Tahu tidak, Wan? Orang-orang sering menanyaiku soal dia. Mereka bilang, dia mungkin menyukaiku. Apalagi kalau terkadang dia tiba-tiba muncul di depan kantorku sambil memegang sebuket bunga. Wah, sumpah, aku selalu memukul punggungnya keras-keras setelahnya. Sebab keesokan harinya, teman sekantorku pasti akan ribut mewawancaraiku tentang hubungan kami. Padahal mereka mana tahu?
Terkadang, dia memberiku bunga bekas yang tidak jadi dia hadiahkan untuk calon pacarnya atau untuk entah siapa. Di lain waktu, dia sengaja membawa bunga sebelum menemuiku supaya orang-orang di rumahnya menyangka kalau dia sudah punya pasangan. Setiap kali kutertawakan, dia cuma akan balik menertawankanku. Beralih meledek. Terkadang dia memang ajaib.
“Suka?” dia bertanya. Memastikan aku menyukai bunga yang baru saja dia berikan.
Aku mengangguk. Bilang terima kasih.
Tapi, Wan.
Semoga dia benar-benar cuma temanku, ya. Semoga. Semoga. Semoga.
...
Cerita sebelumnya dapat dibaca di sini: "Dua Puluh Lima"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H