Dari sisi kebijakan makroprudensial, Bank Indonesia mengembangkan ekosistem Sustainable Finance Instrument (SFI) yakni obligasi hijau dan instrumen pasar keuangan hijau. Bank Indonesia juga terus meningkatkan pemahaman dan kesadaran tentang keuangan berkelanjutan kepada masyarakat melalui capacity bulding yang relevan.
Meski Indonesia sudah mengarah ke sistem ekonomi hijau, transisi energi di Indonesia terbentur kendala berupa investasi dalam bentuk adaptasi teknologi EBT. Bank Indonesia mengungkapkan, transisi energi terbarukan dari energi fosil membutuhkan biaya hingga USD 3,5 triliun dollar AS atau sekitar 50 triliun rupiah. Sungguh nilai yang fantastis, dan agaknya sulit dicapai bila bergantung hanya pada APBN.
Selain teknologi dan dana, kendala transisi energi lainnya adalah keterbatasan sumber daya manusia, ekosistem investasi hijau yang belum sepenuhnya terbentuk, juga masih adanya kebijakan pemberian subsidi untuk energi fosil. Menurut catatan Climate Transparency 2021, Indonesia menghabiskan dana senilai 8,6 miliar dollar AS untuk subsidi bahan bakar fosil di tahun 2019. Pemberian subsidi ini sangat kontra produktif terhadap upaya Indonesia dalam melakukan transisi energi dari fosil ke EBT.
Oleh karenanya, G20 ini menjadi momen penting bagi Indonesia menjalin kerja sama yang lebih erat dengan negara mitra dan lembaga keuangan internasional untuk menemukan mekanisme pendanaan yang inovatif, juga menemukan solusi atas upaya penghentian subsidi bahan bakar fosil yang sejatinya mampu menciptakan level playing field bagi energi terbarukan.Â
Tak hanya itu, harus ada kebijakan yang adil dalam pemberian insentif (misalnya pengurangan pajak penghasilan) dan kemudahan pagi pengembang investasi hijau, juga membentuk ekosistem investasi yang mudah, terbuka, dan pasti bagi para investor.
Dalam rangkaian ETWG yang sedang berlangsung, Indonesia menetapkan target optimis untuk mencapat net zero emission pada tahun 2060.Â
Maka itu, dalam Presidensi G20 ini Indonesia mengajak negara anggota untuk fokus pada sumber pendanaan investasi hijau, salah satunya dengan pembentukan Dana Perantara Keuangan atau Financial Intermediary Fund (FIF) yang menjadi salah satu target pencapaian agenda Jalur Keuangan G20 Indonesia.
Beberapa strategi lain yang perlu dilakukan Indonesia dalam kapasitasnya sebagai presidensi G20 adalah memperkenalkan potensi dan karakteristik EBT di Indonesia, pembuatan skema kerja sama dengan anggota G20 yang sudah mumpuni dalam pengembangan EBT, juga menginisiasi negara anggota untuk menerapkan pajak karbon.
Dukungan negara maju terhadap negara berkembang dalam investasi hijau diyakini sebagai solusi terbaik untuk pemulihan ekonomi dunia yang merupakan tujuan utama Presidensi G20. Jika tujuan ini tidak tercapai, ekonomi dunia bisa semakin carut marut.
Kekompakkan dan gotong royong yang tercermin dalam tema Presidensi G20 amat selaras dengan pesan lagu Dengarkan Alam Bernyanyi. Katanya dalam syair itu, manusia adalah pemegang kendali. Dalam forum G20 ini, kendali itu hadir dengan nyata. Oleh karenanya, diharapkan perhelatan tahunan ini bukan sekadar seremoni. Lebih dari itu, semoga ada kebijakan investasi hijau yang dihasilkan G20, demi terwujudnya pemulihan ekonomi untuk bumi yang kita cintai ini.
Dalam Presidensi G20 Indonesia, dunia harus tumbuh kuat. Dengan investasi hijau, mari kita bangkit dan pulih bersama, demi masa depan yang indah dan berkelanjutan.