"Maaf, maaf, maaf," begitu isi kepalamu.
Akhirya aku berlari kembali ke tepi pantai. Tertunduk, pasrah. Menyadari kesalahan besar yang hampir kuperbuat. Aku tak boleh pergi. Bahkan saat seluruh dunia meninggalkanmu, aku harus tetap tinggal.Â
Bahkan ketika kamu berubah tak lagi jadi kamu, aku harus tetap di sisimu. Kamu menangis sore itu. Aku menepuk-nepuk pundakmu:Â semuanya akan baik-baik saja, semuanya akan baik-baik saja, semuanya akan baik-baik saja.
Tentu saja. Lautan sore itu sekarang sudah jadi cerita yang kita simpan rapi dalam hati. Sekarang, cerita itu sudah lewat tertinggal di belakang.Â
Tapi kalau kamu mau tahu, aku selalu bersyukur sebab sore itu aku tak jadi meninggalkanmu. Aku bersyukur karena aku masih di sini, masih berjuang bersamamu, dan akhirnya bisa merasakan dicintai seutuhnya olehmu.Â
Sudah banyak hal yang kita lewati bersama, ya. Banyak luka yang akhirnya sembuh meski tetap berbekas. Juga banyak rasa yang akhirnya berhasil kita tata. Aku bangga karena kamu terus berjuang. Aku ingin berterima kasih kepadamu karena tak pernah menyerah meski aku tahu kamu sering patah.
Terima kasih, kamu.
...
22 April 2022.
Kemarin Hari Kartini. Orang-orang merayakannya dengan macam-macam cara. Kalau kamu, aku tahu kamu tidak begitu suka dengan perayaan---perayaan apa pun, termasuk ulang tahunmu sendiri. Kalaupun merayakan, kamu lebih suka melakukannya diam-diam: sendirian, atau cukup bersama orang-orang tersayang. Biar lebih khusyuk, katamu.Â
Kemarin Hari Kartini. Memang tak ada hubungannya dengan cerita ini. Tapi kemarin, aku belajar untuk jatuh cinta kepadamu sekali lagi. Dan hari ini, besok, seterusnya, aku akan belajar untuk mencintaimu lebih baik lagi. Kamu: diriku sendiri. Aku akan terus belajar mengenalmu lebih dalam lagi.Â