Mohon tunggu...
Siti Nurrobani
Siti Nurrobani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Undergraduate sociology student at UGM

Membuat dan menulis di Blog ini sebagai saluran dari aspirasi saya sebagai mahasiswa. Saya tertarik dengan isu politik, budaya, dan perempuan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Perspektif Sosiologi: Tren Romantis Taylor Swift di TikTok Menciptakan Standar Ganda

22 Februari 2024   21:10 Diperbarui: 7 Maret 2024   12:08 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Taylor Swift sang ikon pop (sonora.id)

Aplikasi TikTok merupakan platform yang sedang menduduki puncak kejayaannya semenjak tujuh tahun lalu aplikasi tersebut dirilis oleh perusahaan Cina bernama ByteDance.

Menurut data statistik TikTok yang diolah oleh We Are Social, Indonesia menempati posisi sebagai pengguna TikTok terbanyak kedua setelah Amerika Serikat dengan perolehan angka sebesar 113 juta pengguna per April 2023 (Santika, 2023).

Dengan perolehan ini, bisa dibayangkan bahwa aplikasi tersebut membawa pengaruh dan peran besar dalam hubungan interaksi antarmasyarakat. Sama dengan aplikasi pendahulunya, yaitu Instagram yang menawarkan fitur menambah teman, mengirim pesan, memberi komentar, dan mengirim video di obrolan.

TikTok memiliki ciri khas yang membuat platform ini lebih maju kian pesat dengan aplikasi lain di umurnya yang masih muda, yakni algotitma For You. 

Algoritma ini dapat disamakan dengan sebuah koin yang memiliki dua sisi berbeda. Para pengguna TikTok dapat merasakan dua hal sekaligus tentang Algoritma For You Page ini—terlalu akurat dan terlalu random

Maksudnya, bisa satu waktu aplikasi ini membawa para pengguna ke nuansa video dengan quotes yang menyedihkan dan diikuti pemilihan lagu sama sedihnya dengan tujuan video tersebut dibuat.

Hal ini yang dimaksud sangat akurat karena situasi hati pengguna saat sedang membuka aplikasi tersebut pun demikian.

Tetapi, entah bagaimana keesokan harinya justru memperlihatkan tren dengan lagu-lagu romansa Taylor Swift yang dipakai ribuan bahkan jutaan perempuan yang menunjukkan seberapa beruntungnya mereka memiliki laki-laki yang bisa mereka sebut gentleman.

Sebagai ikon pop (Théberge, 2021) album dan lagu Taylor Swift selalu menuai pujian dan digemari dari semua kalangan. Sebagai salah satu penggemarnya, saya cukup signifikan mengikuti perkembangan karier musiknya dan mengamati reaksi masyarakat akan lagu-lagunya. Karyanya ini banyak bernuansa hubungan percintaan yang membangun imajinasi kisah romantis yang seru dan menyenangkan.

Pada platform TikTok ini, lagu-lagu Taylor Swift dijadikan sebuah tren yang terus berkesinambungan dari tahun ke tahun. Para pemakai lagunya turut mengikuti instruksi lirik-lirik romansa tersebut dibuat dengan menujukkan aktivitas romansa hubungan creator video yang menyenangkan dan menghangatkan.

(Iqbal, 2023) menunjukkan statistik data pengguna TikTok pada tahun 2022 dengan perolehan sebanyak 55% perempuan, 43% laki-laki, dan 2% netral.

Data ini memperlihatkan bahwa dominasi perempuan di aplikasi tersebut sangat mungkin memengaruhi bagaimana tren-tren dengan memakai lagu Taylor Swift ini diproduksi dan direproduksi melalui sebuah algoritma bernama For You.

Para pengguna laki-laki yang melihat tren ini berlangsung mau tidak mau menginternalisasi cara-cara untuk dipandang sebagai lelaki gentleman sesuai harapan kekasihnya atau kelak nanti ia memiliki pasangan.

Topik ini dipilih untuk mengkaji lebih lanjut bagaimana tren dari pemilik album Lover ini memengaruhi pola perilaku masyarakat dan bagaimana TikTok memiliki kuasa dengan algoritmanya untuk menguasai serta menciptakan standar-standar tak masuk akal dalam hubungan asmara.

Platform ini turut membuat suatu standar dan melanggengkan stigmatisasi dalam suatu hubungan khususnya kepada laki-laki untuk menunjukkan sisi maskulin seutuhnya.

Perspektif Teori Strukturasi Giddens

Pemikiran Giddens cukup membawa pengaruh besar terhadap wacana-wacana teknologi dan ruang lingkup ilmiah (Octavianto, 2014). Hal inilah yang menjadi dasar untuk mengaitkan teori strukturasi Giddens dengan fenomena TikTok yang kehadirannya kini dipandang sebagai sesuatu yang punya kendali (struktur).

Teori strukturasi Anthony Giddens menggabungkan konsep struktur dan agen dalam tindakan sosial. Giddens berpendapat bahwa setiap bentuk tindakan sosial membutuhkan struktur dan sebaliknya. Dalam teori ini struktur tidak hanya memaksa aktor, tetapi juga memberikan kesempatan dan pembatasan secara sinkron.

Agen dalam teori strukturasi ini merupakan komponen penting dalam penciptaan perubahan. Sebagai agen, manusia merupakan elemen paling mungkin untuk membuat struktur masyarakat dengan cara menciptakan nilai dan norma. Hal ini nantinya diperkuat melalui penerimaan sosial. 

Selanjutnya, agen-agen tersebut akan membentuk suatu kesatuan sebagai elemen konektivitas (teman, keluarga, atau kekasih). Cara tiap individu terhubung satu sama lain dipahami oleh Giddens sebagai hal yang terkait erat dengan hubungan jaringan antaragen.

Hal ini sangat menarik karena interaksi dipandang sebagai penentu utama dalam menciptakan ruang. Contohnya, individu yang merupakan agen ini melakukan tindakan sosial seperti mengunggah video di TikTok tentang seberapa bangganya dia mendapat laki-laki yang dapat melindungi dan memberikannya barang-barang mewah.

Agen-agen lain yang merasa tidak mendapat perilaku demikian dari kekasihnya mungkin akan mengirim tautan video tersebut ke dalam ruang obrolan kekasihnya sebagai wujud permintaan nilai tersebut diinternalisasikan dalam hubungannya. Artinya, pada waktu yang berbeda video tersebut dapat mereproduksi nilai-nilai dan kondisi yang natinya mungkin dilakukan dan dilanjutkan oleh orang lain.

Berangkat dari hal ini, Giddens (dalam Octavianto, 2014) mengatakan walaupun tindakan tersebut dilakukan dengan kesadaran dan motivasi, seringkali tindakan sosial atau interaksi ini menimbulkan rentetan konsekuensi yang tidak dimaksudkan terjadi atau unintended consequences.

Dalam (Octavianto, 2014) mengatakan bahwa ketika agen melakukan tindakan-tindakan yang kemudian melahirkan suatu konsekuensi. Namun, agen tersebut tidak berintensi membentuk produksi dan reproduksi tindakan lain. Maka, agen melakukan tindakan keagensian sehingga agen berubah menjadi agensi.

Praktik rekursif (pengulangan) agen yang sudah dijelaskan sebelumnya menghasilkan sebuah struktur yang seringkali merupakan konstruksi sosial para agensi yang tidak disadari.

Dengan kata lain, struktur menjadi petunjuk dan kekuatan untuk tindakan-tindakan agen berikutnya, walaupun agen tersebut memiliki kuasa atau kapasitas menolak untuk melanggengkan struktur.

Intinya, teori strukturasi Giddens ini menekankan betapa pentingnya keterulangan tindakan sosial untuk menghasilkan pola yang berulang juga dalam masyarakat, sehingga nantinya akan tercipta suatu perubahan sosial.

Craib (dalam Oktavianto, 2014) mengutip bahwa menurut Giddens tiap individu tidak memiliki pilihan penuh atas tindakan mereka dan pengetahuan mereka hanya terbatas.

Tetapi, mereka merupakan bagian dari struktur sosial yang menghasilkan perubahan sosial itu sendiri. Oleh karena itu, teori strukturasi Giddens membantu kita memahami dengan lebih baik bagaimana interaksi antara agen dan struktur dapat memengaruhi tindakan sosial dan pola perilaku masyarakat luas.

Pembahasan

Ketika manusia terus memproduksi dan mereproduksi struktur teknologi yang dilembagakan, efisiensi teknis akan diterima begitu saja. David (dalam Rammert, 1997) telah menunjukkan dalam sebuah studi empiris bahwa kemajuan teknis sebagian besar dapat dijelaskan dengan prinsip learning by doing.

Teknologi dikatakan berhasil tergantung pada seberapa banyak faktor tersebut memperoleh reaksi agen-agen atau agensi: diterima, dipercepat, atau justru ditolak. Ketika teknologi ditolak atau tidak berhasil, Pinch & Bijker (dalam Rammert, 1997) mengutip bahwa hal ini terjadi karena efisiensi teknologi yang superior.

Ditafsirkan dengan demikian sebab telah mendapatkan “medan” penerimaan dalam sistem inovasi yang terlembagakan. Dengan kata lain, kesuksesan teknologi tidak selalu bergantung pada efisiensi yang tinggi, tetapi juga pada kemampuan teknologi untuk menjadi “medan” yang diterima dan diadopsi oleh masyarakat.

Algoritma TikTok dianggap sangat sukses mengenal kepribadian para penggunanya. Pasalnya, algoritma For You ini berupa aliran video yang tak ada habisnya dan dipersonalisasi secara spesifik untuk setiap pengguna, meskipun cara kerja algoritme ini dirahasiakan oleh ByteDance.

Namun, mekanisme dasarnya seperti itu. Latermedia (dalam Bhandari & Bimo, 2022) mengutip bahwa TikTok mempertimbangkan data dari interaksi pengguna (seperti video yang disukai dan dibagikan, akun yang diikuti, komentar, dll), informasi video (teks, suara, dan tagar), serta pengaturan perangkat dan akun (preferensi bahasa) untuk menampilkan video yang paling relevan dengan minat pengguna.

Kesuksesan algoritma ini ditegaskan oleh proses wawancara dengan informan. "Algoritmanya sangat bagus, saya tidak tahu bagaimana mereka melakukannya. Mungkin banyak pengumpulan data, saya kira." (Bhandari & Bimo, 2022)

Pengguna TikTok tidak perlu mengikuti akun pengguna lain untuk melihat video mereka muncul di halaman For You. Mereka hanya perlu berinteraksi dengan algoritma For You dalam jangka waktu tertentu agar algoritma ini dapat "mengenal" kepribadian dan minat mereka dengan cukup baik untuk menyajikan konten yang akurat dan menghibur—di platform lain, algoritma seperti ini hanya bekerja jika mengikuti akun pengguna.

Sebagai pengguna TikTok selama empat tahun lamanya, hal yang bisa dipuji memang keunikan algoritma dari platform ini. Pada awal bergabung, aliran video dalam laman For You sangat luas dan menarik karena menyajikan konten-konten yang beragam.

Mulai dari review makanan, serial Netflix, tips mewarnai rambut, cara membuat kopi dalgona, hingga daftar biaya UKT tiap perguruan tinggi negeri pun kerap muncul di For You.

Kemudian, ketika pengguna semakin lebih sering dan terpapar kian lama, TikTok mulai mengenal minat pengguna sampai kontennya kini lebih terkurasi. Hal ini bisa membuat menganggu karena jika pengguna melihat jenis konten yang sama berulang kali akan muncul rasa bosan.

Namun, hal ini rasanya sangat sulit karena pengguna merasa sudah dikontrol oleh sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan untuk dilihat (ontological security).

Penonjolan algoritma yang dikombinasikan dengan kurangnya pengetahuan pengguna akan mekanisme bagian di dalamnya menyebabkan terciptanya semacam “imajinasi algoritmik”, sebuah ide yang didefinisikan oleh Bucher sebagai “cara-cara orang membayangkan, merasakan, dan mengalami algoritma serta apa yang dimungkinkan oleh imajinasi ini” Bucher (dalam Bhandari & Bimo, 2022).

Sebenarnya, pengguna TikTok sadar bahwa algoritma For You ini mengontrol mereka untuk terus-menerus berada di aplikasi tersebut selama mungkin.

Apalagi dengan algorita yang sudah berhasil mengenal minat penggunanya. Meskipun begitu, para pengguna ini tetap memproduksi dan mereproduksi tindakan repetitif konten-konten di laman For You.

Kekuatan TikTok dengan Taylor Swift: Menciptakan Agensi

Taylor Swift telah lama dan masih menjadi powerhouse dalam tangga lagu Billboard. Sejak lagu pertamanya rilis hingga album terakhirnya dengan judul 1989 (Taylor’s Version) tetap menuai reaksi positif dari seluruh masyarakat global. Bahkan, pada September 2021 Taylor Swift menjadi artis pertama yang berhasil menempatkan seluruh 10 lagu di tangga lagu Billboard Hot 100 dalam satu minggu (Trust, 2022).

Penghargaan ini mendefinisikan bahwa lagu-lagu ciptaannya diputar oleh seluruh masyarakat luas, yang mana masyarakat global ini menurut data (Iqbal, 2023) statistik pengguna aktif TikTok per bulan adalah 1,5 miliar.

Selain itu, menurut sumber data yang sama dengan sebelumnya, pengguna aplikasi ini didominasi oleh rentang usia 18-24 tahun dengan angka sebesar 34,9%. Dari pemaparan data ini, tak heran jika algortima For You selalu menampilkan tren-tren penggunaan lagu romantis milik Taylor Swift sebagai daya tariknya.

Tidak hanya satu atau dua lagu karya ikon pop ini yang menjadi tren khusus. Dari banyaknya album yang dikeluarkan sebagai wujud representasi pengalaman kisah cinta Taylor saat masih remaja, hanya album Lover yang hampir seluruh isinya menjadi tren di TikTok.

Namun, yang menjadi kajian dalam tulisan ini adalah bagaimana lagu-lagu romantis milik Taylor Swift yang direproduksi oleh platform TikTok dapat menciptakan agen dan struktur sendiri.

Bahkan, saat PPSMB berlangsung, hampir semua kakak-kakak fasilitator mengajak para mahasiswa baru yang sedang melakukan masa orientasi tersebut untuk turut membuat tren “Fearless”—salah satu lagu Taylor Swift yang bernuansa romantis—untuk diunggah dalam aplikasi TikTok.

Hal ini bisa dilihat sebagai suatu fenomena dalam kajian sosiologi sebab hal ini tak hanya terjadi pada mahasiswa UGM, melainkan juga terjadi pada orientasi kampus lain dan bersifat global.

Menciptakan Imajinasi Palsu

Pada album terbarunya yang merupakan versi baru dari lagu lamanya. "Slut! (Taylor's Version)” menjadi paling menuai perhatian karena menciptakan standar-standar romantis dan stigma yang memberatkan laki-laki dalam hubungan. Berikut lirik lagu tersebut:

“In a world of boys, he's a gentleman

Got lovestruck, went straight to my head
Got lovesick, all over my bed
Love to think you'll never forget
We'll pay the price, I guess”

Jika mendengar lagu aslinya, sang penyanyi menekankan pada kata gentleman. Hal ini kemudian yang dikonsumsi, diproduksi, dan direproduksi oleh platform TikTok. Aktor pertamanya, yaitu perempuan. Mereka menglorifikasi tren ini sebagai bentuk representasi hubungan yang sedang ia jalani. 

Ketika video tersebut diputar, pasti perempuan tersebut akan menunjukkan sisi maskulin kekasihnya dengan menyisipkan scene di mana pasangannya mengikatkannya tali sepatu, membelikannya bunga, mengajaknya pergi makan, memberikannya kejutan mewah, dan sebagainya. 

Dengan demikian, agen ini melakukan tindakan yang kemudian menyebabkan produksi dan reproduksi tindakan lain dikemudian hari. Akibatnya, agen ini berubah menjadi agensi.” Giddens (dalam Octavianto, 2014).

Para pengguna TikTok, baik laki-laki maupun perempuan akan mengambil kesimpulan yang berbeda di waktu yang sama. Misalnya, dengan tren gentleman ini, laki-laki akan merangkai dan mengelompokkan cara-cara untuk bisa memenangkan hati perempuan.

Sebaliknya, perempuan justru menjadi sangat berharap untuk dapat diperlakukan dengan demikian sesuai dengan hasil tontonannya sehari-hari. 

Sebagai makhluk sosial, hal ini wajar karena individu yang terpapar oleh media akan menciptakan sebuah standar atau stigma sendiri yang dapat memengaruhi cara individu atau agen tersebut memperhatikan, menyimpan, dan menafsirkan pesan-pesan di media, sehingga nantinya pesan ini akan turut mempengaruhi cara mereka melihat value dalam kehidupan romantis mereka (Bandura dalam Holmes, 2007)

Algoritma For You bisa disebut sebagai sebuah struktur yang dimaksud oleh teori strukturasi ini. Pasalnya, ketika agen sudah merasa tidak nyaman dengan apa yang terus dilihatnya, agen memiliki kuasa untuk memberontak dan mengubah struktur.

Namun, tindakan atau praktik sosial ini secara berkelanjutan diciptakan ulang melalui sarana yang mereka gunakan untuk mengekspresikan diri mereka sebagai aktor.

Di dalam dan melalui tindakan sosial ini, agen menghasilkan sejumlah kondisi yang memungkinkan aktivitas atau praktik sosial tersebut diikuti oleh agen lain (Giddens dalam Nashir, 2012).

Dari fenomena ini pasti terdapat agen yang merasa didominasi oleh struktur atau tren-tren dari platform TikTok. Namun, sebagai manusia harusnya kita sadar bahwa kita memegang kendali bebas atas diri kita. Kebebasan yang dimaksud artinya kita mempunyai pilihan untuk tidak terpapar terlalu sering oleh TikTok dan segudang dampaknya.

Oleh karena itu, Ketika kita merasa dikuasai oleh algoritma TikTok, sebaiknya buatlah konstruksi pertanyaan berupa: untuk apa saya menonton ini dan apa manfaatnya bagi keberlangsungan hidup saya kedepannya.

Kesimpulan

Konsep dari teori Giddens tentang strukturasi memberikan pilihan paradigma yang baru bahwa tidak harus struktur maupun agen yang mendominasi praktik atau aktivitas kehidupan sosial manusia. Namun, hal ini dapat dilihat sebagai relasi timbal balik.

Artinya, agen tidak perlu merasa didominasi oleh struktur (TikTok) sebab dominasi tersebut pun timbul atas pilihan agen sendiri yang menghabiskan waktunya untuk terpapar dalam ruang dan waktu teknologi. Jika terlihat susah, tegaskanlah bahwa never take anything for granted.

Referensi

Holmes, B. (2007). In search of my" one-and-only": romance-related media and beliefs in romantic relationship destiny. Www.academia.edu, 17(3). https://www.academia.edu/1320541/IN_SEARCH_OF_MY_ONE_AND_ONLY_ROMANCE_RELATED_MEDIA_AND_BELIEFS_IN_ROMANTIC_RELATIONSHIP_DESTINY

Iqbal, M. (2023, Oktober 31). TikTok Revenue and Usage Statistics (2023). Businessofapps.com. https://www.businessofapps.com/data/tik-tok-statistics/

Nashir, H. (2012). Memahami Strukturasi dalam Perspektif Sosiologi Giddens. Jurnal Sosiologi Reflektif, 7(1), 1-9. http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/27934/HN%20B.15.pdf?sequence=4&isAllowed=y

Octavianto, A. W. (2014). Strukturasi giddens dan social construction of technology (scot) sebagai pisau analisis alternatif penelitian sosial atas teknologi media baru. Ultimacomm: Jurnal Ilmu Komunikasi, 6(2), 41-57. https://doi.org/10.31937/ultimacomm.v6i2.417

Rammert, W. (1997). New rules of sociological method: Rethinking technology studies. British Journal of Sociology, 171-191. https://doi.org/10.2307/591747

Santika, E. F. (2023, September 27). Kelompok Anak Muda Jadi Pengguna Terbesar TikTok, Usia Berapa Mereka?. Katadata.co.id. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/09/27/kelompok-anak-muda-jadi-pengguna-terbesar-tiktok-usia-berapa-mereka

Trust, G. (2022, Oktober 31). Taylor Swift Makes History as First Artist With Entire Top 10 on Billboard Hot 100, Led by ‘Anti-Hero’ at No. 1. Billboard.com. Taylor Swift First With Entire Top 10 on Hot 100, ‘Anti-Hero’ No. 1 – Billboard 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun