segera berlangsung, seorang pegawai kantor kecamatan nampak naik ke panggung mengambil gunting lalu berjalan menuju monumen yang masih terbungkus. Dia terlihat ingin langsung menggunting pita namun dihentikannya dan dia berbalik ke arah para undangan lalu menebar senyuman ke para undangan yang hadir. Setelah itu dia pun melanjutkan menggunting pita, saat pita tergunting pembukus monumen langsung terbuka dan para undangan langsung bertepuk tangan. Hanya nice yang tak bertepuk tangan dia hanya diam dan menatap monumen berbentuk tugu yang diatasnya terlihat duplikat mesin ketik pak misbah. Setelah menggunting pita pegawai kantor kecamatan itu berjalan ke arah protokol acara untuk mengembalikan gunting. Setelah menyerahkan gunting ke protokol acara, dia berbalik ke arah para undangan dan menebar senyumannya. Saat itulah tanpa sengaja pandangan matanya bertemu dengan mata nice. Saat pandangan mata mereka bertemu Nice merasa tiba-tiba ada gejolak amarah yang bangkit dalam dirinya bersama rasa benci dan muak melihat senyuman pegawai kantor kecamatan itu, dia tak tahu mengapa namun jantungnya langsung berdegup kencang, dia pun tiba-tiba merasa kegerahan. Karena perasaannya yang semakin tak karuan dia pun segera berdiri dan berjalan meninggalakan taman bermain warga.

 

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun