Mohon tunggu...
Syarif Dhanurendra
Syarif Dhanurendra Mohon Tunggu... Jurnalis - www.caksyarif.my.id

Pura-pura jadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Selamat Jalan, Bapak

11 Januari 2017   19:46 Diperbarui: 11 Januari 2017   20:07 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

 ****

 Di rumah Pak Sahlan tamu-tamu sudah berdatangan. Ruang tamu sudah mulai penuh. Pak Ihsan tampak baru sampai dan menyalimi Pak Sahlan yang menerima tamu di depan rumah. Semua yang hadir tampak ceria semua wajahnya, bahagia dan gembira. Tak ada yang murung mukanya. Mungkin kebahagiaan dan kegembiraan mereka karena akan mendapat berkat. Seperti tradisi tahlilan biasanya. Namun cerahnya wajah Pak Ihsan tampak sangat berbeda dari yang lain. Wajahnya seperti bercahaya, mengeluarkan aura spirit yang membuat orang lain menjadi tentram jatinya ketika memandang wajahnya.

Dengan memakai baju koko warna putih, sarung kotak-kotak bertuliskan "Gajah Duduk", dan peci hitam yang sudah memerah bludrunya, Pak Ihsan kemudian masuk ke lokasi tahlilan dan bersalaman kepada semua yang sudah hadir duluan. Lalu ia duduk di dekat pintu masuk, di sebelah kiri pintu. Mungkin biar mudah untuk keluar.

Tepat pukul 19.00 WIB acar tahlilan di rumah Pak Sahlan selesai. Para juru ladi pun mengeluarkan hidangan. Sepiring nasi rawon untuk setiap yang hadir. Dan berbagai macam jajan untuk camilan. Namun tampaknya Pak Ihsan sedang tidur lelap. Dia menempelkan badannya ke dinding dengan duduk bersila. Wajahnya menunduk, tangannya memegang tasbih, dan matanya terpejam. Ia terlihat sangat nyaman, mungkin saking lelapnya.

Pak Dodik yang duduk di sebelah kanannya kemudian membangunkan Pak Ihsan, sambil menyodorkan sepiring nasi rawon yang masih hangat. Namun Pak Ihsan tak bangun. Kemudian Pak Dodik memegang bahu dan agak memijatnya. Tetap sama, Pak Ihsan tak bangun. Pak Dodik punya ide: disenggol bahu dengan bahu agar ambruk, kemudian Pak Ihsan akan malu clinguk'an. Ia lakukan. Pak Ihsan roboh dari duduknya. Ambruk ke kiri. Lantas semua yang tahu hal itu pada memokuskan matanya ke Pak Ihsan. Pak Dodik mulai bingung.

Pak Sahlan sebagai tuan rumah lantas menggoyang-goyangkan tubuh Pak Ihsan sambil memanggil-manggil namanya agar lekas bangun. Tapi gagal. Pak Ihsan tetap tidur pulas. Kiai Man, imam tahlil sekaligus kiai yang paling dihormati di lingkungan itu, pun mendekat. Beliau pegang tangan Pak Ihsan, kemudian urat leher, dan dicek pernafasannya, lantas Kiai Man santak kaget. Beliau berkata lirih 'inna lillahi wa inna ialihi roji'un'. Tak ada yang mendengar suara Kiai.

"Cepat siapkan mobil. Kita bawa ke Rumah Sakit" Kata Kiai Man. "Pak Ihsan pingsan" lanjutnya.

"Nggah, Yai" jawab Pak Sahlan.

Pak Huri yang kebetulan adalah seorang dokter lantas mendekat dan ngecek, siap melakukan pertolongan pertama. Pak Huri keget. Wajahnya langsung pucat.

"Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un." Kata Dokter Huri, "Pak Ihsan telah tilar ndunyo dengan Husnul Khotimah." lanjutnya.

Sontak perkataan Dokter lulusan UNAIR itu membuat semua yang hadir keget tak habis pikir. Semua orang lantas berkata dalam hati: "Padahal Pak Ihsan tampak baik-baik saja sejak tadi. Tak menunjukkan gejala-gejala orang sakit. Subhanallah. Maha Suci Allah atas segala sesuatu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun