Mengutip dari Kompas.com, Direktur Lingkungan Hidup Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas Medrilzam mengatakan, pendapatan per kapita Indonesia akan terus stagnan dan tidak akan mencapai target 12.000-13.000 dollar AS jika tidak menerapkan ekonomi hijau. Dengan demikian, cita-cita menjadi negara maju 2045 akan sulit terealisasikan.
Dengan ekonomi hijau, penciptaan lapangan kerja dan investasi hijau bisa didorong. Menurut Medrilzam, ekonomi hijau dapat menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru di Indonesia pada 2030, yang tiga perempatnya menyerap tenaga kerja perempuan. Masih di tahun yang sama, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dapat meningkat hingga Rp593-Rp638 triliun.
Dengan segala keuntungannya, kini Indonesia tengah serius menerapkan ekonomi hijau yang saat ini jadi fenomena global. Hal ini dibuktikan dengan kenaikan persentase EBT Indonesia yang mencapai 11,20 persen pada tahun 2020. Jika investasi hijau terus diprioritaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia akan tumbuh sebesar 6 persen per tahun, yang ujung-ujungnya memberi dampak positif berupa kenaikan pendapatan per kapita.
Motori Presidensi G-20, Indonesia Punya Taring Untuk Mengembangkan Investasi Hijau
Rangkaian pertemuan dan diskusi Presidensi G20 dilakukan sejak 1 Desember 2021 hingga puncak KTT G20 November mendatang.Â
Forum G20 merupakan pertemuan antar petinggi negara, Gubernur Bank Sentral, kementerian, dan ahli di bidang terkait untuk merumuskan kebijakan strategis demi terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif pasca badai COVID-19.Â
Demi menyuarakan pentingnya G20 bagi Indonesia, Bank Indonesia pun menyelenggarakan G20 BI-Stronger Fest yang salah satu agendanya adalah Greenfest (festival gaya hidup ramah lingkungan).
Sebagai presidensi dan satu-satunya wakil Asia Tenggara, Indonesia punya taring kuat untuk menentukan arah pembahasan G20 nanti. Indonesia dapat mengorkestrasi agenda pembahasan G20 untuk menghasilkan dampak positif dalam pemulihan aktivitas perekonomian dunia, juga mengangkat isu topikal agar bisa disolusikan bersama dengan negara anggota lainnya.
Presidensi G20 Indonesia memiliki tiga isu prioritas utama, yakni arsitektur kesehatan global, transformasi digital, serta transisi energi berkelanjutan. Transisi energi menjadi isu penting sebab anggota G20 menyumbang sekitar 75 persen dari permintaan energi global. Merupakan bagian dari Jalur Sherpa atau jalur non keuangan, transisi energi memiliki kelompok kerja bernama Energy Transitions Working Group (ETWG) yang fokus pada keamanan energi, akses, efisiensi, transisi energi, teknologi ramah lingkungan, serta investasi hijau.
Mempromosikan investasi hijau menjadi penting karena mampu memulihkan ekonomi nasional dan internasional, juga mengukuhkan posisi geoekonomi Indonesia di pentas global. Investasi hijau juga berperan besar dalam akselerasi penurunan emisi karbon.
Pengejawantahan transisi energi sejatinya telah diterapkan Indonesia secara mandiri dalam beberapa kebijakan, seperti target penurunan emisi karbon, peningkatan pemanfaatan EBT, penggalakan bio energi ke B50, pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT, dan penerbitan green sukuk.