Tak pernah kubayangkan, aku bisa mencintai seseorang sedalam ini. Dan saat itu pula dalam waktu bersamaan hatiku dipatahkan berkali kali. Kau tau betul ' Di, aku bisa saja menyerah, namun apa daya jika hatiku tak pernah rela mempersilahkan.
Hari ini, aku cemburu saat kulihat sosok itu berlari menghampiri sosok yang lain, tidakkah dia tau, aku selalu setia berada dibelakangnya.
Rasa sakit kembali menghujam, saat dengan ringannya sosok itu berceloteh tentang kebodohanku yang terus mengharapkan sosoknya. Aku geram, Di, sungguh,
Sudah terlalu sering aku merutuki, apa yang terjadi dengan hatiku, betapa bodohnya aku dengan rasa rindu yang semakin membumbung tanpa adanya kepastian kapan rasa dan rinduku akan berlabuh. Tentu saja pada pelabuhan yang kutuju, hatinya.
Namun nyatanya, pelabuhan itu semakin menjauh, sekeras apapun usahaku untuk menjangkaunya. Sisi hatiku yang lain berteriak frustasi,memaki diri sendiri. Menyerahlah, tak seharusnya aku memperjuangkan rasa dan rindu yang pada akhirnya membuatku tersakiti. Selamanya akan seperti itu, tidak akan ada akhir bahagia untukku. Dia tak akan pernah menoleh padaku.
Aku terjebak dalam rasa dan rindu menjerat, Cinta.Â
Tolong jangan menatapku sinis begitu, Di. Kau tau betapa menyesalnya aku. Tapi penyesalanku tak bisa menyentuh hatinya.
Andai sosok itu tau. Aku ingin menjadi yang pertama untuknya. Aku ingin menjadi yang pertama mengajarinya bicara, aku ingin menjadi yang pertama menuntun langkahnya menapaki dunia, aku ingin menjadi yang pertama memeluknya saat mimpi buruk mengganggu tidurnya. Yang pertama, selalu, karena…
Aku ibunya, aku ibu dari sosok itu. Tapi ibu macam apa aku ini.
Ibu macam apa yang pernah dengan sengaja ingin membuang janin dalam kandungannya. Walau segala cara tak pernah membuahkan hasil, janin itu terlalu kuat untuk dibuang.
Ibu macam apa yang dengan sengaja, menutupi kehamilannya, saat ibu hamil yang lain, dengan segenap rasa bahagia memamerkan kehamilan mereka?