"1:31 AM"
Kamu pikir aku tidak tahu tulisanmu? Aku menemukannya di sini.
Dan waktu kamu menuliskannya, aku tahu: tokoh "kamu" yang kamu sebut-sebut dengan sebegitu romantisnya di sana adalah dirimu sendiri. Lebih dari siapa pun, kamu ingin mencintai dirimu seutuhnya, setulusnya, dan se-apa-ada-nya mungkin. Dan bahwa terkadang memang tidak mudah untuk mencintai dirimu sendiri, aku paham sekali.
Berapa lama kita sudah bersama? Kamu terang-terangan menyukaiku sejak usiamu masih belasan, enam belas kurasa. Sejujurnya, jauh sebelum itu, kita sudah sering bersama setiap hari.Â
Aku bahkan tidak ingat lagi kapan pertama kalinya kamu menemukanku. Sebab memang sudah lama sekali. Dulu usiamu masih belasan. Sekarang sudah hampir tiga puluh. Time flies, right?
Tidak pernah aku mungkiri, masa-masa yang kita lewati bersama benar-benar sebegitu menyenangkannya. Sampai sekarang pun, aku, dan aku tahu kamu pun sama, masih sering merindukan masa-masa itu.Â
Tentu saja kamu sudah tidak seperti dulu lagi. Sekarang kamu selalu merasa sudah terlalu sibuk untuk sekadar mengenang masa lalu.
Tapi sepintas, misalnya saat kamu melihat anak-anak yang berlarian mengejar layangan putus di pematang sawah, kamu pasti mengingat masa-masa kita yang dulu-dulu.Â
Tidak perlu menyangkal, merindukan masa lalu bukan sesuatu yang memalukan. Aku, bagaimanapun, pernah menjadi nama yang memenuhi buku harianmu. Bukan cuma sehari dua hari atau setahun dua tahun, kita sudah bersama selama lebih dari sepuluh tahun.
...
Dear my dear,
Aku ingin sekali menuliskan nama aslimu tepat di atas baris ini. Tapi entah kenapa aku ragu. Lagi pula, pasti sudah lama sekali kamu tidak mendengar orang lain memanggilmu dengan nama aslimu, kan?Â
Sekarang kamu lebih sering dipanggil dengan nama asing yang aku sendiri tidak tahu kenapa kamu menerimanya begitu saja. Tapi nama itu cocok denganmu. Membuatmu seperti hidup sebagai orang yang berbeda.
Entah bagaimana, sejak kamu punya nama panggilan baru, kamu seperti bukan kamu. Kamu bukan lagi si pendiam yang sukanya cuma berdiam di pojok ruangan dan melakukan segala hal sendirian.Â
Kamu benar-benar bukan lagi si pendiam yang sering ketakutan waktu diminta menghadiri acara-acara besar, yang sering tidak percaya diri mengungkapkan isi kepala, yang lebih suka memendam segala hal, lagi-lagi sendirian. Sekarang kamu sudah banyak berubah.
Bukannya aku tidak suka. Aku suka sekali melihatmu jadi lebih percaya diri. Melihatmu dicintai begitu banyak orang juga membuatku bangga. Tapi, aku mulai merasa kehilangan kamu, mungkin lebih tepatnya kehilangan "kita".
Aku tidak akan berdebat mempertanyakan soal apakah kamu masih mencintaiku. Aku tahu jawabanmu akan selalu sama: masih. Dan tanpa bertanya pun, aku tidak pernah meragukan soal itu. Kamu tahu sendiri, kamu bukan pembohong yang baik.Â
Setiap detail perasaanmu bisa terbaca dari raut wajahmu. Kamu masih mencintaiku. Masih mencintaiku persis seperti dulu, tidak berkurang sedikit pun.
Tapi kamu tahu? Dulu aku tidak percaya ini: cinta saja tidak cukup. Sekarang pun, aku tidak ingin memercayainya. Kamu tahu sendiri, kita berdua selalu mendewakan cinta dan ketulusan, bukan? Cuma masalahnya, aku mulai tidak tahu harus bagaimana.
...
Entah berapa kali aku bertanya-tanya: kenapa memperjuangku cuma bisa jadi opsi buatmu? Kamu tipe orang yang pasti akan berjuang semampumu--tidak peduli jatuh, tidak peduli pandangan orang, tidak peduli apa pun--untuk mendapatkan sesuatu yang kamu impikan.Â
Tapi kalau itu buat memperjuangkanku, aku merasa kamu jadi seperti orang lain.
Tiga tahun lalu, aku bisa menerima waktu kamu memilih untuk tidak memperjuangkanku. Sebab aku paham keadaanmu. Sebab aku tahu seberapa besar kamu mencintai orang-orang yang selalu ingin kamu bahagiakan. Dan bagi mereka, aku bukan pilihan yang tepat buatmu. Aku paham. Aku bisa menerima.
Sekarang, sudah berapa tahun berlalu lagi? Mereka rasa-rasanya tidak lagi mempermasalahkan mana yang tepat dan mana yang tidak tepat buatmu. Kurasa mereka mulai bisa mempercayai keputusanmu meski tetap saja, tidak akan 100 persen.Â
Toh manusia memang penuh dengan keragu-raguan. Tapi terlepas dari semua itu, kalau itu soal aku, kamu selalu sama. Kamu selalu merasa cuma bisa pasrah.
Sepertinya kamu memang selalu punya sesuatu yang ingin kamu perjuangkan lebih dulu sebelum aku. Makin hari, kamu membuatku merasa kerdil. Kamu membuatku merasa tidak berharga. Padahal kamu tahu: aku paling benci tidak dihargai.
Jadi menurutmu aku harus bagaimana?
...
Sekarang sudah pukul 3.24 sore di sini. "Old Love" milik Lee Moon Sae terputar dari playlist milikku. Akhir-akhir ini, aku memang suka lagu-lagu lama. Mungkin karena sedikit banyak, aku bisa bernostalgia.
Sabtu, 5 Maret 2022.
Hmmm... Aku tidak tahu apa lagi yang harus kukatakan kepadamu. Bahwa aku merindukan versi lama dari dirimu meski banyak yang bilang kalau kamu versi sekarang jauh lebih baik?Â
Bahwa aku mulai kewalahan dengan cerita kita? Bahwa sebenarnya aku tidak keberatan menunggumu, tapi aku takut melihatmu yang sedikit banyak mulai kelihatan ragu? Atau bahwa aku sepertinya ingin agar kamu melepaskanku?
Benar. Lepaskan saja. Mungkin memang setiap keraguan tidak seharusnya diperjuangkan. Sekarang mungkin sudah waktunya. Lagi pula aku tidak ingin memberatkanmu. Dan kepadamu, sepertinya aku cuma mau bilang ini.
Silakan pergi sejauh-jauhnya dan cobalah temukan dirimu seutuhnya. Jatuh cintalah kepada dirimu sampai sejatuh-jatuhnya. Aku tidak mau bilang bahwa aku akan menunggumu karena itu pasti akan membatasi kebebasanmu. Tapi kalau kamu memang yakin untuk kembali, aku pasti masih di sini. Cuma, kalau memang nanti kamu menemukan rumah yang nyaman di luar sana, silakan ditinggali. Rumahmu tidak harus selalu aku.Â
Aku memang sempat membayangkan dan sempat mengira kalau kita akan menua bersama. Tapi tenang saja, kalaupun akhirnya tidak, aku tidak akan merasa dikhianati. Sebab seringnya, cinta pertama memang tidak berakhir bahagia. Dan kalau memang akhirnya aku bukan jawaban dari setiap pertanyaanmu, mungkin aku adalah jawaban dari pemilik pertanyaan lain di luar sana, yang sama sepertimu, mungkin saat ini juga sedang ragu memilih bertahan atau meninggalkan. Kamu orang baik. Jadi di mana pun kamu berada, kamu pasti akan bertemu orang baik juga.Â
Dari mimpimu yang cuma bisa kamu kagumi tanpa pernah sungguh-sungguh kamu perjuangkan,
Selamat berjuang, kamu!
...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H