Cerita ini berawal dari masalah pembayaran perawatan mobil. Sebagai seorang istri, aku sangat memahami kalau dirimu memang butuh kendaraan untuk mobilitas, termasuk konsekuensi biaya untuk perawatan mobil.
Masalah mulai muncul saat kami yang notabene seorang ibu rumah tangga (tidak bekerja tetap/freelancer) dan seorang pensiunan, harus ikut menanggung biaya operasional mobil. Mungkin, nominalnya tidak besar, tapi bagi kami yang memang sedang tidak memegang uang dalam jumlah banyak, menjadi beban tersendiri.
Hatiku rasanya pilu, mengingat bahwa nominal di bawah 500ribu saja suamiku pun ‘belum’ mampu membayar dan melimpahkan kepada ibu mertua dan istrinya. Aku tidak marah, namun di dalam hati menangis pedih seperti ada goresan luka di sana.
Kemudian, mungkin karena sedang tidak ada uang simpanan, ibuku pun juga protes. Aku sungguh sangat memakluminya. Kami sempat bertengkar kecil, karena aku membela suamiku dan tidak ingin terpengaruh dengan hal-hal negatif tentang suamiku yang mampir di telingaku.
Ibu berasumsi apakah selama ini suamiku menyimpan uang untuk dirinya sendiri. Bahkan, untuk biaya yang tergolong ringan pun ia harus meminta-minta kepada orang lain.
Lagi-lagi sesak dadaku rasanya…
***
Aku sebagai istrimu, sangat paham kalau kondisi perekonomian kita memang sedang ‘tidak tertata’. Tetapi, aku mohon dengan sangat jangan lupakan kewajiban-kewajiban sebagai seorang ayah dan suami (karena aku wajib mengingatkan kalau kamu lupa).
Di samping ada nafkah batin (seks, kasih sayang, spiritualitas), ada juga nafkah lahir berupa materi seperti biaya-biaya operasional rumah tangga, biaya uang belanja bulanan serta uang nafkah seperti yang tercantum di buku nikah.
Namun, aku tidak mau meminta lebih. Berapa pun aku terima. Tapi, kadang-kadang aku juga merasa jengah dan sedikit ‘malu’ mendengar perkataan orang, “Sebagai laki-laki kok malah minta uang ke istri?”, “kemana uang hasil suami bekerja?”, “kenapa dia sangat sayang dengan uangnya?, padahal dia wajib memprioritaskan menafkahi keluarganya”, “kenapa dia mampu membeli barang-barang rongsokan ratusan ribu, tetapi tidak mampu membayar operasional rumah tangga?”
***