Ibarat kawanan serigala lapar tengah mencabik-cabik mangsa, si gila itu diseret, dipukul, diseret lagi, ditendang dan diinjak wajahnya terus-menerus. Dia diseret lagi sekitar 200 meter melalui jalan aspal kasar dari ujung airport sampai di depan PLN Enarotali dekat pasar. Disitu ia dibiarkan terkapar dalam keadaan sekarat, beberapa menit kemudian ia diangkut dengan mobil patroli ke Polsek Enarotali.
Kejadian serupa kerap terjadi di daerah ini. Pasukan militer yang bertugas di paniai memandang penduduk pribumi sebagai musuh yang harus diperlakukan bak binatang. Daerah Operasi Militer (DOM) sesunggunya belum berakhir di paniai selama riwayat TPN/OPM di paniai belum tamat. Celakanya bila aparat militer indonesia sengaja mengelolah situasi dengan melakukan proses pembiaran terhadap TPN/OPM atau menciptakan TPN/OPM gadungan, maka yang terjadi atas paniai saat ini adalah proses mengkomersialisasikan issue keamanan untuk mencari uang semata yang ujung-ujungnya hanya membuat penduduk pribumi jadi korban. “Berburu uang di paniai”, barangkali ini predikat yang tepat.
Apa yang bisa kita bangahkan dari tentara? Apakah slogan kosong yang berbunyi,“Prajurit adalah Pelindung Rakyat?”, atau propaganda kakuh yang dipajang di jalan-jalan umum yang berbunyi, “Damai Itu Indah?” Damai itu kata kerja aktif tanpa kekerasan bukan pasif seperti otak para tentara itu. Tentara yang baik adalah tentara yang bisa mendengar, melihat, berbicara dan mengerti banyak tentang bahasa rakyat, termasuk bahasa orang gila sekalipun.
Apa jadinya bila tentara yang katanya adalah “Harga Diri Bangsa” dengan sadis menganiaya rakyatnya sendiri, apalagi penganiayaan itu dilakukan terhadap orang gila ? ataukah benar-benar gila para tentara itu ? Entah !
Benarkah penting bendera itu? Tidak ! ia hanya sebuah simbol kosong tanpa nilai bila manusia termasuk Yulianus sinting di dalamnya tak membuatnya bernilai. Hakikat bendera yang sejati ialah manusia itu sendiri. Amerika mengerti hal ini hingga rakyatnya diberikan keleluasaan untuk memproduksi dan menjual, penutup payudara wanita (kutang/beha), celana dalam pria dan wanita dan handuk bermotif bendera amerika. Tidak ada masalah bagi amerika sejauh hal itu halal dan menguntungkan untuk kelangsungan hidup rakyat.
Yulianus gila tak punya niat menghina Negara dengan aksi merobek Bendera. Ia hanya ingin mengekspresikan kecintaannya terhadap Negara dan Bangsa Indonesia sebagaimana telah ditanamkan oleh mendiang bapa dulu tapi dengan caranya sendiri yang sangat lain dari biasanya. Patut kita beri apresiasi padanya karena itu merupakan perwujudan dari sikap patriotis dan nasionalime menurut perspektifnya meski terlihat kasar oleh para preman berbaju loreng tolol dan banci itu.
Tak terasa tiga tahun sudah peristiwa tragis yang menimpah si gila itu berlalu. Syukur Yulianus selamat dari maut yang diutus para tentara itu dan masih bisah hidup bersama istri dan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun. Awal tahun 2014, hari jumat minggu ke-2, di tengah malam Yulianus terjaga, ia berjalan mondar-mandir di ruang tamu rumahnya sambil berbincang-bincang sendiri. Sesekali ia marah-marah dengan nada lantang, lalu menangis histeris. Tubuhnya gemetar dan berkeringat. Ia sangat gelisah. Tingkah aneh ini berlangsung hingga fajar terbit. Kemudian yulianus membangunkan istri dan anaknya yang masih tertidur pulas. Ia memeluk anak semata wayangnya lalu mencium keningnya dalam-dalam;
“Bapa sayang kamu nak, jadilah anak baik yang suka dengar perintah mamamu, sekolah yang rajin biarkelak kamu jadi orang besar”, tuturnya sambil menangis.
Yulianus memeluk istrinya, ia tak dapat menyembunyikan kesedihan yang terpancar di wajah,
“Mama, tolong jaga anak kita baik-baik, kedepan akan banyak tantangan yang datang, namun Tuhan selaluada disisi kalian. Sayang, semua pasti akan baik-baik saja” pintanya sambil dengan linangan air mata.
Kenapa tingkah bapa hari ini begitu aneh? Kenapa? Jangan-jangan…Tidak, tidak. Saya tidak boleh berpikir yang tidak-tidak. Berpikir positif. Narik nafas…Jangan panik. Banyak sekali pertanyaan yang timbul dalam benak sang istri, tapi lidahnya terasa berat untuk bertanya pada suaminya dan memilih untuk tenang menghadapi situasi itu.